Salin Artikel

Tolak PNBP Pascaproduksi 10 Persen, Ribuan Nelayan di Tegal Gelar Demonstrasi

Dalam aksinya tersebut, mereka menolak pemberlakuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 10 persen pascaproduksi yang diberlakukan pemerintah sejak 1 Januari 2023.

Kebijakan PP No. 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dianggap memberatkan dan membawa efek domino matinya sektor perikanan tangkap.

Pantauan Kompas.com, mereka yang menamakan dirinya Front Nelayan Bersatu (FNB) Kota Tegal awalnya mendatangi Kantor Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tegalsari dan Kantor Wilayah Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

Mereka ditemui Kepala PPP Tegalsari Tuti Suprianti. Usai menyampaikan aspirasi dan meminta dukungan, nelayan berjalan kaki sekitar lebih dari 1 kilometer di jalur Pantura menuju Kantor DPRD Kota Tegal.

Terlihat Kapolres Tegal Kota AKBP Rahmad Hidayat mendampingi nelayan dengan ikut berjalan kaki. Petugas kepolisian bahkan sempat melakukan rekayasa arus lalu lintas di jalan pantura Lingkar Utara (Jalingkut).

Di halaman Kantor DPRD, nelayan kembali berorasi. Mereka ditemui pimpinan DPRD Kusnendro dan Habib Ali Zaenal hingga Wali Kota Dedy Yon. Perwakilan nelayan selanjutnya diterima untuk audiensi.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah Riswanto mengatakan, setidaknya ada enam poin yang menjadi tuntutan nelayan, pelaku usaha dan buruh sektor perikan.

"Menyampaikan enam poin tuntutan. Di antaranya menolak PNBP pascaproduksi 10 persen dan ada penurunan PNBP tidak lebih dari 5 persen. Kemudian menolak sanksi denda administrasi 1.000 persen, dan perluasan daerah tangkap nelayan jaring berkantong," kata Riswanto.

Menurut Riswanto, selain PNBP, selama ini nelayan juga dibebani retribusi daerah melalui aktovitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan tambat labuh.

"Ketika diakumulasi PNBP 10 persen dan retribusi daerah tentu akan lebih memberatkan pelaku usaha dan tentu juga bagi hasil dengan nelayan," kata Riswanto.

Alhasil, dampaknya sektor perikanan bisa mati pelan-pelan. Pasalnya biaya operasional cukup tinggi belum ditambah harga BBM industri yang kian mahal.

Menurut Riswanto seharusnya pemerintah tidak perlu terburu-buru menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 yang berlaku pada KKP.

"Pak Dirjen KKP menyampaikan PP 85 Tahun 2021 masih dalam proses revisi. Pertanyaan kami ketika masih revisi kenapa sudah diberlakukan? Seharusnya masih ditunda sampai hasil revisi terbaru terbit," kata Riswanto.

Riswanto mengungkapkan, jika tuntuan nelayan tidak dipertimbangkan pemerintah, maka pihaknya akan menggelar aksi demonstrasi yang lebih besar lagi.

"Kalau tidak didengarkan kita akan lakukan aksi lebih besar. Baik di daerah maupun di Jakarta. Karena saat ini yang sudah tidak kuat sudah mulai berpikir untuk menjual kapalnya," pungkas Riswanto

Ketua DPRD Kota Tegal Kusnendro mengatakan, pihaknya menampung aspirasi nelayan. Bersama Wali Kota Tegal, akan berkirim surat ke Presiden Joko Widodo agar yang menjadi aspirasi nelayan bisa dipertimbangkan.

https://regional.kompas.com/read/2023/01/12/152502678/tolak-pnbp-pascaproduksi-10-persen-ribuan-nelayan-di-tegal-gelar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke