Salin Artikel

Bledug Kuwu, Fenomena Semburan Lumpur yang Terkait dengan Legenda Aji Saka

KOMPAS.com - Bledug Kuwu merupakan sebuah destinasi wisata alam yang berlokasi di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Fenomena Bledug Kuwu memang terbilang cukup unik sehingga banyak wisatawan yang sengaja berkunjung untuk menyaksikannya.

Untuk menyaksikan fenomena Bledug Kuwu, wisatawan dapat menempuh perjalanan kurang lebih 28 kilometer ke arah timur dari Kota Purwodadi.

Obyek wisata di Kabupaten Grobog ini dikelola pemerintah setempat sejak 1983 dan masih menjadi daya tarik bagi wisatawan hingga saat ini.

Apa itu Bledug Kuwu?

Dilansir dari laman dpad.jogjaprov.go.id, Bledug Kuwu adalah sebuah fenomena gunung api lumpur (Mud Volcano) dengan letupan-letupan lumpur yang mengandung garam.

Letupan di Bledug Kuwu berlangsung antara dua hingga tiga menit dengan diameter kurang lebih 650 meter.

Adapun asal nama Bledug Kuwu secara etimologi berasal dari Bahasa Jawa, yaitu istilah “bledug” berarti ledakan atau meledak dan “kuwu” yang diserap dari kata kuwur yang berarti lari, kabur, atau berhamburan.

Sementara dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Grobogan, Bledug Kuwu adalah telaga lumpur hangat seluas kurang lebih 45 hektar.

Penyebab Terjadinya Bledug Kuwu

Fenomena Bledug Kuwu terjadi karena keluarnya air dan lumpur dari endapan laut purba di dalam tanah karena tekanan air vertikal.

Lumpur yang disemburkan Bledug Kuwu akan disertai asap putih yang membumbung tinggi hingga mencapai ketinggian 3 meter.

Namun pada saat-saat tertentu akan terjadi letupan keras yang mampu menyemburkan lumpur setinggi 10 meter hingga nampak sangat spektakuler.

Adapun fenomena letupan keras ini biasanya terjadi pagi buta ketika udara dingin atau saat cuaca mendung.

Sementara Kepala UPTD Obyek Wisata Disporabudpar Kabupaten Grobogan, Sriyono, menjelaskan bahwa menurut hasil penelitian, secara geologi yang terjadi pada Bledug Kuwu adalah suatu proses alam yang disebut fenomena Gunung Api Lumpur (Mud Volcanoes).

Sebagai fenomena ekstrusi cairan, atau aktivitas gerakan cairan untuk mencapai permukaan yang mengandung hidrokarbon dan gas seperti methane.

"Suhu Mud Volcano ini lebih rendah tak mengeluarkan magma. Material yang dikeluarkan seperti butiran sangat halus yang tersuspensi dalam cairan, seperti air atau hidrokarbon. Dengan temperatur mendapatkan tekanan sedimen yang menghasilkan gas methane dengan sedikit kandungan karbondioksida dan nitrogen," jelas Sriyono, seperti dikutip dari Kompas.com (15/07/2017)

Dimanfaatkan untuk Membuat Garam Kuwu

Adanya kandungan garam di Bledug Kuwu dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk membuat garam secara tradisional.

Garam yang dihasilkan di sekitar Bledug Kuwu biasa disebut garam bleng atau garam Kuwu.

Hal ini sangat menarik karena posisi Bledug Kuwu ini sangat jauh dari laut.

Keberadaan petani garam dapat terlihat dari adanya parit yang mengalirkan air dari Bledug Kuwu dan bilah-bilah bambu yang disebut klakah.

Klakah tersebut digunakan untuk menjemur air di bawah sinar matahari hingga terbentuk kristal-kristal garam.

Dikutip dari pemberitaan Tribunnews.com, garam bleng memang sudah terkenal sejak dulu kala.

Pada zaman keemasan Kasunanan Surakarta bahkan garam bleng dari Kuwu sudah biasa dijadikan pelengkap makanan masyarakat Mataram.

Walau begitu, saat ini produksi garam Kuwu yang sudah dilakukan turun temurun oleh warga sekitar memang tidak sebanyak dulu.

Legenda Bledug Kuwu

Seperti banyak tempat di Indonesia, keberadaan Bledug Kuwu juga tak lepas dari legenda Aji Saka yang dipercaya masyarakat setempat.

Legenda ini menceritakan keberadaan sosok Dewata Cengkar, raja di Kerajaan Medang Kamulan pada sekitar abad ke-7 Masehi.

Dewata Cengkar dikenal gemar memakan daging manusia, namun sayangnya tidak ada yang bisa mengalahkan kesaktian sang raja.

Hingga kemudian datang seorang pengembara bernama Aji Saka yang berani menantang adu kesaktian dengan Dewata Cengkar.

Adapun permintaan Aji Saka kepada sang raja adalah, jika tubuhnya dimakan maka tulang-tulangnya harus ditanam dalam tanah seukuran lebar ikat kepalanya.

Ikat kepala sakti Aji Saka itu kemudian digelar yang ternyata berubah menjadi melebar dan menggeser tempat Dewata Cengkar berdiri.

Seiring dengan makin melebarnya ikat kepala Aji Saka, Dewata Cengkar terus bergeser hingga akhirnya tercebur di Laut Selatan.

Sepeninggal Dewata Cengkar, rakyat kemudian menobatkan Aji Saka sebagai raja di Medang Kamolan.

Sementara itu, Dewata Cengkar ternyata tidak mati, namun tubuhnya menjelma menjadi bajul (buaya) putih.

Pada saat Aji Saka memerintah Medang Kamulan, datanglah seekor naga yang mengaku bernama Jaka Linglung yang mengaku sebagai anak Aji Saka.

Namun Aji Saka menolak mengakui Jaka Linglung sebagai anak dan berusaha menyingkirkan sang naga dengan cara yang amat halus.

Aji Saka kemudian mengatakan akan mengakuinya sebagai anak, jika Jaka Linglung berhasil membunuh buaya putih jelmaan Dewata Cengkar di Laut Selatan.

Terdorong keinginan Jaka Linglung untuk diakui sebagai anak, sang naga kemudian menyanggupi permintaan Aji Saka untuk membunuh Dewata Cengkar.

Jaka Linglung juga tidak diperkenankan melalui jalan darat agar tidak mengganggu ketenteraman penduduk dan harus lewat di dalam tanah.

Jaka Linglung pun sampai di Laut Selatan dan berhasil membunuh Dewata Cengkar.

Sebagaimana berangkatnya, Jaka Linglung kembalinya ke Medang Kamulan melalui dalam tanahdan tak lupa membawa seikat rumput grinting wulung dan air laut yang terasa asin.

Beberapa kali Jaka Linglung mencoba muncul ke permukaan tanah karena mengira telah sampai di tempat yang dituju.

Konon kali pertama Jaka Linglung muncul di Desa Ngembak (kini wilayah Kecamatan Kota Purwodadi), kemudian di Jono (Kecamatan Tawangharjo), kemudian di Grabagan, Crewek, dan terakhir di Kuwu (ketiganya masuk Kecamatan Kradenan).

Di tempat Jaka Linglung sempat melepas lelah inilah yang kini diyakini menjadi asal muasal munculnya Bledug Kuwu.

Sumber:
dpad.jogjaprov.go.id  
grobogan.go.id  
tribunnews.com 
travel.kompas.com (Penulis : Kontributor Grobogan, Puthut Dwi Putranto Nugroho)

https://regional.kompas.com/read/2023/02/06/210756678/bledug-kuwu-fenomena-semburan-lumpur-yang-terkait-dengan-legenda-aji-saka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke