Salin Artikel

Potret Ariyanto, Montir Terminal di Pemalang: 7 Tahun Menabung demi Wujudkan Istana Kecil bagi Buah Hati

Wajah Ari begitu kumal, bajunya berlepotan jelaga dan oli, noda wajib yang selalu didapatnya sepulang bekerja setiap hari.

Genap lima tahun lamanya, pria berusia 34 tahun ini berjerih payah sebagai montir di bengkel kecil di sudut Terminal Kecamatan Randudongkal.

Di pangkalan umum tipe C itulah, Ari membuka jasa servis kaki-kaki roda truk dan bus cebong untuk menyambung hidup anak dan istri.

Usai memarkirkan sepeda motornya di halaman, Ari berseru dari muka rumah, “Assalamualaikum, bapak pulang.”

Mendengar suara Ari, sontak kedua buah hatinya menghambur keluar berebut salam. Disusul istri terkasih yang turut menagih kecup sembari mengangsurkan handuk untuk menyeka peluh yang nampak luruh.

Bagi Ari, buah hati memang ‘obat jerih pelerai demam’. Segala payah seolah tanggal begitu bertaut badan bersama keluarga kecil di istananya yang mungil.

Potret kebahagiaan tersebut mungkin lumrah ditemui pada setiap keluarga. Namun bagi Ari, hangatnya biduk rumah tangga yang sejati baru dirasakannya belum lama ini.

Pasalnya, sejak menikah pada 2013, Ari dan Asihyati (30) masih tinggal menumpang di rumah mertua di Desa Lodaya.

Keterbatasan ekonomi memaksa mereka untuk berbagi ruang hidup dengan orang tua, saudara ipar, berikut keponakan-keponakannya.

Namun, bagaimana pun jua, berada satu atap bersama orang tua dan kerabat tak lantas membuat hati lega. Sebaliknya, Ari justru merasa banyak kehilangan wibawa.

“Ya namanya numpang di rumah mertua kan tidak merdeka, tidak bebas mau ngapain aja. Kadang, saya sebagai kepala keluarga tidak punya kuasa penuh terhadap anak istri saya sendiri,” katanya.

Tujuh tahun lamanya Ari menahan diri, sembari mengumpulkan pundi-pundi, dia bekerja serabutan mulai dari mencuci bus, merangkap kenek, hingga kuli bongkar muat kendaraan angkutan berat.

“Saya cuma lulusan SMP, jadi ya bisanya kerja serabutan. Sambil nabung sedikit-sedikit sampai akhirnya tahun 2017 bisa buka bengkel kecil di terminal,” ujarnya.

Keberadaan bengkel pun menjadi penanda babak baru kehidupan Ari. Jejaring sopir bus dan truk yang dirawat sejak remaja, satu per satu datang sebagai pelanggan setia.

Ari, seorang kuli serabutan yang awalnya berpenghasilan tak sampai Rp 100.000 per hari, sejak memiliki bengkel, dia bisa membawa pulang tak kurang Rp 3 juta setiap bulan.

“Karena ekonomi mulai stabil, saya dan istri mulai kepikiran nabung buat beli tanah dan bangun rumah suatu saat nanti,” katanya.

Namun, dengan penghasilan yang sekadar pas-pasan itu, mustahil bagi Ari dan keluarga bisa mewujudkan rumah impian dalam jangka waktu dekat.

“Padahal anak-anak selalu ngedrel (merengek) ingin pindah rumah kalau sedang kurang akur sama sepupunya. Tapi saya bingung karena tabungan belum kumpul banyak,” ujarnya.

Di saat Ari berkeluh-kesah dengan sahabat, dia mendapat saran untuk membeli rumah subsidi. Dalihnya, karena rumah subsidi lebih terjangkau sekaligus bisa dicicil dengan fasilitas kredit perbankan.

“Saya dapat info dari teman, katanya di daerah Randudongkal ada perumahan baru, jadi saya datangi kantor pemasarannya, tanya-tanya soal kredit rumah subsidi di sana,” ujarnya.

Gayung bersambut, setelah berkonsultasi dengan pihak pengembang, ternyata Ari masuk kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Oleh karenanya, dia berhak memperoleh Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), berupa suku bunga tetap 5 persen per tahun hingga subsidi uang muka sebesar Rp 4 juta.

“Harganya Rp 150,5 juta dan saya cuma setor uang muka Rp 8 juta waktu akad dengan Bank BTN (Bank Tabungan Negara). Prosesnya cepat, cuma dua bulan sejak pertama booking bisa langsung ditempati rumahnya,” terangnya.

Arkian, di istana mungil berukuran 36 meter persegi itu, Ari baru merasakan kesejatian rumah tangga. Tampuk nahkoda bahtera keluarga, untuk kali pertama, benar-benar ada dalam genggamannya.

Bagi Ari, rumah bukan hanya tempat bernaung dari terik dan rinai. Lebih dari itu, rumah baginya adalah harga diri, tempat dimana hatinya bisa pulang, tempat dimana Ari bisa menjadi dirinya sendiri.

“Alhamdulillah cicilan Rp 1,5 juta setiap bulan lancar. Sebenarnya bisa lebih ringan cicilannya, tapi saya sengaja ambil tenor 10 tahun biar cepat selesai. Ya walaupun kecil tipe 36, tapi rasanya lebih puas karena punya sendiri,” pungkasnya.

Ari adalah contoh nyata, betapa pekerja dari sektor informal juga memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan hunian impian.

Tak hanya Ari, dari data pemasaran perumahan Bumi Randudongkal Permai, rupanya ada 64 penghuni lain yang bermata pencaharian tak jauh berbeda.

Mereka ada yang bekerja sebagai petani, sopir, buruh harian lepas, penjahit, pedagang pasar, pengasong kudapan, hingga kuli bangunan.

BTN rajanya KPR subsidi

Pasar perumahan subsidi di Jawa Tengah terus tumbuh subur seiring dukungan pemerintah mempermudah kelompok MBR dalam mengakses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi.

Regulasi yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membuat masyarakat berpenghasilan rendah seperti Ari kian percaya diri untuk melirik unit rumah subsidi.

Buktinya terlihat dari grafik supply demand di situs Sikumbang. Di Kabupaten Banyumas, misalnya, pada 2023, ada 517 unit rumah subsidi yang masih menunggu pembeli.

Di tahun yang sama, kebutuhan masyarakat ‘Kota Mendoan’ akan rumah subsidi mencapai 68 persen dengan tingkat survei lokasi idaman nyaris menyentuh angka 100 persen.

Ketua Real Estate Indonesia (REI) Komisariat Banyumas Raya, Said Muchsin mengatakan, di 2021 tercatat ada 289 akad kredit rumah subsidi di wilayahnya. Sementara pada 2022, angka transaksi turun sedikit menjadi sekitar 241 akad.

Dari total transaksi itu, Said mengungkapkan, lebih dari 90 persen konsumen rumah subsidi di Banyumas Raya memilih akad KPR subsidi di BTN dan BTN Syariah.

“Untuk sektor rumah subsidi di Banyumas Raya saat ini masih dikuasai oleh BTN,” ungkapnya.

Alasan utama BTN menjadi raja pada kelas ini, menurut Said, karena BTN merupakan pemain lama. Pengalaman panjang sebagai ‘bank perumahan’, membuat setiap proses administratif nasabah di BTN terasa lebih sangkil dan mangkus.

“Kalau bank lain sangat ketat proses verifikasinya, sedangkan BTN lebih fleksibel, terutama ketika mengakomodasi nasabah dari pekerja informal,” pungkasnya.

Dengan KPR semua bisa punya rumah

Hal yang paling banyak ditanyakan masyarakat sebelum memutuskan mengambil KPR subsidi atau FLPP antara lain, berapa batas minimal penghasilan hingga besarnya cicilan setiap bulan?

Branch Manager Bank BTN Kantor Cabang Purwokerto, Ardityas Dwi Atmoko menjelaskan, batas tertinggi harga rumah subsidi di Jawa Tengah adalah Rp 150,5 juta.

Sementara penghasilan calon konsumen penerima KPR FLPP, sesuai Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020, yakni maksimal Rp 8 juta per bulan.

“Rumah subsidi diperuntukkan khusus bagi masyarakat yang hendak membeli rumah pertama sekaligus belum pernah menerima subsidi bantuan pembiayaan perumahan berupa KPR atau kredit rumah swadaya,” jelasnya.

Atmoko memberi simulasi, down payment (DP) minimal yang wajib disiapkan calon nasabah yakni Rp 1,5 juta. Dengan bantuan uang muka dari pemerintah sebesar Rp 4 juta, maka total plafon KPR FLPP maksimal, yakni Rp 145 juta.

“Jika mengambil tenor atau jangka waktu kredit paling lama 20 tahun, maka jumlah angsuran per bulan yakni Rp 969.598,” terangnya.

Nilai angsuran tersebut, kata Atmoko, akan tetap sama selama masa tenor. Selain itu, nasabah KPR FLPP juga bebas biaya premi asuransi dan PPn.

“Segmen MBR dapat memanfaatkan pembelian unit rumah pertama menggunakan KPR Subsidi, dan selanjutnya, apabila memungkinkan dapat juga melakukan pembelian untuk unit rumah kedua dan seterusnya menggunakan KPR BTN Platinum,” terangnya.

Tak hanya itu, bagi nasabah BTN yang sudah memiliki unit rumah, dapat pula memanfaatkan produk Kredit Agunan Rumah (KAR) BTN yang bisa digunakan untuk kebutuhan konsumtif seperti renovasi rumah, biaya pendidikan anak, travelling, biaya ibadah haji, beli kendaraan atau keperluan lainnya.

https://regional.kompas.com/read/2023/02/07/150915178/potret-ariyanto-montir-terminal-di-pemalang-7-tahun-menabung-demi-wujudkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke