Salin Artikel

Menilik Tradisi Sadranan di Semarang, Masakan untuk Acara Tak Boleh Dicicipi

Kegiatan yang berlangsung di makam tersebut berlangsung khusyuk. Warga yang berdatangan membawa ambeng atau wadah berisi aneka makanan, di antaranya berisi nasi, lauk lauk, dan gudangan.

Menurut seorang tokoh masyarakat, Teguh Santoso, tradisi sadranan dilaksanakan secara turun temurun. "Pelaksanaannya setiap Jumat Wage di Bulan Rajab, itu rutin setiap tahun," ungkapnya.

Saat sadranan, setiap kepala keluarga secara ikhlas membawa ambeng berisi nasi dan aneka lauk, termasuk satu Ingkung ayam. "Namun ada pantangan, saat memasak makanan yang akan dibawa sadranan, tidak boleh dicicipi," terangnya.

"Saya tidak tahu apa alasan adanya pantangan tersebut, tapi sampai saat ini, warga masih mentaati aturan itu," paparnya.

Menurutnya, meski prosesi sadranan sangat sederhana, namun antusias warga sangat besar. "Setelah warga berkumpul, dibacakan doa bersama oleh tokoh agama. Setelah itu warga makan bersama di area makam. Adapula yang membawa pulang ambengannya untuk dimakan di rumah," ungkapnya.

Antusias warga tersebut ditunjukan dengan banyaknya warga yang merantau, kembali ke Dusun Banyuurip. "Bahkan, suasana dusun lebih ramai dibandingkan saat lebaran. Warga Banyuurip memang melestarikan tradisi ini untuk menjaga silaturahmi," ujarnya.

Camat Tuntang Budi Rahardjo mengajak warga untuk terus menjaga kerukunan. "Perbedaan agama di antara warga tidak menjadi alasan untuk tidak menjalin silaturahmi," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/17/140817878/menilik-tradisi-sadranan-di-semarang-masakan-untuk-acara-tak-boleh-dicicipi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke