Salin Artikel

Sirih Pinang dan Kearifan Warga Lokal yang Terlewatkan Tim Evakuasi Kapolda Jambi

Sementara di kaki Bukit Tamiai kabut yang lebih tebal merambat.

Di puncak Bukit Tamiai merupakan lokasi mendarat darurat helikopter yang ditumpangi rombongan Kapolda Jambi Irjen Pol Rusdi Hartono.

Proses evakuasi sejak Minggu (19/2/2023) pagi sudah berlangsung selama 48 jam.

"Kita tidak mau merintangi evakuasi dan semoga proses evakuasi hari ini berjalan lancar, tapi ada yang terlewatkan dari evakuasi ini," kata Depati Muara Langkap, Mukhri Soni melalui sambungan telepon, Selasa (21/2/2023).

Kondisi darurat disadarinya memang kadang membuat tindakan harus cepat, termasuk menggunakan teknologi GPS, yang memotong jalur sehingga jarak dan waktu perjalanan bisa lebih singkat.

"Ada larang pantang yang dilanggar. Renah Si Hijau dan Gunung Betuah itu terlarang dimasuki sembarang orang," kata Datuk Soni, sapaan Mukhri Soni.

Seharusnya jalur heli itu cukup mengikuti alur sungai Batang Merangin. Namun ini sudah terlalu jauh ke kiri.

"Jarang heli atau pesawat yang selamat melintas di atas Gunung Batuah dan Renah Si Hijau," kata dia lagi.


Untuk itu, tim evakuasi seharusnya memuliakan kearifan leluhur dengan menghormati alam dan tanah sekitar yang berhutan dan berbukit.

"Secara adat seharusnya minta tolong ke kami Depati Muaro Langkap, melalui sirih sekapur," kata dia.

Sirih sekapur atau pinang ini bermakna minta izin, minta dimudahkan.

Setelah bertemu dengan penguasa wilayah adat, maka depati sebagai perantara yang meminta hajat, berkomunikasi dengan seluruh lapis mahluk hidup yang berada bukit, lokasi helikopter mendarat darurat.

"Tidak banyak, ini sebagai tanda kita menghormati alam raya seperti membawa sirih selembar, pinang. Ya selayaknya seperti sirih orang mengundang," kata Datuk Soni.

"Kita kasihan pada petinggi yang tersandera cuaca buruk," katanya lagi.

Budayawan Jambi, Nukman menuturkan, masyarakat setempat meyakini bahwa titik jatuhnya helikopter sebagai wilayah yang jarang ditempuh orang biasa.

Ini adalah bagian dari warisan leluhur, kearifan yang turun temurun diwariskan untuk menjaga keseimbangan alam.

Tentu pola kearifan dan pikiran baik itu yang harus diikuti oleh tim evakuasi. Misalnya mengikuti arah ajun pemilik wilayah, dalam hal ini Depati Muaro Langkap.

"Pola-pola ini tentu kita terjemahkan dengan baik, dan ini berbeda dengan pendekatan ilmu modern tentunya," katanya.

Tim tentu sudah memedomani pergerakan angin dari gunung ke lembah dan sebaliknya. Tinggal sejauh mana menggabungkan dua pendekatan ini menjadi satu, pendekatan teknologi modren dan ilmu pengetahuan nenek moyang.

"Kita berdoa semoga semua diberi kekuatan dan kemudan," tutupnya.

Proses evakuasi rombongan Kapolda Jambi sebelumnya sempat dihentikan sementara, Senin (20/2/2023).

Penghentian karena terdapat kabut tebal yang datang secara tiba-tiba saat helikopter datang untuk mengevakuasi.

"Kurang lebih 10 kilometer awalnya (jarak pandang). Tapi saat di atas titik koordinat timbul kabut yang tebal dan ada angin kencang. Tidak terlihat lagi ke bawah" ujar Kepala Operasi Basarnas Jambi, Manca.

Para korban terpaksa menginap di tenda darurat dalam kondisi terluka. Rombongan ini dijaga dan dirawat dua tim SAR yang datang dari jalur darat, serta satu tim yang datang dari jalur udara, yang totalnya sekitar 30 orang.

Para korban kecelakaan ini, yaitu Kapolda Jambi Irjen Rusdi Hartono, Direktur Reskrimum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudistira, Direktur Polairud Polda Jambi Kombes Michael Mumbunan, Koorspri Polda Jambi Kompol Ayani, dan ADC Kapolda Jambi, serta 3 orang kru.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/21/120452978/sirih-pinang-dan-kearifan-warga-lokal-yang-terlewatkan-tim-evakuasi-kapolda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke