Salin Artikel

Perjuangkan Anaknya yang Diduga Dipukuli Senior di Sekolah Pelayaran Semarang, Yoka: Saya Tidak Takut

SEMARANG, KOMPAS.com - Yoka, orangtua taruna berinisial MG (19) yang diduga menjadi korban kekerasan di kampus pelayaran milik pemerintah di Kota Semarang, Jawa Tengah suaranya bergetar saat menceritakan anaknya yang menjadi korban kekerasan. 

Sejak buka suara kepada media, nomor Yoka diteror nomor misterius. Nomor tersebut mengirimkan pesan WhatsApp yang meminta agar korban dugaan penganiayaan berinisial MG (19) dimasukkan ke sekolah perawat. 

"Kami mau sampaikan kepada yang mengancam kami. Sampai detik ini, sampai saat ini handphone saya banyak masuk ancaman-ancaman. Baik di medsos maupun di HP saya dan meminta berteman di media sosial saya," jelasnya melalui aplikasi zoom, Rabu (21/6/2023).

Meski banyak teror yang masuk di handphonenya, dia mengaku tidak pernah takut. Apalagi, lanjutnya, dia merasa tidak melakukan tindakan kejahatan kepada siapapun. 

"Saya tak pernah takut, saya dan keluarga tak pernah takut karena kami tak melakukan kejahatan. Kami bukan melakukan hal yang buruk kepada kalian," kata Yoka. 

Apa yang dilakukannya hanya untuk memperjuangkan agar anaknya bisa selamat dan menempuh pendidikan yang diinginkan. 

"Kami sebagai orangtua hanya ingin memperjuangkan keselamatan anak kami," ujarnya. 

Dia menjelaskan, keluarga korban dari awal berniat untuk memutuskan rantai kekerasan yang ada di sekolah pelayaran tersebut. Hal itulah yang membuat keluarga menunda kasus pidana kekerasan terhadap anaknya. 

"Makanya kita tak mau pelaku dipenjara. Selama ini pelaku dipenjara namun kekerasan masih terjadi," paparnya. 

Untuk itu, Yoka meminta agar sekolah kedinasan di bawah Kementerian Perhubungan untuk mematuhi aturan yang sudah diterapkan. Menurutnya, semua aturan soal larangan kekerasan sudah ada di buku saku taruna. 

"Kami mohon stop doktrin kekerasan," imbuh Yoka. 

Dewan eksekutor 

Pada awalnya, Tim Dekor mempunyai tugas untuk dekorasi kapal. Namun, sudah menjadi rahasia umum di antara para taruna jika Tim Dekor merupakan Dewan Eksekutor. 

Infomasi yang dia dapatkan, Tim Dekor cukup dihormati di antara para taruna di kampus pelayaran pelat merah tersebut. 

Anggota Dewan Eksekutor inilah yang diduga menjadi pelaku penganiayaan yang menyebabkan MG mengalami beberapa luka hingga kencing darah. 

Sekitar 24 Oktober 2022 Yoka baru mengetahui jika MG mendapat kekerasan oleh pembina, pengasuh dan taruna senior di kampus pelayaran tersebut. Selain itu, korban juga dipaksa bergabung dengan Tim Dekor. 

"Korban telah menjadi target operasi atau TO oleh taruna senior," jelasnya melalui sambungan telepon beberapa waktu yang lalu. 

Mendengar kabar tersebut, pada Minggu 30 Oktober 2022 Yoka dari Jakarta menyusul korban di sekolah pelayaran tersebut. Karena sesampai di Kota Semarang sudah larut malam, Yoka memutuskan pergi menyusul korban satu hari setelahnya. 

"Pada 31 Oktober 2022 kami tiba kampus pelayaran Semarang sekitar pukul 11.00 WIB," kata dia. 

Yoka akhirnya bisa bertemu dengan tiga pejabat kampus pelayaran tersebut yang menjabat sebagai direktur, direktur 3 dan Kapusbangkataris. 

Pada pertemuan tersebut, Yoka telah menyampaikan jika anaknya menjadi korban kekerasan. Selain itu, orangtua korban juga menyampaikan jika anaknya akan menjadi target perpeloncoan berupa tindakan kekerasan. 

"Dalam pertemuan tersebut, selain memberikan masukan, kami juga memberikan bukti penganiyaan," ungkap Yoka. 

Merasa lega karena sudah bertemu dengan para pejabat kampus pelayaran tersebut, Yoka memutuskan pulang ke Jakarta pada Rabu 2 November 2022. Namun, selang dua hari korban kembali mendapatkan kekerasan. 

"Pada saat jam ibadah kira-kira saat waktu Isya, korban di ruang ibadah lantai 3 bersama beberapa teman Kristiani, seniornya membuka pintu dan memanggilnya. Karena kentalnya doktrin senioritas, korban mengikuti senior tersebut," katanya.

Setelah masuk ruangan gym korban melihat 6 orang teman angkatan 59 serta 7 seniornya sudah berkumpul. Di situ juga terdapat hidangan kue dan minuman. 

"Korban sadar berarti ini gilirannya untuk “diacarakan” (dianiaya). Selanjutnya setelah diberi martabak dan didoktrin “kamu kuat” oleh taruna senior, berulang-ulang korban dipukuli secara bergiliran dengan disaksikan 5 orang teman-teman angkatan 59," ujar Yoka. 

Di lokasi yang sama, korban dipukuli oleh 7 seniornya angkatan 58. Masing-masing senior melakukan pukulan sebanyak 5 kali di area perut secara bergantian, dan diakhiri dengan pemukulan di ulu hati sebanyak 4 sampai 5 kali. 

"Pemukulan yang diarahkan di ulu hati dilakukan disertai dengan penggunaan 2 jari, yaitu jari telunjuk dan tengah, yang ditekuk dan dikuatkan," paparnya.

Berdasarkan keterangan MG,  hampir 3 kali tidak bisa bernafas dan matanya sempat terasa gelap. Pada pukulan terakhir oleh taruna senior, korban dipukul sampai terjengkang. 

"Pemukulan diawali oleh ketua kelompok Tim Dekor, diikuti yang lain bergantian, dan selanjutnya diakhiri oleh ketua kelompok Tim Dekor," imbuh dia. 

Kondisi korban

Pendamping korban dari LBH Semarang, Iqnatius Radit mengatakan, korban saat ini sedang trauma karena belum genap satu tahun mengikuti pendidikan sudah menjadi korban kekerasan fisik sebanyak tiga kali. 

"Pada 9 Oktober 2022 korban mengalami pemukulan di kepala dan tendangan di tulang kering oleh pembina dan pengasuh," jelas Radit saat dikonfirmasi.

Setelah itu, pada 23 Oktober 2022 korban kembali menjadi korban kekerasan berupa pemukulan kepala bagian belakang sebanyak 10 kali yang dilakukan oleh asisten aktivitas. 

"Pada Rabu 21 November 2022 korban kembali mendapatkan penganiyaan fisik. Dipukul 40 kali bagian perut, termasuk ulu hati," ujar diam.

Radit telah melaporkan kejadian tersebut ke beberapa lembaga seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Kita juga sudah lapor ke Polda Jawa Tengah," ujar dia. 

Informasi yang dia dapatkan, di kampus pelat merah tersebut ada doktrin dimana taruna yang mendapatkan kekerasan fisik tidak boleh lapor dan dianggap banci jika hal itu terjadi. 

"Ada doktrin bahwa kekerasan di sana untuk memupuk mental. Tidak boleh lapor-lapor. Kalau ada yang lapor, ada yang kena sanksi fisik, lalu dihujat dengan sebutan banci," ungkap Radit.

Dalam kasus dugaan penganiayaan tersebut, Kompas.com sudah mencoba untuk klarifikasi kepada petinggi kampus pelayaran milik pemerintah tersebut seperti Pembantu Direktur 3  Bidang Ketarunaan, Anugerah Prasetyo dan Ketua Pusat Penjamin Mutu Andy Wahyu. 

Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban dari keduanya.

https://regional.kompas.com/read/2023/06/21/203352078/perjuangkan-anaknya-yang-diduga-dipukuli-senior-di-sekolah-pelayaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke