Salin Artikel

Cerita Gus Tanto, Dirikan Pesantren bagi Preman dan Mantan Napi di Semarang, Pernah Nyaris Dibunuh

Merasa prihatin dengan situasi tersebut, KH. Muhammad Kuswanto atau yang akrab disapa Gus Tanto melakukan pendekatan pada sejumlah preman di kawasan itu.

Hingga pada 2004 berdirilah Pondok Pesantren Istigfar Tombo Ati di Jalan Perbalan, Purwosari, Semarang Utara.

Menyusup ke kelompok preman

Gus Tanto menceritakan, di tahun tersebut angka kriminalitas masih tinggi. Mereka yang kuat terus menindas yang lemah.

Di saat itu, Gus Tanto kerap menyusup ke tengah kelompok preman di sejumlah lokasi di Semarang. Tujuannya untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar.

Tak jarang para preman berniat jahat, mencoba melukai dan membunuh Gus Tanto menggunakan senjata tajam, namun hingga kini dirinya selalu selamat.

“Mereka penasaran, kok bisa, bahkan sampe diminta jadi gembong sama preman di Pulo Gadung, Jakarta. Tapi saya tolak,” beber Gus Tanto saat ditemui usai tadarus di pondok pesantrennya, Jumat (24/3/2023) malam.

Perlahan, sikap para preman mulai berbalik. Mereka yang dulu benci perlahan justru berguru pada Gus Tanto. Para preman bahkan bersedia mendalami ilmu agama.

Gus Tanto menegaskan, tak peduli sebesar apa pun dosa dan kesalahan yang diperbuat, seseorang selalu memiliki kesempatan bertobat dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik.

“Inti ajaran saya ke santri itu, bagaimana caranya bisa bermanfaat utamanya bagi diri sendiri, lalu keluarga dan orang lain,” tegasnya.

Proses pertobatan ratusan santrinya tidak terjadi dalam waktu yang singkat.

Gus Tanto mengajarkan jika perubahan kecil dimulai melalui amalan dari diri sendiri.

Baru kemudian seseorang dapat mengajak keluarga dan lingkungan sekitarnya untuk sama-sama berbenah.

“Mereka di sini ada ratusan, mungkin kalau di total 300 lebih, tapi statusnya santri kalong, jadi enggak menetap di sini gitu. Datang saat ngaji dan mujahadah setiap malam Kamis,” tuturnya.

Berbagai latar belakang

Mayoritas santrinya merupakan warga Semarang. Namun sejumlah santri juga datang dari luar daerah seperti Demak, Ungaran, Salatiga, hingga Jakarta.

Dari preman, tukang mabuk, mantan narapidana yang kerap keluar masuk penjara, hingga mantan pembunuh, ia terima sebagai santri.

“Tujuan santri yang datang ke sini bermacam-macam, tapi yang pasti semuanya diterima,” ujarnya.

Gus Tanto juga mengajarkan santrinya menjalankan puasa Senin Kamis. Sehingga mereka belajar mengendalikan hawa nafsu. Kemudian melaksanakan khataman setiap 41 hari sekali.

“Begitu pun puasa Ramadhan. Allah menguji kejujuran kita. Karena orang jujur yang sejatinya disebut pemberani. Karena pemberani itu bukan orang yang kasar dan tega melakukan kejahatan. Tapi berani mengikuti kebenaran,” tuturnya.

Di samping mengurus pondok, Gus Tanto juga mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak pada sore hari.

Bahkan Gus Tanto memberikan uang Rp 5.000 bagi anak-anak yang bersedia shalat subuh di masjid.

“Ya itu untuk membiasakan mereka jemaah ke masjid, kalau udah dewasa udah sadar sendiri dan terbangun kebiasaannya,” lanjutnya.

Gus Tanto tak berhenti berharap, para santrinya benar-benar berhijrah dan menjadi pribadi yang jujur dan benar.

Dia juga berdoa agar para santri menemukan cahaya dalam diri masing-masing untuk selalu kembali ke jalan kebaikan.

https://regional.kompas.com/read/2023/03/25/091943178/cerita-gus-tanto-dirikan-pesantren-bagi-preman-dan-mantan-napi-di-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke