Salin Artikel

Tangis Mbah Sani Jalan Kaki 30 Km, Perjuangkan Tanah 1.000 Meter Persegi Miliknya yang Diklaim Tetangga

PATI, KOMPAS.com - Mbah Sani, nenek berusia 64 tahun, berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, untuk meminta pertolongan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023) sore.

Buruh tani yang tercatat sebagai warga miskin penerima bantuan pemerintah ini terancam kehilangan rumah berikut tanah yang sudah dihuninya selama 30 tahun seiring rencana eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Pati pekan depan.

Wanita yang penuh kerutan di wajahnya ini memang tak berbekal pendidikan. Namun, ia tidak pasrah begitu saja untuk memperjuangkan tanah yang diklaim absah sebagai miliknya.

Mbah Sani yang berkerudung ini datang ke Gedung DPRD Pati didampingi salah seorang kerabatnya serta kuasa hukumnya, Sukarman.

Mereka diterima Wakil Ketua DPRD Pati Hardi dan Wakil Ketua Komisi C DPRD Pati Irianto Budi Utomo. Turut hadir pula Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah Ari Wachid.

Saat ini, pengadilan sudah bersiap melaksanakan pengosongan lahan seluas 1.000 meter persegi di atas bangunan rumah kecil yang selama ini ditempati Mbah Sani seorang diri.

Untuk diketahui, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pati No. 42/Pdt.G/2017/PN.Pti, gugatan tetangga Mbah Sani, yaitu Srigati, Hariyati, Haryanto, dan Haryatun, dikabulkan.

Dalam putusan pengadilan itu, tanah beserta rumah Mbah Sani masuk menjadi bagian dari Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 320 atas nama Kahar yang merupakan orangtua para penggugat.

"Saya bingung dan hanya datang duduk di pengadilan beberapa kali. Saya tak mampu sewa pengacara saat sidang, sedangkan mereka pakai jasa pengacara," tutur Mbah Sani, dengan logat Jawa yang kental.

Mbah Sani kaget bukan kepalang saat majelis hakim memutuskan bahwa ia kalah gugatan dan harus segera hengkang dari rumah.

Mbah Sani tidak rela jika tanah yang dibayarnya dengan uang hasil menjual tegalan peninggalan orangtua tiba-tiba direbut orang lain atau dimiliki orang lain. 

"Saya tidak mau kalau diusir. Saya sudah tinggal di sana 30 tahun lebih. Ini tanah saya dan sudah saya beli. Saya hanya bisa menangis mau mengadu ke siapa," kata Mbah Sani.

Kuasa hukum Mbah Sani, Sukarman, mengatakan, DPRD Pati diharapkan bisa menjalankan pengawasan berkaitan dengan mekanisme sengketa tanah yang dihadapi Mbah Sani. 

Sebab, menurut Sukarman, Mbah Sani dengan segala keterbatasannya adalah korban ketidakadilan hukum yang patut dibela dan diluruskan.

"Tanpa pengacara saat itu, Mbah Sani tidak mengajukan alat bukti tertulis yang dimiliki seperti akta jual beli, pembayaran pajak tiap tahun, dan perjanjian bawah tangan. Banyak alat bukti yang tak dimasukkan, termasuk saksi. Wajar kalau kalah. Kenapa pengadilan tidak merekomendasikan bantuan hukum, ini kan warga miskin," kata Karman.

"Namun, BPN justru jadi saksi di pengadilan atas permintaan penggugat. Tentunya BPN jadi saksi ini untuk konflik kepentingan. Karena BPN yang menerbitkan sertifikat tumpang tindih Nomor 407 dan 320. Kenapa ada dobel sertifikat," sambung Karman.

Merujuk bukti akta jual beli, kata Karman, Mbah Sani sudah membeli tanah seluas 1.000 meter persegi Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 407 atas nama Suwardi dengan uang tunai Rp 5 juta pada tahun 1998.


Mbah Sani kemudian berupaya melakukan prosedur pergantian nama kepemilikan dalam Sertifikat Hak Milik (SHM), dari atas nama penjual menjadi atas nama pembeli atau miliknya.

"Namun, entah kenapa proses balik nama berhenti, padahal sudah bayar ke carik dan notaris saat itu. Carik dan notarisnya pun sudah meninggal. Tapi, salah satu saksi yang saat ini menjabat notaris mengakuinya. Ada tanda tangan resmi penjualnya juga," terang Karman.

Dijelaskan Karman, Mbah Sani sudah mengantongi keabsahan akta jual beli dan bahkan sebagai pemilik resmi, ia sudah melakukan kewajiban membayar pajak tanah setiap tahunnya.

Namun, dia heran hal ini berujung mentah di persidangan karena tiba-tiba muncul sertifikat tanah ganda.

"Ada warga lain yang kemudian melakukan gugatan di pengadilan dan tanah yang dibeli Mbah Sani ini masuk menjadi bagian dari sertifikat penggugat," kata Karman.

Sebab, akhirnya putusan pengadilan sudah inkrah, lanjut dia, Mbah Sani pun kini kelimpungan.

"Pengadilan negeri Pati sudah memperingatkan supaya Mbah Sani mengosongkan lahannya. Maka kami hadir ke sini untuk melakukan pengawasan dan membuka bagaimana sejarah tumpang-tindih antara tanah Mbah Sani dengan tanah milik orang lain yang sama-sama mempunyai sertifikat hak milik," ucap dia.

Karman mengatakan, pekan depan ia akan bersurat ke Bawas Mahkamah Agung.

Harapannya Bawas Mahkamah Agung melakukan eksaminasi, menelaah apakah putusan Pengadilan Negeri Pati yang mengalahkan Mbah Sani sesuai dengan koridor hukum atau tidak.

"Ini tidak memengaruhi peradilan, tapi kami ingin membuka kepada publik bahwa Mbah Sani ketika digugat tidak ada advokat yang mendampingi. Sehingga, kemudian tidak mengajukan saksi-saksi ataupun bukti tertulis," ujar Karman.

Karman mendorong DPRD Sudi pasang badan dengan meminta PN Pati melakukan penundaan eksekusi di kasus sengketa tanah Mbah Sani.

"Sebab, kami sedang dalam proses pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Paling tidak penundaan ini untuk menghormati proses memori PK yang kami lakukan," pungkas Karman.

Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah Ari Wachid yang turut mengawal kasus Mbah Sani menyebut akan segera menyampaikan materi kepada perwakilan Partai Gerindra di Komisi III DPR RI.

"Kami punya perwakilan di sana, Pak Habiburrokhman dan juga pimpinan komisi. Insya Allah beliau bijak menanggapi hal seperti ini. Terlebih Mbah Sani seorang warga miskin, janda, dan di pengadilan kemarin tidak ditemani kuasa hukum," kata Ari.

Menurut Ari, kasus yang dialami Mbah Sani sepatutnya tidak terjadi di Indonesia.

Sebab, kata Ari, Negara sudah mengalokasikan bantuan hukum gratis bagi warga yang tidak mampu.

Sementara itu Wakil Ketua II DPRD Pati Hardi berjanji akan mengawal kasus Mbah Sani hingga tuntas. Dia berharap, bisa diwujudkan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan PN Pati.

"Insya Allah saya juga akan datang ke PN Pati untuk meminta agar eksekusi ditunda," ujar Ketua DPC Partai Gerindra Pati ini. 

Pengadilan anjurkan tempuh PK

Humas PN Pati Aris Dwi Hartoyo mengatakan, terkait Mbah Sani yang tidak didampingi advokat dan tidak direkomendasikan posko bantuan hukum, dalam hal ini hakim bersifat pasif.

Sebab menurutnya, perkara Mbah Sani adalah kasus perdata sehingga hakim bersifat pasif.

Sehingga soal mau didampingi advokat atau tidak, itu sepenuhnya diserahkan kepada pihak Mbah Sani.

"Jika pihak Mbah Sani tidak puas dengan putusan majelis hakim silakan saja tempuh upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK)," kata Aris.

https://regional.kompas.com/read/2023/01/07/135719178/tangis-mbah-sani-jalan-kaki-30-km-perjuangkan-tanah-1000-meter-persegi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke