Salin Artikel

Membangkitkan Kejayaan Rempah di Maluku Utara (Bagian 4, Habis)

Ternate, Bacan, Tidore, se Jailolo (terletak di antara Ternate, Bacan, Tidore, dan Jailolo)

Marimoi ngone future (Bersatu kita kuat)

Lagu yang bercerita tentang kebesaran Pulau Maluku Utara itu, mengalun di dalam kendaraan, sepanjang perjalanan dari menuju Sofifi menuju Tobelo, jantung Halmahera Utara.

Tak hanya memiliki puluhan pulau nan indah, Maluku Utara juga merupakan daerah penghasil rempah, utamanya pala.

Di sekitar abad ke-15, rempah-rempah disebut bernilai lebih mahal dari emas dan diperebutkan oleh bangsa lain, seperti Portugis dan Inggris.

Upaya membangkitkan kejayaan rempah-rempah terus dilakukan. Berbagai pihak bersinergi agar rempah-rempah di Maluku Utara menjadi potensi unggulan yang mampu menyejahterakan warga.

Direktur Penelitian Universitas Gadjah Mada (UGM) Mirwan Ushada mengungkapkan, universitas membentuk tim peneliti kosmopolis rempah.

"Kita ingin mengembangkan apa yang disebut kosmopolis Maluku Utara. Itu adalah sebuah diksi yang diusulkan dari UGM sebagai komplementer terhadap apa yang disebut sebagai jalur rempah," kata Mirwan di Halmahera Utara, Jumat (4/8/2023).

Tak kurang dari 20 peneliti multifakultas, termasuk para peneliti muda dilibatkan.

Mereka berasal dari bidang ilmu sosial humaniora, sejarah, arkeologi, geografi, kedokteran, agroteknologi, dan lain sebagainya.

Ada tiga pendekatan yang dilakukan yakni melalui rekonstruksi, revitalisasi, dan inovasi.

"Kita menggali nilai lokal dan budaya yang ada di daerah kosmopolis ini, kemudian dari situ kita akan revitalisasi. Rempah ini akan kita bangkitkan lagi kejayaannya," katanya.

Dari unsur bonus demografi, para peneliti akan menganalisis gap antara kejayaan masa lalu dan kekayaan masa kini tentang rempah.

"Lalu kita akan tuangkan dalam inovasi rempah, apa saja yang bisa kita kembangkan," ujarnya.

Untuk diketahui, Indonesia kini sedang memperjuangkan jalur rempah diakui sebagai warisan budaya dunia (world heritage) ke UNESCO.

"Kita mendorong dengan bukti ilmiah dan publikasi," paparnya.

Masih dalam upaya mengembalikan lagi kejayaan rempah, puluhan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari berbagai universitas diterjunkan dalam program KKN Kolaborasi.

"Karena kita memang integrasikan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian," ujar Mirwan.

Festival Kala Hara dan olahan pala

Rempah-rempah, terutama pala sebagai identitas Maluku Utara dipamerkan dalam Festival Kala Hara di Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara, Kamis (3/8/2023).

Festival digagas oleh masyarakat lokal, pemerintah daerah, serta tim Kuliah Kerja Nyata dan Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Khairun, dan Universitas Halmahera.

Berbagai produk olahan pala dipamerkan dalam kegiatan tersebut.

Universitas Halmahera misalnya, telah mengembangkan sejumlah produk berbasis kecantikan dan kesehatan dari pala.

"Dibuat menjadi minyak aromaterapi, minyak pala, sabun, dan produk kosmetik dari mentega pala," kata Dosen Kimia Program Studi (Prodi) Fakultas Ilmu Alam dan Teknologi Rekayasa Universitas Halmahera Johanis Wairata.

Studi penelitian Universitas Halmahera mengenai pala telah dilakukan selama enam bulan. Riset terus dikembangkan sehingga menghasilkan produk yang bisa diterima oleh publik.

Sejak masa rempah-rempah diperebutkan oleh bangsa Eropa, pala dan cengkeh digunakan sebagai wewangian yang diselipkan di bagian pinggang para bangsawan.

Kini, pengembangan pala sebagai wewangian dan minyak aroma terapi terus dilakukan.

"Kami mengambil minyak pala melalui proses penyulingan. Biasanya membutuhkan waktu berhari-hari," ujarnya.

Untuk mendapatkan aroma yang khas, kata Joe, biasanya ditambahkan bahan lain seperti kayu manis.

Menurutnya pala yang ditanam di daerah yang berbeda bisa memiliki rasa dan aroma yang berbeda pula.

"Tergantung dari jenis tanah. Saya sudah mengkaji di tiap-tiap kecamatan ternyata berbeda, terutama dari rasa," ujar dia.

Untuk membuat 1 mililiter minyak aromaterapi, setidaknya membutuhkan 1 kilogram pala. Hal tersebut lantaran kandungan minyak dalam buah pala hanya sekitar 4 persennya saja.

Minyak aromaterapi pala dijual seharga Rp 50.000 sampai Rp 85.000.

Sedangkan produk mentega pala yang dinilainya dapat menjadi bahan kosmetik, dibuat dari buah pala yang selama ini tak dimanfaatkan oleh warga.

"Biasanya warga hanya mengambil biji dan fulinya. Kami mencoba memanfaatkan buah yang dianggap sebagai limbah," kata dia.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan produk selai pala yang berbahan dasar daging buah pala.

Biasanya, daging buah ini terbuang begitu saja lantaran masyarakat hanya memanfaatkan biji dan fuli pala.

"Kita mencoba mengolah bahan yang oleh masyarakat dianggap limbah tapi sebetulnya memiliki nilai ekonomi," kata mahasiswa Program Studi Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Nareswari, Senin (7/8/2023).

Daging buah pala harus direndam air garam selama semalam untuk menghilangkan rasa asamnya. Kemudian direbus selama 30 menit.

"Lalu kita olah dengan gula, dengan perbandingan 2 kilogram daging buah pala diberi 1 kilogram gula pasir," katanya.

Proses selanjutnya adalah menghaluskan, menyaring, dan mengaduk selai sampai mengental selama kurang lebih satu jam.

"Bisa ditambahkan kayu manis bubuk, agar rasa rempahnya lebih terasa," katanya.

Tim gabungan tengah mengurus dokumen dan perizinan untuk dapat menjual produk selai pala di pasaran.

"Kita jangka waktu tiga tahun kerja sama untuk pengembangan produk selai pala ini," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/07/120000478/membangkitkan-kejayaan-rempah-di-maluku-utara-bagian-4-habis-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke