Salin Artikel

Detik-detik Kepsek di Pandeglang Ditangkap Atas Dugaan Korupsi, Pakai Baju Batik Saat Rumah Digeledah

Saat melakukan penyelewengan anggaran, EK menjabat sebagai Kepala SMAN 3 Pandeglang dan saat ini, ia menjabat sebagai Kepala SMAN 4 Pandeglang.

Ek ditangkap oleh polisi di rumahhnya yang ada di Kecamatan Labuan, Pandeglang pada Kamis (13/7/2023).

Berdasarkan video penangkapan EK yang diunggah di Instagram @satreskrimrespandeglan, petugas mendatangi rumah EK pada malam hari.

EK yang menemui petugas tampak mengenakan baju batik dan sarung.

Saat di dalam rumah, Kasatreskrim Polres Pandeglang, AKP Shilton beserta jajaranya tampak menunjukan beberapa dokumen kepada terduga pelaku.

Setelah itu, pihak kepolisian terlihat mencari beberapa dokumen yang dianggap penting di rumah terduga pelaku.

Tak lama kemudian, EK digelandang pihak kepolisian untuk masuk ke dalam mabil dan dibawa ke Mapolres Pandeglang.

Kasatreskrim Polres Pandeglang, AKP Shilton mengatakan, penangkapan dilakukan karena mantan Kepala SMAN 3 Pandeglang tersebut diduga telah melakukan tindak pidana korupsi bantuan siswa miskin.

EK ditangkap bersama satu rekannya berinsial AP yang merupakan komite sekolah. Menurut Shilton, kedua orang tersebut tidak menyalurkan bantuan kepada siswa miskin.

Polisi mulai menyelidik kasus tersebut setelah adanya laporan dari masyarakat pada 2017.

Namun, polisi baru mengungkap kasus tersebut karena terkendala dalam pencarian bukti dan informasi dari siswa penerima manfaat.

"Siswanya sudah lulus semua, ada yang sudah menikah dan dibawa suaminya tidak tinggal di Pandeglang. Tapi alhamdulillah tahun ini terungkap," ucap Shilton.

Ia mengatakan EK dan AP telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sementara itu dalam catatan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) 2021, EK tercatat memiliki harta Rp 1,40 miliar.

Gobang menceritakan kejanggalan tersebut bermula dari penyelidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Pandeglang pada 2015.

Saat itu kata Gobang, proses penyelidikan naik ke tahap penyidikan ditandai dengan terbitnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada 24 Juli 2017 nomor SPDP/52/VII/2017/Reskrim.

"Kemudian klien saya ditetapkan tersangka pada 2017. Tapi setelah ditetapkan tersangka ini tidak jelas kasusnya, tidak ada proses lanjutan," katanya kepada TribunBanten.com, Minggu (16/7/2023).

Namun, lanjut Gobang, pada 2022 Satreskrim Polres Pandeglang kembali menerbitkan SPDP baru bernomor SPDP/47/V/2022/Satreskrim.

"Nah, ini kan janggal karena 2017 sudah ada SPDP, kenapa 2022 ada SPDP baru? Sementara klien saya masih berstatus tersangka," ujarnya.

Menurut Gobang, pada 2017, Engkos Kosasih sudah siap menjalani proses hukum. Namun, kasus tersebut seolah digantung tanpa diberikan kepastian oleh polisi.

"Dari 2017, klien kami tidak memiliki kepastian hukum sehingga sangat mengganggu kehidupan beliau. Lalu pada 2023 ditangkap. Bayangkan, selama 6 tahun tidak ada kejelasan hukum," kata Gobang.

Ia juga heran dengan proses penangkapan dan penahanan yang dilakukan polisi.

Menurut Gobang, apa yang dilakukan polisi terlalu berlebihan sampai mendatangi ke rumah dan merekam peristiwa penangkapan tersebut lalu membuat viral di media sosial.

"Klien saya ini terduga korupsi, bukan gembong teroris, tapi penangkapannya seperti itu. Ini juga janggal karena klien saya selama ini dipanggil, diperiksa selalu koperatif, kenapa enggak dipanggil saja terus ditahan," ucapnya.

Gobang menilai pandangan subjektif polisi yang menilai EK akan melarikan diri, mempengaruhi saksi, dan menghilangkan barang bukti tidak masuk akal.

Apalagi, kata dia, ada narasi yang berkembang bahwa ada penggeledahan di rumah EK saat penangkapan.

"Tidak mungkin klien kami lakukan karena per 27 Juni 2023 sudah dinyatakan P21 atau berkas perkara lengkap. Ini juga aneh menurut kami jika ditarik dengan peristiwa penangkapan, penyitaan, penggeledahan, buat apa? Orang berkasnya sudah lengkap," ujarnya.

Namun karena EK sebagai penanggung jawab kegiatan, lanjut Gobang, menjadi sebuah konsekuensi bahwa seluruh kegiatan di sekolah menjadi tanggung jawab kepala.

"Tapi kalau dari sisi yang dituduhkan, beliau korupsi ada bahasa menilep begitu sangat jauh. Bahkan klien kami tidak tahu hal itu karena pencairan dana itu ada pengurusnya," kata Gobang.

Sementara itu Kanit Tipikor Satreskrim Polres Pandeglang, Ipda Jefri Martahi, membenarkan ada dua SPDP dalam perkara tersebut. Namun, yang diterbitkan pada 2022 merupakan SPDP lanjutan.

"Iya mulai dilakukan penyelidikan pada 2015 dan 2017 ditetapkan sebagai tersangka. SPDP baru itu lanjutan," ujarnya.

Menurut Jefri, selama ini Satreskrim Polres Pandeglang tidak menggantung kasus tersebut.

Dia mengakui selama ini pihaknya mengalami kendala dalam mengungkap kasus tersebut karena para penerima bantuan sudah lulus dan tidak menetap di wilayah Pandeglang.

"Itu bukan digantung sebenarnya, bahasa digantung enggak ada. Perkaranya tetap berproses, cuma kendalanya itu kan kita memeriksa saksi-saksinya karena banyak yang sudah berkeluarga. Kami butuh waktu dan baru bisa ketemu tahun ini," ucap Jefri.

Adapun kaitan masalah formil, tersangka sudah melakukan gugatan ke pengadilan. Namun, gugatan tersebut ditolak majelis hakim.

"Sudah kita lakukan pra-pengadilan kemarin dan alhamdulillah gugatan pemohon itu ditolak majelis hakim dan baru (Minggu) kemarin putusan sidang sidangnya," katanya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Acep Nazmudin | Editor : Gloria Setyvani Putri), Tribun Banten

https://regional.kompas.com/read/2023/07/16/142400178/detik-detik-kepsek-di-pandeglang-ditangkap-atas-dugaan-korupsi-pakai-baju

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke