Salin Artikel

Saat Siswi SMP di Sumbawa Pilih Bolos Sekolah karena Menstruasi...

SUMBAWA, KOMPAS.com - Ada kisah unik para gadis remaja di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Mereka enggan pergi ke sekolah saat menstruasi karena terbatasnya fasilitas sanitasi yang aman dan nyaman. AKhirnya mereka memilih bolos.

Fenomena itu seperti yang terjadi pada siswi SMPN 2 Lopok, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Peserta didik perempuan memilih tidak masuk sekolah ketika menstruasi.

"Awalnya, banyak murid yang izin pulang ke rumah saat menstruasi. Ada juga yang tidak mau sekolah," ungkap guru pembina Unit Kesehatan Sekolah (UKS), Sholifah, Rabu (12/4/2023).

Sebagai guru pembina UKS, salah satu tugas Sholifah adalah mendampingi murid perempuan yang sedang mengalami menstruasi.

Ia menyadari betapa tabu pada awalnya di sekolah itu ketika membahas persoalan edukasi kesehatan menstruasmi karena masih dianggap sebagai suatu hal yang disembunyikan, bahkan di lingkungan rumah.

Menurut Sholifah, tantangan utama dalam membahas kesehatan menstruasi pada remaja adalah karena tidak semua orang tua memberikan informasi kepada anaknya terkait menstruasi sejak dini.

Hal ini ikut memengaruhi bagaimana anak sungkan untuk mendiskusikan isu ini di sekolah atau dengan teman sebaya.

Sejumlah remaja perempuan harus menghadapi menstruasi dengan kebingungan, terlebih saat menstruasi di sekolah.

Kurangnya pengetahuan dan fasilitas ikut mendorong murid perempuan memilih pulang dan tidak melanjutkan kegiatan pembelajaran saat menstruasi.

Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) menjadi fokus perhatian setelah sekolah ini menjadi salah satu dari delapan sekolah dampingan.

Melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) berkesetaraan gender dan menerapkan inklusi sosial (GESI) didukung Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) di Kabupaten Sumbawa pada awal 2020.

Awalnya, untuk memastikan hak-hak anak atas kesehatan fisik dan mental, Plan Indonesia pada 2018 melakukan penelitian terkait MKM pada remaja usia SD dan SMP di Jakarta, NTT, dan NTB.

Hasil riset menyebutkan, sebanyak 79 persen anak perempuan tidak pernah mengganti pembalut di sekolah karena sekolah tidak memiliki toilet terpisah dan memilih untuk pulang.

Hal ini menyebabkan mereka kehilangan waktu belajar dibandingkan yang lain.

Sebanyak 39 persen murid perempuan juga menyatakan pernah diejek temannya saat menstruasi. Kemudian, sebanyak 63 persen orangtua perempuan tidak pernah menjelaskan tentang menstruasi.

Melihat kebutuhan fasilitas sanitasi layak bagi remaja perempuan, Plan Indonesia melalui program Water for Women dan SMPN 2 Lopok pun menganggarkan.

Selain itu, demi mendorong agar isu menstruasi tidak tabu lagi, pihak sekolah, termasuk Sholifah, melakukan sosialisasi dan pemicuan STBM GESI dan MKM pada semua warga sekolah. Progres pemicuan ini juga dipantau secara berkala.

“Setelah dilakukan pemicuan, warga sekolah, termasuk murid dan orang tua, jadi lebih peduli dan berempati pada isu manajemen kebersihan menstruasi,” ujar Sholifa.

Sekarang, menstruasi tidak tabu lagi di sekolah tersebut. Semua perlengkapan menstruasi bagi kebutuhan remaja perempuan juga tersedia lengkap di toilet inklusif sekolah.

Mereka kini bisa mengakses pembalut secara gratis, handuk bersih, kertas bekas, sabun cuci tangan, tisu, cermin, lemari, hingga bak sampah.

Tidak berhenti di sini, untuk keberlanjutan program juga sudah dianggarkan melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS), sehingga sanitasi layak tetap terus diterima oleh warga SMPN 2 Lopok.

Sholifah menilai, dengan segala upaya dan dukungan yang sudah dilakukan, sekarang remaja perempuan merasa lebih nyaman dan aman saat menstruasi di sekolah.

Dukungan kebijakan sanitasi di sekolah

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa, Junaedi, mengatakan, pemerintah berkomitmen akan lebih memperhatikan sanitasi sekolah dan manajemen kebersihan menstruasi.

Menurutnya, pendidik sebaya dan guru pembina UKS berperan penting dalam menepis tabu terkait menstruasi.

"Kami melalui petugas sanitarian puskesmas rutin turun ke sekolah untuk melihat bagaimana perkembangan kesehatan remaja dan manajemen menstruasi," kata Junaedi Rabu (12/4/2023).

"Butuh proses untuk wujudkan toilet inklusif di semua jenjang sekolah," demikian pungkas Junaedi.

https://regional.kompas.com/read/2023/04/13/083727478/saat-siswi-smp-di-sumbawa-pilih-bolos-sekolah-karena-menstruasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke