Salin Artikel

Kisah Theresia Ngutra, Dosen yang Relakan Gajinya untuk Dirikan Sekolah Gratis bagi Anak-anak Manokwari

Hati Dosen Universitas Papua (Unipa) terusik kala melihat anak-anak Papua di usia sekolah setiap hari mengikuti orangtua mereka pergi ke kebun.

Theresia tergerak untuk membantu anak-anak memeroleh pendidikan yang layak dengan mendirikan sekolah Sowi Indah untuk jenjang Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).

Theresia yang kerap disapa Echy ini lantas berinisiatif mengumpulkan orangtua di Kampung Rao-rao dan Kampung Goa.

Perkampungan itu terletak sekitar 300 meter tidak jauh dari Kantor Bupati Manokwari di kawasan Sowi Gunung, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat.

Theresia meyakinkan pada para orangtua bahwa anak-anak mereka harus bersekolah demi masa depan.

"Saya meyakinkan orangtua untuk rela menyekolahkan anak-anaknya, jangan lagi mereka diajak pergi ke kebun, biarkan mereka sekolah tanpa ada pungutan biaya," tutur Theresia Ngutra saat ditemui oleh Kompas.com, Minggu (25/6/2023).

Theresia mengisahkan awal mula mendirikan bangunan darurat sebagai tempat menimba ilmu bagi anak-anak Manokwari.

Dia menyisihkan sebagian gajinya sebagai dosen untuk mendirikan bangunan berbahan kayu.

"Waktu itu, bulan Februari 2022 selesai pemotongan kayu lalu mendirikan bangunan sekolah, untuk kayu papan kebetulan saya punya bapak tukang sehingga saya minta tolong beliau membuat kursi dan meja," tutur Echa.

Theresia kemudian mengumpulkan anak-anak. Mereka diizinkan belajar secara gratis tanpa pungutan biaya.

Anak-anak mulanya juga tidak diwajibkan menggunakan seragam dan sepatu, lantaran khawatir memberatkan mereka. Namun seiring waktu berjalan, uluran tangan berdatangan menyambut niat baik Theresia.

"Kalau baju seragam TK itu kebetulan saya punya kakak yang mengajar di salah satu TK di Kabupaten Teluk Wondama, saya minta ke dia, kalau ada pakaian TK yang lebih dikirim ke Manokwari, jadi itu pemberian kakak saya," ucapnya.

Saat ini, murid-murid di sekolah Theresia berjumlah sekitar 20 orang, usia Sekolah Dasar.

Mereka menimba ilmu di ruangan kayu dengan bagian dinding-dinding setengah terbuka.

Kemudian sekitar 30 anak jenjang TK juga bersekolah di bangunan darurat beratapkan terpal serta beralas tanah.

Bayar upah guru dengan gaji dosen

Theresia mengaku mengupah para guru dengan gaji yang ia terima sebagai dosen tetap di Universitas Papua.

"Tidak ada bantuan pemerintah selama kami mendirikan sekolah SD dan TK ini, upah guru saya bayar dengan gaji saya sebagai dosen dan itu saya ikhlas, saya melakukan itu semua demi menyelamatkan anak-anak ini," tuturnya.

Suka duka dirasakan Theresia. Dia pernah kehabisan Bahan Bakar Minyak (BBM) ketika hendak pergi mengajar di kampus.

Sebab uang yang ia miliki habis untuk membiayai upah guru.

"Iya pernah habis bensin ketika mau pergi mengajar, mau bagaimana lagi, bagi saya makan nasi kosong tanpa lauk pun saya nikmati demi melihat anak-anak ini bersekolah," ucapnya.

Meski bangunan sekolah yang sangat sederhana dan cenderung tak layak, Theresia tetap bermimpi menghadirkan pendidikan berkualitas bagi anak-anak di Manokwari.

Dia juga memilih tenaga pendidik yang merupakan sarjana.

"Memang bangunan sekolah seperti itu tetapi saya ingin anak-anak ini dapat pendidikan yang berkualitas, makanya saya hadirkan tenaga pengajar yang berkualifikasi sarjana, walaupun dengan upah yang sangat rendah, selalu saya sampaikan kepada mereka bahwa kita kerja, sebagian besar investasi sosial dan mereka para guru menerima itu," ucapnya.

Terdaftar di kementerian

Dibawah Yayasan Cahaya Papua Barat, Theresia Ngutra terus berjuang mendaftarkan sekolah yang ia bangun agar diakui oleh pemerintah.

"Untuk mendirikan sekolah memang tidak gampang, harus di bawah yayasan namun kami sudah mendaftarkan SD maupun TK ini di kementrian, saya hampir tidak punya waktu untuk istirahat harus mengurus akta pendirian," katanya.

"Pergi ke Dinas sampai ke beberapa instansi lalu Kementerian Pendidikan dan keluar Nomor Pokok Sekolah Nasional NPSN, Puji Tuhan sekolah kami ini terdaftar akhir tahun 2022," lanjut dia.

Keinginan anak-anak Manokwari untuk mengecap pendidikan, kata dia, semakin kuat dengan hadirnya sekolah gratis di tengah-tengah mereka. 

Seorang ibu rumah tangga warga Kampung Goa Sepiana mengapresiasi sekolah gratis yang didirikan oleh Theresia.

"Di sini anak-anak sekolah gratis tidak bayar," tuturnya.

Sepiana mengaku sejak tinggal di kampung tersebut, anak-anaknya mulanya memang tidak sekolah.

Sebab jarak sekolah formal dengan tempat tinggal lumayan jauh.

Untuk menyekolahkan anak, mereka harus merogoh kantong membayar ojek yang harganya Rp 50.000 per hari. Kondisi anak-anak mereka yang seolah tak tersentuh pendidikan berubah sejak adanya sekolah gratis yang didirikan Theresia.

Yosta Saiba (21), ibu rumah tangga di Kampung Rao-rao menjelaskan, penduduk setempat mengandalkan hasil kebun untuk hidup.

Penghasilan yang pas-pasan membuat pendidikan bagi anak-anak bukan lagi prioritas.

"Saya dan suami saya sehari-hari berkebun, kalau hasil kebun banyak kita jual di pasar, kalau tidak kita makan saja, awalnya bagi kami menyekolahkan anak-anak itu hal yang kami tidak pikirkan," ucapnya.

Sementara seorang guru TK Sowi Indah, Dina mengaku mendapatkan honor Rp 750.000 setiap bulan dari mengajar anak-anak. Pendapatannya itu ternyata merupakan uang yang disisihkan oleh Theresia dari gajinya sebagai dosen.

"Iya kami diupah satu bulan Rp 750.000," tutur Dina.

Dina mengaku tidak mempersoalkan besaran upah yang dia terima. Baginya kerja yang ia geluti saat ini adalah bentuk pengabdian demi pendidikan generasi muda, khususnya di Manokwari.

https://regional.kompas.com/read/2023/06/26/102837378/kisah-theresia-ngutra-dosen-yang-relakan-gajinya-untuk-dirikan-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke