Salin Artikel

Cerita Disabilitas di Sikka Sukses Olah Kelor Jadi Teh Aneka Varian

Belakangan, kelor justru menjadi peluang untuk diolah menjadi produk untuk peningkatan ekonomi dan kesehatan. Salah satu inisiator adalah Wenefrida Efodia Susilowati (51).

Wanita yang kerap disapa Susi ini merintis usaha pengolahan daun kelor di sebuah homestay bersama Komunitas Disabilitas Merdeka Maumere.

“Tahun 2015 kami ketemu Pak Presiden Joko Widodo. Beliau menyampaikan untuk tanam pohon kelor. Dari situ kami coba olah,” kata Susi di Maumere, Kamis (27/4/2023).

Awalnya, Susi dan teman-teman disabilitas hanya mampu membuat satu jenis produk. Mereka kesulitan dalam pemasaran lantaran kurangnya pengetahuan dan alat memproduksi olahan kelor.

Berkat kunjungan Mensos Risma

Beruntung, mereka bertemu Menteri Sosial Tri Rismaharini saat kunjungan kerja dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila di Kabupaten Ende pada Juni 2022.

Setelah pertemuan itu, kenang Susi, mereka mengirim surat kepada Mensos, salah satunya minta keadilan penerapan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 yang memperkerjakan paling sedikit satu persen penyandang disabilitas.

Tak lama kemudian, Susi mengaku komunitasnya didatangi Tim Kementerian Sosial dari Sentra Efata Kupang yang melakukan asesmen.

Selanjutnya sebanyak 20 disabilitas menerima pelatihan yang dilaksanakan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Yogyakarta menggandeng LPK Karya Misi Keuskupan Maumere dan bekerja sama dengan Dinas Sosial Sikka. Pelatihan ini berlangsung pada 15 - 17 Agustus 2022.

Pelatihan berfokus pada teknik membuat teh dari olahan daun kelor. Peserta juga mendapat teori tentang manfaat daun kelor, pembukuan usaha, dan membuat olahan kue daun kelor.

Selain itu, mendapat coaching dari Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA) untuk meningkatkan nilai jual produk.

“Pertengahan Agustus 2022 ada pelatihan dari PENA tentang packaging, pemasaran, serta cara membuat foto. Kayak angle mana yang harus diambil,” ucapnya.

Susi melanjutkan, pada Oktober 2022, masing-masing peserta pelatihan menerima paket bantuan atensi kewirausahaan dari Sentra Efata Kupang. Paket ini berupa alat dan bahan untuk memproduksi olahan kelor.

Sedangkan bantuan tahap kedua merupakan bantuan kelompok yang terdiri dari oven, kipas angin, termos nasi, kompor dan tabung gas dengan nilai bantuan Rp20 juta.

Setelah dilatih dan diberi bantuan mereka akhirnya mampu memproduksi berbagai jenis olahan daun kelor. Tim bentukan Susi yang beranggotakan enam orang penyandang disabilitas mampu memproduksi lima jenis produk kelor.

“Ada teh bubuk kelor, teh celup, teh daun kelor, minuman sehat daun kelor, dan kapsul,” katanya.

Produk tim besutan Susi diberi nama Moringa Left Hand atau Kelor Tangan Kiri dan dijual dengan harga beragam.

Teh bubuk kelor dijual dengan harga Rp 50.000-Rp100.000, teh celup Rp 20.000-Rp 40.000, teh daun kelor Rp 25.000-Rp 50.000, dan minuman sehat campuran daun kelor, jahe, dan jeruk dijual dengan harga Rp 100.000.

“Kami juga sedang memproses izin untuk produk kapsul,” katanya.

Dapat pesanan dari sejumlah daerah di Jawa

Menariknya, ungkap Susi, saat kunjungan kerja Mensos Risma ke Sikka pada Februari 2023 lalu, Risma mempromosikan produk olahan daun kelor karya Tim Kelor Disabilitas Merdeka Maumere.

Bahkan saat itu, Risma mengaku, ia aktif mengonsumsi teh kelor karena mengandung antioksidan tinggi.

Risma pun merekomendasikan masyarakat untuk rutin menyantap olahan kelor dan dapat membeli produk kelor dari Tim Kelor Disabilitas Merdeka Maumere.

“Setelah dipromosikan Ibu Menteri, kami dapat banyak pesanan dari pulau Jawa. Dari Surabaya, Bandung, Jakarta, dan dari daerah lain,” ucapnya.

Susi mengatakan, produk Moringa Left Hand tidak hanya diminati oleh masyarakat di dalam negeri, namun wisatawan asing. Ada dari Belanda, Amerika, Inggris, dan beberapa negara lain.

Baginya, produksi kelor oleh penyandang disabilitas tidak hanya soal usaha meningkatkan kesejahteraan, tapi pada peran penyandang disabilitas dalam menciptakan produk kesehatan yang diminati dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

“Melalui daun kelor, kami telah ikut serta berbagi kesehatan dengan masyarakat dunia,” katanya.

Susi mengatakan banyak penyandang disabilitas tidak mendapat pendidikan yang layak sehingga mereka tidak memiliki ketrampilan untuk bekerja. Kondisi ini memaksa mereka berdiam diri di rumah dan dianggap beban keluarga.

Menurutnya, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan semangat inklusi yang sedang digalakkan. Oleh sebab itu, Susi menilai, pelatihan dan bantuan kewirausahaan dari Kemensos seperti angin segar yang membawa harapan bagi terciptanya inklusifitas.

Dari sisi sosial, mereka merasa bangga karena mampu mandiri dan berdaya, dan yang paling penting adalah terlepas dari belas kasih orang lain.

Peserta pelatihan lainnya Yosefina Noeng (62) mengungkapkan hal senada. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Kemensos yang telah membantu kelompok disabilitas di Maumere.

“Saya berterima kasih kepada Ibu Menteri sudah kasih kami peluang untuk pelatihan kelor, dengan alat-alat yang dikasih kami pergunakan, semoga dengan adanya barang-barang ini kami harus lebih maju lagi,” ujarnya.

Selama ini, Yosefina mengaku, hanya mengolah daun kelor menjadi bubur dan sayur bening karena kurangnya informasi tentang manfaat daun kelor.

Namun setelah mendapatkan pelatihan dan teori tentang daun kelor, ia menyadari bahwa kelor memiliki segudang manfaat yang bisa diolah menjadi produk bernilai jual tinggi.

“Memang saya ada kekurangan, tapi saya mau bekerja, supaya kita itu jangan terlalu mengharapkan dari bantuan. Kami harus menunjukkan kami punya karya,” ucap wanita yang akrab disapa Mama Yosef ini.

https://regional.kompas.com/read/2023/04/27/143958778/cerita-disabilitas-di-sikka-sukses-olah-kelor-jadi-teh-aneka-varian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke