Salin Artikel

Kisah Dayak Oma Lung di Malinau Kaltara, Mencoba Jaga Tradisi yang Nyaris Hilang

MALINAU, KOMPAS.com - Suara lantunan lagu rohani terdengar jelas saat Kompas.com memasuki jalan masuk Desa Setulang, di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Minggu (13/8/2023).

Warga Dayak Oma Lung sedang melaksanakan ibadah kebaktian Gereja Protestan, yang menjadi agama mayoritas yang mereka peluk dan yakini saat ini.

Saat melihat Desa Setulang, mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan asri, sejuk dan bersih, dengan oksigen melimpah.

"Silakan, apa yang bisa saya bantu,"ujar Kepala Adat Dayak Oma Lung, Tong Lejau, saat Kompas.com menjelaskan alasan kunjungannya ke Desa Setulang.

Senyum ramah dan sambutan cukup berkesan dari salah satu tokoh adat yang cukup bersahaja tersebut langsung mencairkan suasana.

Sebagai Kepala Adat, Tong Lejau, berharap bisa memperkenalkan desanya sampai jauh.

Harapannya, keberadaan Oma Lung sebagai salah satu sub suku dayak di Kalimantan akan terus lestari dan abadi.

"Setulang itu satu tulang, artinya kita semua satu tubuh, satu nafas dan sejiwa. Kepercayaan itulah yang menjadi nafas hidup Oma Lung,"ujarnya lagi.

Suku Dayak Oma Lung, menurut Tong Lejau, sudah mendiami Malinau Sejak 1968 lalu.
Meski banyak cobaan dan pengalaman pahit di masa "mengayau", tragedi berdarah antar suku untuk memperebutkan wilayah kekuasaan, Oma Lung, memperkokoh eksistensi mereka.

Pertahanan dilakukan dengan banyaknya ahli sumpit dan pelempar tombak. Di mana sampai hari ini, Oma Lung cukup terkenal dalam bidang senjata tradisional tersebut.

"Setiap Agustus ada perlombaan suku Dayak untuk siapa paling jitu menyumpit. Nama Oma Lung masih cukup diperhitungkan,"tegasnya.

Untuk alasan inilah, sukunya diberi nama.

"Oma itu artinya rumah atau tempat tinggal, Lung itu palung sungai. Dulu kami tinggal di pinggiran sungai dan terus berpindah. Sekarang meski asal kami Kenyah, tapi disebut suku dayak lain sebagai Oma Lung,"kata dia.

Oma Lung, memiliki keahlian menempa senjata dan berladang. Keahlian ini masih terjaga, bahkan sejumlah lumbung padi, terlihat saat kita memasuki Desa Setulang, areal mukim sekitar 214 KK dan sekitar 1000 jiwa suku Dayak Oma Lung ini.

Desa dengan luasan sekitar 11.000 Ha memiliki iman kuat akan kebersihan, tidak terlihat sedikitpun adanya sampah di lokasi pemukiman. Bahkan air dalam parit terlihat bening.

Gotong royong, kerja bhakti dan kebersamaan adalah bukti dari keimanan tersebut.

"Menjaga alam itu wasiat leluhur kami. Maka pesan itu yang akan kami pegang teguh sampai akhir hayat,"tegasnya.

Jika melihat lebih jeli ornamen di Desa Setulang, tampak balok balok kayu utuh ukuran besar, diukir warna warni di gerbang masuk setiap gang.

Di atas ukiran ornamen khas Dayak Oma Lung, ada ukiran dua manusia saling berpelukan, yang semakin menguatkan arti "Setulang".

Terdapat balai adat yang menjadi lokasi utama kegiatan budaya dan pengambilan keputusan dalam rapat.

Di balai ini juga, para warga adat menikah, sehingga tak butuh sewa gedung. Cukup membayar sekedarnya untuk pemasukan kas adat, maka pernikahan dipastikan meriah dengan seluruh warga yang datang membantu.

Uniknya, mas kawin adat Oma Lung, hanya sebilah mandau dan selembar kain.

Mandau diartikan sebagai alat pembuka jalan, yang dalam falsafahnya adalah senjata dalam mengarungi hidup, sekaligus menjamin keamanan istrinya.

Sementara kain, adalah pakaian yang bisa melindungi suami dari malu dan perubahan cuaca.

"Kita ini Setulang, tak perlu mas kawin mahal dan mewah. Asal bertanggung jawab dan setia, jadilah pernikahan,"katanya.

Sebuah keindahan etnik dan paham kebersamaan yang kental, menjadi falsafah dan ajaran yang bakal terus terjaga.

Bahkan untuk bahasa adat, Dayak Oma Lung mewajibkan minimal sebulan sekali, dalam kebaktian gereja, lagu rohani yang dinyanyikan menggunakan bahasa Oma Lung.

"Ada beberapa tradisi adat kami hilang. Kami mencoba menjaga yang masih bisa diselamatkan,"kata Tong Lejau.

Apa tradisi dan budaya yang hilang dari Dayak Oma Lung? penjelasannya akan kita tulis di berita selanjutnya.

Liputan di Malinau dan Krayan, akan menjadi serial cerita di Kompas.com yang akan melakukan peliputan hingga HUT RI 78 di perbatasan RI - Malaysia.

Ikut dan simak terus perjalanan tim Kompas.com, Robertus Belarminus, Fikri Hidayat, Gitano Prayogo, Nissi Elizabeth, Lina Sujud, Yulveni Setiadi dan Ahmad Dzulviqor. Tim Kompas.com dalam liputan ini dibekali apparel dari Eiger.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/13/130835478/kisah-dayak-oma-lung-di-malinau-kaltara-mencoba-jaga-tradisi-yang-nyaris

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke