Salin Artikel

Mengenal 13 Tradisi Syawalan di Indonesia dan Tujuannya, Salah Satunya Grebeg Syawal

KOMPAS.com - Tradisi Syawalan dilakukan pada bulan syawal pada masyarakat di sejumlah daerah.

Tradisi Syawalan atau Lebaran Ketupat merupakan salah satu bentuk rasa syukur untuk mengakhiri bulan Ramadhan maupun puasa syawal.

Syawalan berasal dari bahasa Arab "Syawal" yang mendapat akhiran "an" sehingga menjadi Syawalan.

Sejumlah daerah mengelar Syawalan dengan beragam tradisi yang pada umumnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Berikut ini adalah beberapa tradisi Syawalan di Indonesia

Tradisi Syawalan di Indonesia

1.Hias Perahu di Pasuruan

Masyarakat Pasuruan, Jawa Timur, selalu menyambut Lebaran Ketupat dengan meriah.

Ada tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu berparahu di sepanjang pesisir Lekok, Pasuruan.

Perahu akan tampil berbeda pada tradisi Syawalan, yakni penuh hiasanya dengan rumbai-rumbai dan bendera berwarna-warni.

Perayaan lainnya berupa tarik tambang, tari nelayan, dan skilot atau ski di atas lumpur.

2. Sesaji Rewanda

Sesaji Rewanda dilakukan oleh masyarakat Talun Kacang, Kelurahan Kandri, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Sesaji yang dilakukan pada tanggal 3 Syawal tersebut sebagai bentuk wujud syukur kepaada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan, berkah, dan rezeki.

Cara penyampaian sesaji dengan memberi makan kera ekor panjang, penghuni Goa Kreo.

Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat, kera ekor panjang Goa Kreo membantu Sunan Kalijaga yang mengambil kayu di hutan untuk membangun Masjid Agung Demak.

3. Tradisi Ketupat Tauge atau Ketupat Jembut

Tradisi ketupat tauge atau ketupat jembut adalah bagi-bagi ketupat yang berisi tauge menyerupai rumput.

Perayaan yang berlangsung secara turun-temurun ini dilakukan seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri di Kota Semarang.

Perayaan biasanya diawali dengan pesta petasan selepas subuh, tradisi ini selalu dinanti-nanti oleh anak-anak yang berebut ketupat dan juga uang yang dibagikan oleh masyarakat.

Ketupat tauge memiliki ciri khas berupa rasanya yang kuat karena telah diberi bumbu saat pengolahan, sehingga ketupat dapat langsung dimakan tanpa ditambah sayur lainnya.

Terater merupakan Lebaran Ketupat yang dilakukan tidak pada tanggal 1 Syawal melainkan 7 Syawal setelah selesai melaksanakan puasa sunah Syawal.

Tradisi Syawal masyarakat Madura ini dilakukan dengan memasak ketupat dan opor ayam atau ayam goreng.

Menu Lebaran Ketupat dan opor ayam tersebut tidak langsung disantap melainkan dibawa ke masjid atau mushola.

Setelah makanan terkumpul, masyarakat biasanya shalat jamaah di masjid atau mushola dilanjutkan dengan doa bersama. Usai berdoa, makanan disajikan kepada yang membaca doa.

Ritual yang terus dipelihara ini merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan melanjutkan puasa selama enam hari setelah puasa Ramadhan.

Tradisi tersebut tetap digelar meskipun tidak semua warga mampu melanjutkan puasa selama enam hari.

Makanan juga dibagikan kepada masyarakat miskin, orang jompo, dan janda tua yang tidak mampu memasak ketupat dan opor.

5. Ziarah Ulama Kendal

Tradisi Syawalan di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, dilakukan seminggu setelah lebaran di setiap tahunnya.

Tujuan tradisi Syawalan tersebut untuk mendoakan para ulama yang telah menyebarkan agama Islam di wilayah Kendal, Jawa tengah, salah satunya KH Asyari atau yang dikenal dengan sebutan Kiai Guru.

Komplek Jabal Kaliwungu banyak terdapat makam wali, sehingga banyak masyarakat Kendal maupun dari luar kota yang datang untuk mendoakan para wali di tempat itu.

Tradisi Syawalan telah berlangsung ratusan tahun yang masih dilakukan hingga saat ini.

6. Lopis Raksasa di Pekalongan

Lopis Raksasa merupakan tradisi Syawalan di Krapyak, utara Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Tradisi Syawalan tersebut dilakukan pada 8 Syawal.

Lopis raksasa dengan tinggi 2 meter, diameter 1,5 meter, dan berat mencapai 225 kilogram ini akan menjadi rabutan pengunjung untuk mendapatkan berkah.

Tujuan pembuatan lopis tersebut sesuai dengan sifat lopis yang lengket, yaitu untuk mempererat silaturahmi masyarakat Krapyak dan sekitarnya.

Grebeg Syawal digelar setiap 1 Syawal atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri.

Tradisi Syawalan tersebut merupakan upacara adat secara turun-temurun di lingkungan Keraton Yogyakarta.

Grebeg Syawal merupakan tujuh gunungan yang berisi hasil bumi yang diiringi oleh pasukan berkuda Keraton Yogyakarta.

Gunungan diarak dari pagelaran keraton menuju halaman Masjid Agung (Masjid gedhe) di Kauman yang berjarak sekitar satu kilometer.

Di masjid, gunungan akan didoakan oleh Kyai Penghulu yang diikuti oleh ulama keraton dan abdi dalem dengan memanjatkan doa kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran, dan keselamatan keluarga Sultan dan rakyat pada umumnya.

Setelah di doakan, gunungan akan diperebutkan oleh masyarakat yag tidak hanya ingin mendapatkan makanannya melainkan juga keberkahan serta manfaat hasil bumi.

8. Grebeg Syawal Solo

Grebeg Syawalan Solo diadakan oleh Keraton Kasunanan Surakarta setiap tahun.

Tradisi Grebeg syawalan tersebut disimbolkan dengan dua gunungan, yang akan diperebutkan pada akhir acara oleh masyarakat.

Gunungan pertama berbentuk runcing, seperti tumpeng. Bentuk gunung tersebut melambangkan lingga yang disebut gunungan jaler (laki-laki).

Gunungan pertama berisi berbagai hasil bumi, seperti kacang panjang, cabe merah besar, wortel, tebu, telur asin, klenyem (terbuat dari singkong yang diisi gula Jawa). Pada bagian bawah berisi tumpeng nasi putih dan lauk-pauk.

Gunungan kedua berbentuk tumpul seperti kubah. Bentuk gunungan tersebut melambangkan yoni yang disebut gunungan Estri (perempuan).

Berbeda dari gunungan pertama, gunungan kedua berisi renggingan mentah yang ditusuk dengan bilah bambu. Pada bagian bawah berisi nasi dan lauk pauk.

Kedua gunungan tersebut merupakan simbol raja beserta kawula dan abdi dalem yang telah berhasil menyelesaikan ibadah puasa selam satu bulan penuh.

Tradisi Grebeg Syawalan merupakan tradisi turun temurun dari Sultan Agung sejak zaman Kerajaan Mataram.

9. Grebeg Syawal Cirebon

Berbeda dengan Grebeg Syawal di Yogyakarta dan Solo yang menghadirkan gunungan berisi hasil bumi.

Grebeg Syawal di Cirebon merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah atas kemenangan melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan.

Grebeg syawal di Cirebon berupa tradisi ziarah kepada para leluhur Cirebon yang telah menyiarkan agama Islam, terutama Sunan Gunung Jati, Pangeran Walangsungsang, dan Sultan-sultan Kanoman yang telah wafat dan dikuburkan di Astana Gunung Sembung.

Tradisi ziarah yang telah berlangsung beberapa abad ini dipimpim Patih Keraton Kanoman. Ziarah juga untuk menjaga silaturahmi keraton dengan masyarakat luas.

10. Tradisi Bancaan di Kampung Singaraja Bali

Tradisi Bancaan merupakan tradisi perayaan Idul Fitri di masyarakat Kampung Jawa di Singaraja, Bali. Tradisi Bancaan dilakukan setelah selesai Shalat Ied.

Bancaan merupakan tradisi makan bersama yang telah digelar sejak ratusan tahun yang lalu.

Tradisi tersebut merupkan simbol antar umat beragama yang saling menghormati.

Dahulu Bancaan digunakan sebegai perekat silaturahmi masyarakat Kampung Jawa dan Kerajaan Buleleng.

Kini, tradisi Bancaan dilestarikan sebagai warisan budaya.

11. Barong Ider Bumi Banyuwangi

Barong ider merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten banyuwangi, Jawa Timur.

Tradisi tersebut dilakukan setiap tanggal 2 Syawal atau lebaran kedua.

Tanggap pelaksanaan merupakan simbol ciptaan Tuhan yang berpasang-pasangan, seperti laki-laki dan perempuan maupun ada siang dan malam.

Pada saat perayaan, masyarakat menggunakan mitologi Bali dan Jawa yang berupa Barong, tujuannya untuk mengusir bencana atau menolak bala sehingga masyarakat hidup aman dan tentram.

12. Lebaran Topat di Lombok

Lebaran topat merupakan tradisi Syawalan di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tradisi Lebaran Topat diisi dengan Nyangkar.

Nyangkar merupakan tradisi turun-temurun suku Sasak dalam merayakan Syawalan. Perayaan berupa pawai cidomo yang merupakan kereta kuda khas Lombok.

Cidomo diisi dengan ketupat yang diangkut menuju perayaan Nyangkar di Makam Loang Balog.

Tradisi Sekura merupakan pesta topeng yang dilakukan pada bulan Syawal, saat Idul Fitri, di Lampung Barat, Provinsi Lampung.

Pesta Sekura adalah kegiatan pesta rakyat secara turun temurun yang dilakukan hingga sepekan.

Peserta Pesta Sekura merupakan seluruh masyarakat baik tua, muda, dan anak-anak, dimana kegiatan dilakukan secara bergantian dari pekon (kampung satu ke pekon lainnya secara bergantian.

Tujuan Pesta Sekura adalah untuk ajang silaturahmi masyarakat Lampung Barat dan tontonan yang menghibur.

Terdapat dua Sekura, yaitu Sekura Kamak dan Sekura Betik.

Secara fisik, Sekura Kamak terlihat berantakan dan tidak rapi. Topeng Sekura Kamak terbuat dari kayu, serabut yang sudah tua, terkadang menggunakan sobekan kain untuk menutupi wajah dengan pakaian berantakan dan potongan ranting di badan.

Sebaliknya, Sekura Betik terlihat bersih dan rapi dengan pakaian menutup badan.

Pada pelaksanaannya, karakter Sekura akan mengikuti karater kehidupan manusia sesuai topeng yang digunakan.

Penulis: Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman| Editor: Inten Esti Pratiwi, Farid Assifa

Sumber:

warisanbudaya.kemdikbud.go.id

www.kompas.tv

regional.kompas.com

jateng.nu.or.id

www.menpan.go.id

belitung.tribunnews.com

www.antaranews.com

https://regional.kompas.com/read/2023/04/17/231111278/mengenal-13-tradisi-syawalan-di-indonesia-dan-tujuannya-salah-satunya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke