Salin Artikel

Kisah Astuti, Orang Utan yang Terselamatkan dari Perdagangan Satwa Liar

Terselamatkannya Astuti bermula saat Polisi Sektor Boalemo, Gorontalo, menghentikan sebuah mobil pikap saat razia acak di jalan sekitar enam bulan lalu. Dalam razia itu, polisi menemukan bayi orang utan Astuti. Polisi pun menangkap pengemudi maupun kernetnya. 

Dari hasil pengembangan kasus, polisi juga berhasil mendapatkan 58 satwa. Di antaranya owa-owa (Hylobates albibarbis), lutung (Trachypithecus auratus), biawak (Varanus salvator), kura-kura, dan beberapa hewan lainnya.

Bayi orang utan itu kemudian dititipkan di kandang transit Kantor Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II BKSDA Gorontalo, untuk selanjutnya dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Manado.

“Para pelaku yang tertangkap sudah dijatuhi hukuman. Masing-masing pidana penjara 5 bulan dan denda Rp15 juta,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, Askhari Masiki, di Balikpapan, Rabu (25/1/2023), seperti dilansir dari Antara. 

Mencari asal usul Astuti

Para pengasuh di PPS Tasikoki Manado lah yang memberikan nama Astuti kepada bayi orang utan itu. Astuti juga menjalani tes DNA untuk melacak asal usulnya. Paru-paru dan organ dalam lainnya juga di-rontgen.

“Dari tes DNA kita tahu Astuti adalah morio. Pongo pygmaeus morio, orang utan Kalimantan Timur,” kata Askhari lagi.

Menurut sejumlah literatur, orang utan Kalimantan atau orang utan Borneo memiliki ukuran tubuh lebih besar ketimbang orang utan dari daerah lain di Indonesia. Rambutnya lebih pendek berwarna cokelat gelap atau kemerahan.

Setelah diketahui asal Astuti, maka koordinasi dengan BKSDA Kaltim pun dimulai, dengan melibatkan Central for Orangutan Protection (COP). Hal ini sebagai bagian dari putusan sidang para terdakwa.

Kepala SKW I Berau BKSDA Kaltim, Dheny Mardiono, menjemput Astuti di Manado. Askhari dan tim BKSDA Sulawesi Utara ikut mengawal Astuti dalam penerbangan Manado-Makassar-Balikpapan yang berlangsung lebih kurang tiga jam, ditambah lima jam transit di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.

Astuti ditempatkan di kandang khusus transportasi milik COP dan masuk bagasi pesawat.

“Di Labanan, Berau, fasilitas rehabilitasi orang utan yang kami jalankan. Astuti akan menjalani perawatan rehabilitasi, belajar di sekolah hutan, dan kelak dilepasliarkan kembali ke alam,” kata Direktur Eksekutif COP, Daniek Hendarto, menegaskan.

Proses rehabilitasi diperlukan untuk menyembuhkan luka, bila ada. Termasuk juga luka psikologis seperti trauma.

Apalagi faktanya bahwa Astuti masih bayi dan tidak bersama orang utan dewasa saat ditemukan. Hampir pasti induknya dibunuh oleh para pemburu untuk mendapatkan Astuti. Sebab, tak akan menyerahkan bayinya begitu saja induk orang utan liar di alam .

"Masa sekolah hutan bisa relatif sekali. Ada orang utan yang masih punya naluri liar yang besar, maka segera saja dia sudah bisa dilepasliarkan. Ada yang mungkin seperti Astuti ini yang belajar dari nol, termasuk bagaimana belajar bagaimana cara memanjat," kata Daniek menjelaskan.

Dari pengalaman sebelumnya, diperlukan tak kurang dari 6-7 tahun untuk bisa mencapai keterampilan memilih pakan dan membuat sarang. Termasuk juga mengenal bahaya, agar para orang utan bisa hidup selamat di alam.

Kemungkinan akan dijual ke Filipina

Kepala BKSDA Sulawesi Utara, Askhari Masiki, menduga jika tidak tertangkap di Gorontalo, ada kemungkinan itu Astuti akan terus sampai ke Filipina.

Di Filipina, anak orang utan seperti Astuti, akan dipelihara sebagai hewan peliharaan seperti anjing atau kucing. Memelihara hewan eksotis memberi derajat sosial tersendiri bagi pemiliknya.

“Tapi bagaimana pun juga, orang utan itu hewan liar, yang hidupnya adalah mandiri di alam, bukan bersama manusia di rumah,” kata Kepala BKSDA Kalimantan Timur, M Ari Wibawanto, pada kesempatan yang sama.

Dalam perjalanan pulang ke Kaltim, Astuti ditempatkan dalam kandang berupa pelat aluminium seukuran panjang satu meter, lebar 70 cm dan tinggi 70 cm.

Astuti memandang lewat jendela berjeruji. Matanya yang bundar hitam seperti memperhatikan dan mencoba mengenali siapa dan apa saja yang ada di selasar fasilitas kargo Bandara Sepinggan di Balikpapan.

“Sepertinya kondisinya cukup stabil, jadi kami bisa lanjut ke Berau segera,” kata Daniek.

Pemeriksaan dokter hewan memastikan Astuti mendapat makan malam buah-buahan yang cukup. Pukul 21.00 Wita, kargo spesial itu sudah di atas bak pickup 4X4 dan melaju di jalan tol Balikpapan-Samarinda.

https://regional.kompas.com/read/2023/01/26/213847678/kisah-astuti-orang-utan-yang-terselamatkan-dari-perdagangan-satwa-liar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke