Salin Artikel

Menyoal Kematian Siswa SD di Sukabumi, Dugaan Dikeroyok hingga Pihak RS Sebut karena Tetanus

Penghentian penyelidikan dilakukan karena dari pemeriksaan dan gelar perkara tidak memenuhi adanya bukti unsur pidana yang disangkakan pelapor.

Selain itu dari hasil laboratorium, korban mengidap penyakit tetanus.

Mengaku dikeroyok kakak kelasnya.

Kasus tersebut berawal saat korban yang dirawat beberapa hari di rumah sakit, meninggal dunia pada Sabtu (20/5/2023).

Sebelum meninggal dunia, MHD sempat mengucapkan sesuatu kepada sang kakek, MY (52).

Saat itu korban sempat memberitahu nama pelaku yang mengeroyoknya. Namun ucapannya tak tuntas dan korban menghembuskan napa terakhirnya.

"Ketika ditanya siapa yang melakukannya (penganiayaan), korban hanya bilang oleh inisial AZ, namun itu tidak berlanjut karena suara korban sudah tidak ada," ujarnya, Sabtu (20/05/2023).

Keluarga pun mengecek ke sekolah dan nama yang disebut korban ternyata ada.

"Sedangkan setelah dicek di sekolahnya, ada 4 orang namanya disebutkan (sama)," tutur MY. Nama yang disebut masih duduk di kelas 5 SD, kelas 4 SD, bahkan kelas 2 SD.

Menurut MY, cucunya baru pindah selama empat bulan. Alasannya pindah sekolah, dikarenakan lokasinya yang tak jauh dengan kediamannya. "Jadi baru 4 bulan pindah kesini, tujuannya agar dekat dan sudah membikinkan rumah untuk orang tua dekat sekolah," ucapnya.

Saat kejadian, pelaku mengeroyok cucunya ini di belakang sekolahnya.

"Kejadian dari hari Senin, Selasa. Jadi dua hari itu dipukulin di lingkungan sekolah. Dianiayanya di belakang sekolah dekat dan kamar mandi (toilet)," tuturnya

Pihak keluarga korban pun meminta keadilannya dan pertanggungjawabannya dari pihak sekolah dan keluarga pelaku.

"Harapan dari kami sebagai keluarga, minta dituntaskan siapa pelaku yang sebenarnya, dan minta pertanggungjawaban dari keluarganya (pelaku) dan tanggungjawab sekolah," pungkas MY.

Otopsi melibatkan dokter forensik dari RS Syamsudin SH.

Dokter Nurul Aida Fathia, salah satu dokter otopsi menyebutkan ada luka dalam di jenazah yang dianggap mencurigakan.

"Perbedaan warna yang saya temukan di laboratorium nanti, apakah benar memar atau bukan. Jadi kami pastikan dulu warna yang berbeda itu bukan karena pembusukan apakah itu memar atau bukan," ucapnya.

Saat disinggung luka dalam yang ducurigai apakah dari luka kekerasan, Aida belum bisa memastikannya karena perlu pemeriksaan laboratorium.

"Kalau itu belum tau, kalau misalnya dari hasil laboratorium dikatakan bahwa itu adalah tanda perlukaan kemungkinan akibat kekerasan tumpul," ucapnya.

"Itu kan pasti akibat kekerasan tumpul. Mau dihantam, bergesek atau apa kita nggak tahu karena itu kan proses," tambah dia.

Sepuluh sampel tersebut akan diperiksa di laboratorium yang ada di Bandung.

“Sampelnya dari mulai kulit yang kita curigai perlukaan, kemudian organ-organ dalam. Nanti kita konfirmasi (patah tulang rahang dan pecah pembuluh darah di kepala) karena kalau tadi pembuluh darah yang pecah di kepala kita ambil jaringan otaknya, kemudian tadi yang di rahang kita ambil otot rahangnya," jelasnya.

Sementara itu kuasa hukum keluarga korban, Rolan Bentamin Pardamean Hutabarat mengatakan sebelum meninggal dunia dan menjalani perawatan, korban mengaku mendapat penganiayaan kepada ibunya.

"Pengakuan dari korban (almarhum) kepada dokter di UGD RS Primaya bahwa dia dikeroyok dan juga pengakuan korban ke ibu saat dirawat inap di RS Hermina bahwa dia dipukuli di bagian dada dan punggung," ujarnya.

Ia menyebut tak ada satu pun saksi dari sekolah yang melihat terduga pelaku yang dilaporkan melakukan pemukulan atau penganiayaan kepada korban.

Selain itu, dari pemeriksaan tim dokter, tidak ditemukan tanda kekerasan di tubuh MHD.

"Terkait penanganan kasus ini bahwa, kita akan menghentikan penyelidikan. Jadi tidak naik ke tahap sidik (penyidikan)," ujar Ari, saat konferensi pers di Mapolres Sukabumi Kota, Senin (11/7/2023).

Sementara itu Direktur Medis RSU Hermina Sukaraja, Andreansyah Nugraha mengatakan MHD sempat dirawat di RS selama empat hari sebelum meninggal dunia.

"Pasien datang mengeluh sakit di bagian punggung dan mulut terasa kaku. Mulutnya tidak bisa membuka secara maksimal dan disertai batuk-batuk selama dua hari," ujar Andreansyah.

Dari hasil pemeriksaan pihak medis, ditemukan adanya riwayat infeksi cairan di bagian telinga korban.

"Pada saat itu kita curigai tetanus, makanya kita konfirmasi ada riwayat trauma, tertusuk jarum atau benda tajam, atau adanya trauma jelas yang berlebih. Kita tanyakan juga pasien dan keluarga, (jawabannya) tidak ada riwayat konfirmasi," tutur Andreansyah.

Dalam pemeriksaan visum luar, dokter tidak menemukan adanya luka. Begitu pun dengan hasil foto rontgen bagian tulang belakang tidak ditemukan retakan atau patah tulang.

"Pada awal pemeriksaan di kulit luarnya tidak ditemukan jejak apa pun. Makanya visum luar tidak ada (luka). Dari hasil rontgen di bagian kaku tidak ditemukan adanya patahan atau retakan tulang," ucap dia.

Hasil pemeriksaan Rumah Sakit Hermina, korban mengidap penyakit tetanus yang dibuktikan dengan hasil laboratorium.

"Selama perawatan, kemungkinan ini penyebab tetanus karena infeksi. Ini dibuktikan ada pemeriksaan lab mengarah leukosit tinggi dan hasil rontgen ada tanda-tanda infeksi, ditambah di telinga ada cairan infeksi," ucapnya.

Selama dalam perawatan di instalasi gawat darurat (IGD), kondisi MHD semakin kritis sehingga dirawat di ICU selama tiga hari.

"Namanya infeksi berat bisa mengkibatkan koma atau penurunan kesadaran. Jadi penyebab kematian perjalanan dari penyakit yaitu tetanus berikut dengan infeksinya." ucap Andreas.

Pihak rumah sakit juga sudah memberitahukan hal ini kepada keluarga pada saat sebelum tindakan kegawatan dan sesudah pasien meninggal.

"Waktu itu kita tanyakan riwayat imunisasi ternyata dari orangtua memang riwayat imunisasinya tidak lengkap. Cuma orangtua tidak tahu, tidak dilakukan imunisasi tetanus (lalu) ada infeksi tertentu tanpa ada trauma tertusuk itu bisa (tetanus)," tutupnya.

Sementara, dokter spesialis forensik RSUD Syamsudin, Nurul Aida Fathia mengatakan, pada saat ekshumasi, kondisi jasad korban sudah mengalami pembusukan.

"Jadi ditemukan di punggung tangan akibat infus, kemudian di pergelangan tangan, lengan bawah, dan beberapa di lengan atas ada memar itu bisa akibat dari tindakan medis," ujarnya.

Aida menjelaskan, beberapa sampel tubuh, di antaranya wajah, dada, dan paru-paru korban, diambil untuk diuji di laboratorium karena keluarga menduga ada tanda kekerasan.

Beberapa sampel yang diambil yaitu di bagian paru-paru, ditemukan bahwa korban mengalami gangguan pernapasan.

"Ternyata dari hasil pemeriksaan laboratorium pun tidak ditemukan adanya tanda kekerasan. Dalam hal ini dari lab bisa kelihatan karena tidak ada pendarahan di situ. Dari otot tidak ada (pendarahan), dari kulit tidak ada. Artinya itu bisa menyingkirkan tanda kekerasan. Jadi memang ada kondisinya, gangguan pada paru-paru atau gangguan napas," ujarnya.

Berdasarkan temuan tersebut, pihak forensik menyimpulkan bahwa MHD meninggal dunia akibat penyakit dan mati lemas.

"Betul, mengarahnya ke penyakit karena organ dalamnya pun itu mengarah ke penyakit yang menyebabkan dia kekurangan oksigen dan mati lemas," ucapnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Budiyanto | Editor : Michael Hangga Wismabrata), Tribun Jabar

https://regional.kompas.com/read/2023/07/11/174000178/menyoal-kematian-siswa-sd-di-sukabumi-dugaan-dikeroyok-hingga-pihak-rs

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke