Salin Artikel

Eksekusi 28 Rumah di Surabaya, Diwarnai Tangisan Warga serta Ketegangan Polisi dan Wakil Wali Kota

Berdasarkan pantauan, juru sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tampak datang ke wilayah tersebut, bersama 430 personel keamanan dari TNI dan Polri, sekitar pukul 08.30 WIB.

Eksekusi hunian 28 rumah tersebut berdasarkan atas putusan inkracht Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 11/EKS/2021/PN.Sby Jo. Nomor : 944/Pdt.G/2019/PN.Sby tertanggal 9 Mei 2023.

“Ini sengketa antara Weny Untari (pemohon) yang mengajukan gugatan pada tahun 2019 dan Sidik Dewanto sebagai tergugat. Sudah diputus sejak 10 Maret 2020,” kata juru sita PN Surabaya, Ria Awidya Adhi di lokasi.

Para penghuni yang merasa tidak terima berusaha melakukan perlawan, dengan mendorong petugas. Sebagian lainya tampak hanya bisa menangis, ketika diminta meninggalkan rumah.

"Mana keadilan, mana keadilan negara, mana keadilan negara," kata salah satu penghuni yang menolak rumahnya dieksekusi.

Salah satu warga kampung Dukuh Pakis RT 2, RW 2, Alvi Saifullah (56) mengaku sudah puluhan tahun tinggal di wilayah itu. Dia pun kaget lantaran mendapatkan intruksi untuk pindah.

"Kami tidak tahu, puluhan tahun tidak ada masalah seperti ini, kami juga bayar pajak. Terus kami juga bingung mau ditaruh dimana barang-barang kami," kata Alvi.

Sedangkan, warga setempat lainya, Anik Suwardi (48) bingung harus bagaimana. Bahkan, sejumlah perabotanya masih diletakan di pinggir jalan ketika proses eksekusi.

"Saya di sini sudah 45 tahun, lahir juga di sini, tidak tahu kalau ada sengketa. Sejak 2019 sempat ramai, tapi kami tidak tahu ada apa, kami ita pikir aman-aman saja," kata Anik.

Toni yang tengah berjaga selama proses pengosongan kemudian dihampiri Armuji yang datang ke lokasi. 

Lalu, Toni pun langsung membentak Armuji yang tengah menemuinya di sekitar lokasi pengosongan. Dia menganggap, mantan Ketua DPRD Kota Surabaya itu mengganggu proses eksekusi.

"Anda jangan menghalangi perintah, kenapa Bapak harus datang ke sini?," kata Toni kepada Armuji, di lokasi kejadian.

Armuji sendiri tampak berusaha menjelaskan terkait kedatanganya di lokasi pengosongan bangunan tersebut. Namun, Toni tidak memberikan kesempatan dan terus membentaknya.

"Anda ingin memprovokasi warga? Jangan begitu. Hargai upaya PN (Pengadilan Negeri Surabaya), kami di sini hanya mengamankan," ujar Toni.

Kemudian, Armuji bersama rombonganya langsung meninggalkan lokasi eksekusi. Saat berjalan, dia tampak menyapa sejumlah warga yang menjadi korban penggusuran.

Menanggapi hal itu, Kabag Ops Polrestabes Surabaya, AKBP Toni Kasmiri mengatakan, merasa tidak dihargai dengan kedatangan Armuji ketika proses eksekusi hunian warga berjalan.

"Kalau melaksanakan tugas, kita sama-sama Forkopimda Pemkot, Polres, PN, kan memang satu, kenapa (Armuji) menghalangi saya," kata Toni, ketika ditemui saat demo buruh di Gedung Negara Grahadi.

Selain itu, Toni juga mempertanyakan kepentingan Armuji mendatangi lokasi. Seharusnya melihat duduk perkara dahulu, sebelum memberikan pembelaan kepada salah satu pihak.

"Sekarang kepentinganya apa? Mau kampanye kah, mau bela wong cilik kah? Wong cilik yang mana, wong cilik yang tidak taat hukum atau bagaimana," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji mengatakan, baru mengetahui informasi eksekusi hunian sengketa itu Senin (7/8/2023), kemarin.

"(Ketika mendapatkan laporan) saya tanya kepada warga, kenapa sampai dieksekusi. Lalu dia cerita (kronologi) dan sebagainya," kata Armuji.

Armuji kemudian berinisiatif mendatangi lokasi eksekusi, untuk melakukan mediasi dengan juru sita PN Surabaya. Sebab, warga sudah berjanji akan pindah setelah mendapatkan tempat tinggal baru.

"Kalau dieksekusi seperti ini, mereka tidak sempat mencari tempat. Ditempatkan dimana juga belum tahu," jelasnya.

"Warga sebenarnya juga mau (pindah). Tadi saya sama juru sita ngomong, enggak usah terlalu dipaksakan dengan cara-cara seperti ini, supaya barang-barangnya nggak rusak," tambahnya.

Sengketa lahan menurut penggugat

Kuasa hukum penggugat, Sujianto mengatakan, tanah tersebut pada awalnya merupakan milik Harjo Soerjo Wirjohadipoetro. Pria itu meminta sejumlah orang menempati lokasi, tahun 1978.

"Pemilik asal mempersilakan warga untuk menempati, bukan dijual. Ketika itu (tidak ada perjanjian notaris) hanya secara lisan, disuruh menempati," kata Sujianto, di sekitar lokasi penggusuran.

Namun, Harjo menjual tanah dengan luas 2.962 meter persegi tersebut kepada Sidik Dewanto, pada 7 Agustus 1993. Meski demikian, sejumlah warga masih menempati aset itu.

Kemudian, pernikahan Sidik dengan sang isti, Weni Oentari yang sudah dinikahinya selama 37 tahun kandas. Tanah di kampung Dukuh Pakis tersebut turut dalam perjanjian pembagian harta.

Diketahui, pembagian harta gana-gini yang berbentuk lahan tersebut sudah dicatatkan kedua pasangan itu, pada akta Nomor 18 di hadapan Natalya Yahya Puteri Wijaya, 24 Mei 2011, silam.

"Istrinya (Sidik) ini klien saya, dia dengan suaminya sudah ada perjanjian pembagian harta. Ketika suami istri itu cerai terjadilah pembagian harta," ujar dia.

Namun, Weni ternyata tidak kunjung mendapatkan hak dalam perjanian pembagian harta tersebut. Akhirnya, dia mengajukan gugatan kepada suaminya agar PN Surabaya melakukan eksekusi.

"Akhirnya sampai inkracht, setelah itu mengajukan permohonan eksekusi. Memang prosesnya lama banget, sekitar dua sampai tuga tahun," ucapnya.

Sujianto mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada perwakilan warga, terkait eksekusi lahan tersebut. Sosialisasi digelar di Mapolrestabes Sudabaya, sekitar seminggu yang lalu.

Selain itu, Sujianto juga menunggu ditemui warga yang tidak setuju dengan penggusuran tersebut. Namun, tidak ada satupun penghuni lahan yang menemuinya sampai, Selasa (8/8/23), malam.

"Kompensasi berlaku sebelum eksekusi dilaksanakan, dan saya bilang silakan kapan bisa ketemu. Sampai malam, enggak ada warga yang menemui saya, jadi kompensasinya tidak ada," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/10/075047378/eksekusi-28-rumah-di-surabaya-diwarnai-tangisan-warga-serta-ketegangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke