Salin Artikel

Benteng Fort de Kock, Jejak Belanda di Bukittinggi pada Masa Perang Paderi

KOMPAS.com - Benteng Fort de Kock adalah sebuah obyek wisata sejarah yang berada di Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat.

Lokasi Benteng Fort de Kock berada di Jalan Yos Sudarso, Benteng Pasar Atas, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi.

Benteng peninggalan zaman kolonial ini dibangun di atas Bukit Jirek dengan ketinggian 958 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Keberadaan Benteng Fort de Kock ternyata juga terkait dengan asal-usul Kota Bukittinggi dan peristiwa Perang Paderi.

Sejarah Benteng Fort de Kock

Dilansir dari laman sikamek.sumbarprov.go.id, Benteng Fort de Kock dibangun pada tahun 1826 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang dipimpin oleh Johann Heinrich Conrad Bauer.

Johann Heinrich Conrad Bauer adalah seorang kapten yang memimpin salah satu satuan pasukan tentara Hindia Belanda di wilayah pedalaman Sumatera Barat.

Pada awalnya benteng ini diberi nama Sterreschans yang memiliki arti benteng pelindung.Namun kemudian nama benteng ini diubah menjadi Fort de Kock yang merupakan nama lain dari Bukit Jirek.

Nama Benteng Fort de Kock didedikasikan kepada seorang Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang sekaligus Komandan Militer kala itu, Hendrik Merkus Baron de Kock.

Dibangun pada masa Perang Paderi (1803-1838), Pemerintah Hindia Belanda leluasa melakukan pembangunan Benteng Fort de Kock karena dimintai bantuan oleh Kaum Adat untuk mengalahkan Kaum Paderi.

Fungsi Benteng Fort de Kock adalah sebagai pertahanan bagi lima desa adat yang ada di sekitar bukit dari Perang Padri yang telah bergejolak selama satu dekade lebih.

Pada akhirnya Kaum Adat justru mengalami kerugian karena perang tersebut menyebabkan Kerajaan Pagaruyung menjadi runtuh.

Selain dapat leluasa membangun Benteng Fort de Kock di Bukittinggi , Pemerintah Hindia Belanda juga membangun Benteng Fort van der Capellen di Batusangkar.

Di sisi lain keberadaan Benteng Fort de Kock menjadi tanda bahwa Belanda telah menanamkan kekuasaan di wilayah Bukittinggi, Agam, dan Pasaman.

Seiring berjalannya waktu, Belanda juga mengambil alih 75 persen wilayah di daerah tersebut dan membangun kota baru yang dinamai Fort de Kock.

Setelah kemerdekaan nama kota Fort de Kock kemudian berganti nama menjadi Kota Bukittinggi.

Wisata di Benteng Fort de Kock

Kawasan Benteng Fort de Kock yang menjadi saksi bisu penjajahan Belanda atas Minangkabau kini tidak berbekas.

Benteng Fort de Kock hanya meninggalkan sisa-sisa parit dengan lebar sekitar tiga meter.

Selain bekas pondasi berbentuk persegi empat, terdapat juga bangunan bak air setinggi 20 meter yang masih tegak berdiri.

Delapan buah meriam besi juga masih terlihat terpasang di sekeliling area bekas benteng ini.

Pada salah satu meriam tersebut terdapat inskripsi yang menunjukkan angka tahun 1813.

Pemerintah setempat kemudian melakukan pemugaran di kawasan Benteng Fort de Kock dan diubah menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi City Park) dan Taman Burung Tropis (Tropical Bird Park).

Saat ini Benteng Fort de Kock berada di dalam kawasan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi.

Benteng ini berada di lokasi yang sama dengan Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang.

Sumber:
sikamek.sumbarprov.go.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
sumbar.kemenag.go.id  
padang.tribunnews.com 

https://regional.kompas.com/read/2023/02/27/192105378/benteng-fort-de-kock-jejak-belanda-di-bukittinggi-pada-masa-perang-paderi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke