Salin Artikel

Kisah Pemuda Kerinci Ikut Evakuasi Kapolda Jambi, 24 Jam Jalan Tak Henti dengan Kompas Alam

Setelah 53 jam, semua korban helikopter mendarat darurat, Minggu (19/2/2023) di bukit Tamiai, Kerinci, Jambi, akhirnya berhasil dievakuasi.

Evakuasi jalur udara senantiasa diganggu cuaca buruk, kabut tebal dan angin kencang.

Jalur darat ditempuh untuk melihat langsung kondisi Kapolda Jambi dan rombongan di lokasi jatuhnya helikopter.

"Kami berjalan 24 jam dipandu kompas alam. Saya terpanggil untuk menolong Kapolda," kata Robes, pemuda Desa Tamiai melalui sambungan telepon, Rabu (22/2/2023).

Robes dipercaya untuk memimpin regu tiga dengan jumlah 19 orang dari TNI-Polri, Basarnas dan warga lokal lainnya.

Rombongan ini mulai masuk hutan pada Minggu (19/2/2023) pukul 23.00 WIB malam.

Dia mengenal hutan, seperti mengenal anaknya sendiri. Begitu dekat dan terhubung kuat.

Namun keberadaan lokasi Kapolda begitu jauh dan tinggi ke bukit. Tak semua orang kampung menjelajah hutan itu.

Dalam belantara hutan, ada bukit maupun lembah yang memang 'terlarang' dimasuki.

Kompas alam menjadi penyelamat

Perjalanan tengah malam buta itu, menempuh hutan yang belum pernah dimasuki. Maka dia mengandalkan kompas alam, untuk bernavigasi di malam hari.

Setelah menempuh perjalanan 4 jam, dia sempat gamang karena kondisi hutan mulai asing.

"Titik koordinat arah mana?" Tanya Robes. "Arah utara" kata rekannya.

Setelah percakapan singkat itu, Robes meminta semua tim mematikan senter.

Lalu dia mendongak ke langit menembus dedaunan pohon-pohon; membaca mata angin dari nyala bintang.

Dari sana terlihat luhak (lembah) punggung bukit putus atau berjurang dan yang terhubung dengan bukit yang lain.

Kemudian untuk memperhatikan langkah saat mendaki bukit, berjalan jangan garis lurus, tapi zig-zag akan dapat mengamati bahaya dari atas kepala, terutama batu yang tiba-tiba menggelinding karena gerakan orang lain atau binatang yang berada di atas bukit.

Saat perjalanan kemarin, kata Robes dirinya membentuk dua tim, untuk mengamati bukit yang berlainan, kemudian janjian di puncak bukit gedang.

Tindakan terburu-buru dari kepala tim evakuasi, membuat kelompok yang dipimpin saudara Robes tersesat dua jam.

Dalam kondisi tersesat di hutan dan ingin pulang ke rumah maka ikutin luhak (lembah) yang tentunya nanti menuju sungai.

Dari sungai akan mengalir ke sungai yang lebih besar. Sungai besar tentunya akan banyak perkampungan.

Pantang larang dalam Hutan

Ketika berada dalam hutan, agar aman dari binatang buas maupun mahluk gaib penunggu hutan, maka pantang makan di tempat alat masak yang digunakan untuk masak.

Ia mencontohkan saat membakar ikan di dalam hutan, kita tidak boleh memakan ikan tersebut yang masih dalam tusuknya, harus dilepas ditaruh piring.

Apabila ini dilanggar akan mengundang mahluk halus, agar melakukan sesuatu yang buruk.

Ketika memotong ranting pohon untuk membuat api, misalnya jangan menggunakan lutut, karena itu mengundang datuk (harimau).

Larangan di hutan ini untuk bertanya. Misalkan mendengar suara auman harimau atau suara tertawa, jangan bertanya kepada orang lain. Diam dan waspadalah, karena tandanya hewan buas di sekitar kita.

Jangan memikirkan keluarga di rumah. Pikiran itu akan membebani diri, yang tentunya akan menyulitkan diri untuk terus berkonsentrasi dalam hutan.

Apabila masuk di hutan yang asing, maka harus bertanya kepada tokoh adat masyarakat lokal.

Setiap masyarakat itu memiliki kearifan, pantang larang sendiri-sendiri, yang berbeda setiap daerah. "Jangan dipandang remeh," kata Robes.


Robes menyayangkan perjalanannya harus surut ke belakang. Padahal sudah dekat dengan lokasi Kapolda Jambi. Dia telah mendengar teriakan-teriakan.

Kala Robes tengah bersemangat menuju teriakan-teriakan dari titik koordinat helikopter jatuh, Kapolsek Sungai Manau Iptu Mulyono yang memimpin regu evakuasi, meminta mundur.

Dia cuma mengatakan misi sudah selesai. Setelah mengatakan itu, suara heli menderu di atas kepala menuju titik koordinat.

"Logistik sudah diantar heli. Tim jalur darat lain juga sudah sampai. Makanya Pak Kapolsek mengajak kita mundur," kata Robes.

Tim yang sampai lebih dulu di lokasi Kapolda memang berangkat sejak Minggu (19/2/2023) 13.00 WIB. Sementara kelompok Robes, baru bergerak 10 jam kemudian.

"Sekarang bukan perkara siapa yang menemukan Pak Kapolda terlebih dahulu. Ini tentang usaha kita menjaga nyawa diri sendiri di tengah hutan, untuk menyelamatkan nyawa orang lain," kata Robes.

Sebenarnya pemuda Tamiai ini kesal dengan keputusan untuk mundur, padahal sedikit lagi sampai. Robes merasa menjadi perjalanan sia-sia.

"Ya seperti sia-sia. Niatnya mau nolong Pak Kapolda. Setelah dengar suara dari lokasinya, eh harus mundur," kata Robes.

Setelah berjalan 24 jam dalam hutan, tiba di rumah pukul 23.00 WIB malam tadi. Kaki Robes kaku seperti robot, sulit bergerak.

Meskipun kecewa tidak bertemu Kapolda, setidaknya Robes telah memiliki niat untuk membantunya. 

Selain itu dia jadi memiliki pengalaman memimpin 16 orang di dalam hutan dalam perjalanan malam maupun siang.

"Semoga Pak Kapolda cepat sembuh," tutup Robes.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/22/105312778/kisah-pemuda-kerinci-ikut-evakuasi-kapolda-jambi-24-jam-jalan-tak-henti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke