Salin Artikel

Kisah Mereka yang Bertaruh Nyawa di Lubang Tambang Emas Tradisional Banyumas

Lokasi tambang emas tradisional tersebut berada di areal persawahan mili pribadi warga seluas 2 hektare di Desa Panurendang, Kecamatan Ajibarang, Banyumas.

Polisi memastikan tambang emas tradisional yang ada sejak tahun 2014 itu tak memiliki izin dan dipastikan ilegal.

Saat pembukaan lahan tambang, ada kesepakatan antara pemilik lahan dengan penambang dengan persentase bagi hasil 20 persen untuk pemilik lahan, 20 persen untuk pemodal, dan 60 persen untuk pekerja.

Di lahan seluas 2 hektare itu terdapat 35 lapak tambang dan lima di antaranya tak lagi aktif.

Kades Pancurendang, Narisun mengatakan sejak ia menjabat kades pada tahun 2015, tambang itu sudah beroperasi.

“Pemerintah desa hanya sebatas mengimbau saja, jangan diteruskan. Tetapi ya begitu, masih tetap jalan terus. Saya menyadari kalau itu sudah menjadi bagian dari ekonomi rakyat. Saya juga tidak pernah berani masuk ke sini,” tuturnya.

Ia menjelaskan, warga desa yang bekerja di tambang tersebut hanya sekitar 50 orang.

“Sebagian besar dari Jawa Barat. Saya tidak tahu dari mana saja. Warga di sini jarang yang berani masuk ke dalam,” jelasnya.

Mereka merangkak memasuki lubang tambang dengan kedalaman 40-60 meter.

Hal tersebut diceritakan oleh penambang emas asli Banyumas yakni Nino (40), Agus (40) dan Darkim (45).

Keberanian dan kenekatan para pekerja tambang emas itu sangat berisiko karena nyawa adalah taruhannya.

Dengan adanya kejadian tersebut mereka harus berpikir dua kali untuk kembali bekerja sebagai penambang emas.

Nino bercerita kondisi area tambang sangat gelap dan penerangan hanya bergantung pada lampu senter atau head lamp yang digunakan penambang.

Ada tiga alat utama yang mereka andalkan ketika akan menambang. Pertama adalah pipa blower yang berfungsi mengalirkan udara atau oksigen.

Pipa blower inilah yang digunakan juga untuk berkomunikasi dengan petugas yang berada di atas.

Kedua adalah pipa penyedot air, yang digunakan untuk menyedot air selama 24 jam. Jika kondisi mesin panas maka akan segera diganti.

Yang ketiga adalah dril atau alat bor yang digunakan untuk untuk mengebor tanah.

"Kita kasih kode pakai tali dan kompresor untuk udara, termasuk untuk makanan.Jadi ngomong aja langsung pakai pipa blower pipa panjang itu," ujar Nino kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (27/7/2023).

"Di dalam itu jalurnya seperti tangga dan didalamnya ada yang namanya 'Raja Tikus' yang akan mengikuti jalur urat-urat emas," katanya.

Menurutnya lubang diameter 90 centimeter hanya disangga kayu-kayu balok. Dalam satu lubang tambang bisa dimasuki sampai 10 orang pekerja tambang dan bekerja tim.

"Di dalam bisa 10 orang, ada yang nge-drill atau nge-bor dan ada yang mengangkut material pakai karung," jelasnya.

Terkait dengan penghasilan dari tambang emas dia memperkirakan dapat uang Rp1 juta sampai Rp5 juta dalam seminggu.

Ia mengatakan pembagian kerja masing-masing orang berbeda-beda. Ada yang bagi material mengolah sendiri dan ada juga yang terima hasilnya saja.

"Kalau sehari ya bisa sampai minim Rp 100.000. Tapi kalau zonk sering juga," jelasnya.

Nino dan kawan-kawannya sudah bekerja 10 tahunan sejak ada penambangan emas pada 2014 silam. Lokasi tambang emas rakyat itu diapit dua sungai yaitu, Sungai Tajur dan Sungai Datar.

Berdasarkan informasi yang diceritakan oleh pekerja tambang lain, Agus (40) butuh modal ratusan juga untuk buka lapak atau buka satu area lubang tambang.

"Satu lapak ratusan juta bisa Rp 300 juta-Rp 500 juta, mahalnya itu karena perlengkapannya juga, kayu dan lain sebagainya," jelasnya.

Meski bekerja di dalam lubang sempit, para penambang bisa melalukan kegiatan lain seperti merokok, makan, minum bahkan ngopi dan tiduran.

Kala itu, para penambang berhasil menyelamatkan diri. Hal tersebut diceritakan Darkim (44) - bukan nama sebenarnya- yang pernah terjebak di kedalaman 38 meter.

"Pernah di kedalaman sekitar 35 meter air jebol, posisinya di atas saya. Begitu (teman) yang di atas melihat, saya langsung menyelamatkan diri," ujar Darkim di sekitar lokasi kejadian, Kamis (27/7/2023)

Kala itu ia memiliki cukup banyak waktu untuk sampai ke mulut sumur sebelum air membanjiri area tembang. Bersama 10 penambang lainnya, Darkim pun selamat.

"Diameter lubangnya paling satu jari, tapi tekanan cukup kencang. Untuk menyelamatkan diri sekitar 5 menit, karena naiknya air pelan," kisah pria yang menambang sejak 2014 ini.

Namun kali ini, Darkim menduga air yang menggenangi delapan pekerja ini datang lebih cepat dengan debit yang besar.

"Baru kali ini, ini air dari mana," heran Darkim.

Ia mengatakan air adalah ancaman bagi setiap penambang. Menurutnya, di kedalamaan tertentu lubang memang selalu digenangi air.

Menurut Darkim, beberapa kali juga ada lubang yang terendam air, bahkan hingga seminggu. Namun tidak ada pekerja yang sedang menambang.

Untuk itu, penambang harus selalu mengoperasikan pompa air secara non-stop.

"Tapi kalau ada pemadaman listrik bisa seminggu baru kering, itu juga tidak bisa kering total," kata Darkim.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Fadlan Mukhtar Zain | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief), Tribunbanyumas.com

https://regional.kompas.com/read/2023/07/30/093900678/kisah-mereka-yang-bertaruh-nyawa-di-lubang-tambang-emas-tradisional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke