Salin Artikel

Kaleidoskop 2022: Bupati Langkat Terkena OTT KPK hingga Miliki Kerangkeng Manusia

MEDAN, KOMPAS.com - Tahun 2022, masyarakat Sumatera Utara (Sumut) dihebohkan dengan operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bupati Nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP). 

Bukan hanya karena kasus yang menjeratnya, tapi temuan kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah sang bupati. 

OTT KPK

Selasa, 18 Januri 2022, KPK melakukan tangkap tangan terhadap  Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).

KPK menggagalkan transaksi uang suap dari pihak kontraktor yang dijanjikan memenangkan tender proyek Pemkab Langkat oleh Terbit Perangin-Angin.

OTT dilakukan di sebuah kedai kopi di mana transaksi suap awalnya diberikan lewat perantara Terbit Rencana Perangin-Angin.

Saat KPK hendak menangkap politikus Golkar itu di kediamannya, Terbit sempat kabur. Keesokan harinya, ia menyerahkan diri. 

Rabu, 19 Januari 2022, ada 8 orang yang diamankan lembaga anti rasuah itu atas kasus korupsi kegiatan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022.

Saat itu, 7 orang langsung diberangkatkan ke Jakarta. Sementara sang bupati, Terbit Rencana Perangin-angin, terbang belakangan karena masih diperiksa di Polres Binjai.

Hingga beberapa waktu kemudian Terbit diterbangkan ke Jakarta. Kasus itu bergulir dan membuka dugaan pelanggaran pidana lainnya.

Dimulai dengan kepemilikan dua satwa dilindungi di rumahnya di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.

Satwa dilindungi itu yakni orangutan sumatera (Pongo abelii), kera sulawesi dan burung-burung lainnya.

Kepala Seksi Wilayah II, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara, Herbert Aritonang memimpin evakuasi satwa dilindungi itu dari halaman rumah Terbit pada Selasa (25/1/2022) sore.

Temuan kerangkeng manusia

Temuan selanjutnya yang kembali megejutkan adalah adanya kerangkeng manusia yang disebut oleh Migrant Care dengan praktik perbudakan modern. 

Koordinator Migrant Care, Badriyah, saat dikonfirmasi menjelaskan, pihaknya mendapat laporan masyarakat adanya pekerja kelapa sawit yang dikerangkeng secara tidak layak.

Mereka dipekerjakan selama 10 jam tanpa gaji dan diduga terjadi kekerasan.

Kasus itu pun juga dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM). Namun, sejumlah warga yang ditemui di lokasi kerangkeng mengatakan hal berbeda. 

Jefri Sembiring (27), warga Namo Ukur, Kecamatan Sei Bingei, Langkat mengaku pernah menjadi pecandu narkoba selama bertahun-tahun.

Dia sempat berhenti dan kambuh. Hingga akhirnya dia dibawa keluarganya ke kerangkeng yang lokasinya di halaman belakang rumah Terbit itu.

Jefri menyebut, kerangkeng itu sebagai tempat rehabilitasi yang menyembuhkannya dari narkoba. Dia merasakan perubahan dalam dirinya. 

Selama 4 bulan tinggal di kerangkeng bersama 13 orang lainnya, dia mendapatkan makanan 3 kali dalam sehari. Makanan diantar pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB, dan 17.00 WIB.

Begitu pun dengan kesehatannya, dokter selalu datang pada Selasa dan Sabtu sembari memberikan obat. Keluarganya datang menjenguk pada hari Mnggu atau hari libur nasional.

"Saya gak pernah segemuk ini sebelumya. Keluarga tak ada keluar biaya. Kalo dibilang perbudakan, gak betul lah," ujarnya

Plt Kepala BNNK Langkat, Rusmiyati, saat diwawancara di Kantor Camat Kuala mengatakan, pada 2017 pernah dilakukan survey ke lokasi kerangkeng. 

Hasilnya, tempat tersebut tidak layak karena belum punya izin. Lalu pihaknya menyarankan agar dilengkapi persyaratan berdirinya panti rehabilitasi.

Sementara Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putta Simanjuntak membenarkan ada tempat menyerupai kerangkeng yang dijadikan tempat rehabilitasi narkoba. 

"Hasil pendalaman kita, itu memang tempat rehabilitasi yang dibuat yang bersangkutan secara pribadi yag sudah berlangsung selama 10 tahun untuk merehabilitasi korban pengguna narkoba," ucap dia.

Pengawas kerangkeng, Suparman menjelaskan, tempat tersebut sudah berdiri lama. Selama itu, ada 500an pecandu yang sembuh. \

Suparman membantah terjadinya perbudakan di kerangkeng, karena sebagian orang sudah sembuh dan yang punya skill kini bekerja di pabrik kelapa sawit milik Terbit, untuk sortasi buah sawit, mesin, dan lainnya. 

Kepala Desa Balai Kasih, Kecamatan Kuala, Langkat menyebut, ada 160 orang mantan warga binaan di kerangkeng yang kini bekerja di PKS milik Bupati nonaktif Langkat.

"Kerja paksa itu gak ada. Pemukulan itu juga tak ada. Warga yang menitipkan keluarganya di situ resah kalau kerangkeng itu ditutup, mereka menolak," ungkapnya. 

Kondisi kerangkeng manusia

Sebagai gambaran, lokasi kerangkeng ini berada tepat di belakang rumah Terbit di bagian lembahnya. Ada dua kolam ikan lebar di tengah-tengah.

Di dekatnya terdapat kandang ayam kosong. Di lahan terbuka yang cukup luas itu juga terdapat tumpukan bebatuan besar dan dikelilingi kebun sawit.

Sekitar 10 meter dari kolam itu, ada bangunan tembok bersekat menjadi dua ruangan dengan pintu berupa jeruji besi menyerupai penjara.

Tempat tidurnya ranjang besi berpapan kayu yang dilapisi tikar. Di atasnya tersusun kotak-kotak berisi kain. Lantainya berupa keramik warna coklat dengan dinding lusuh.

Di kerangkeng itu ada dua kamar mandi dan kakus yang hanya diberi pembatas tembok setinggi 150 cm tanpa pintu penutup.

Kemudian ada ember dan gayung serta peralatan makan minum. Sanitasi di tempat itu tidak dalam kondisi baik. 

Pada Kamis (27/1/2022), Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Edwin Partogi Pasaribu di Medan mengatakan, dari informasi yang dihimpun ada beberapa keganjilan yang perlu pendalaman. 

Ada juga indikasi terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) karena para tahanan itu kehilangan kebebasan, dieksploitasi untuk bekerja di PKS milik Terbit tanpa gaji. 

"Temuan yang lebih luar biasa adalah, apabila ada hal-hal yang terjadi terhadap yang diserahkan selama pembinaan seperti sakit atau meninggal dunia, maka pihak keluarga tidak akan menuntut kepada pihak pembina dari segi apapun," ucap dia.

Pembongkaran 2 kuburan 

Pada Sabtu (12/2/2022), Kepolisian Daerah Sumatera Utara membongkar 2 kuburan (ekshumasi) diduga korban penganiayaan di kerangkeng milik Terbit.

Dua kuburan itu berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Ponndok VII, Kelurahan Sawit Sebrang dan Tempat Kuburan Keluarga di Dusun VII Suka Jahe, Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingei, Langkat.

Ekhumasi kembali dilakukan pada kuburan ketiga di Desa Lau Lugus, Kecamatan Salapian, Langkat. 

Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan, ekshumasi dilakukan pada Kamis (14/4/2022).

Korban berinisial DD, seorang pria dewasa. Diduga meninggal dunia akibat penganiayaan di kerangkeng pada 2018.

Korban merupakan temuan hasil sinkronisasi antara Polda Sumut, Komnas HAM, dan LPSK. Dengan demikian, sudah ada 3 kuburan atas nama Sarianto Ginting dan Abdul. 

Divonis ringan

Dalam kasus kerangkeng ini, sudah ada 9 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Terbit Rencana Perangin-angin yang diperiksa secara terpisah, kemudian sejumlah pria berinisial HS, JS, IS, TS, RG, SP, HG dan DP.

Inisial yang disebut terakhir merupakan anak dari Terbit Rencana Perangin-angin. Mereka ditahan sejak Jumat (8/4/2022). 

Dalam kasus ini, sempat muncul dugaan keterlibatan oknum anggota Polri.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, 5 oknum tersebut sudah diperiksa di Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Sumut.

Kelima oknum Polri itu, satu orang perwira menengah dan tidak pernah masuk atau menghampiri kerangkeng tersebut. 

Sementara tiga orang lainnya diperbantukan sebagai liasion officer (LO) saat Terbit mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.

Dari tiga orang itu, satu di antaranya pernah satu kali mencuci kendaraan di kolam samping kerangkeng. Terakhir merupakan warga yang jadi polisi. Ia merupakan kerabat Terbit dan pernah berada di lingkungan kerangkeng sebelum menjadi polisi.

"Keterlibatan secara aktif tidak ada," katanya. 

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut melimpahkan berkas dan tersangka kasus kerangkeng di rumah Terbit ke Kejaksaan Negeri Langkat pada Kamis (23/6/2022).

Terdapat 8 tersangka yakni DP, HS, IS, TS, RG, JS, HG dan SP. Sejumlah barang bukti juga diserahkan yakni selang warna hijau muda, selang warna kuning, selembar surat pernyataan Sariadi (Sarianta Ginting), selang warna oranye, kursi panjang kayu, dan kain motif batik.

Kemudian, tikar plastik, 1 unit mobil Toyota Avanza hitam, 1 unit mobil double cabin Hilux putih BK 8888 XL, 535 lembar surat pernyataan, 2 cangkul, 1 sekop, 2 sendok semen, 2 timba dan sepasang sepatu boot.

Sementara untuk tersangka Terbit Rencana Perangin-angin, Polda Sumut masih berkoordinasi dengan KPK karena masih dalam penahanan di Jakarta. 

Ke-8 tersangka kasus kerangkeng ini menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Stabat, pada Rabu (27/7/2022). Sidang itu digelar secara virtual karena terdakwa berada di Lapas Tanjung Gusta.

Ada tiga perkara terdaftar yakni 467/Pid.B/2022/PN Stb atas nama terdakwa Dewa Perangin-angin.

Kemudian 468/Pid.B/2022/PN Stb atas nama terdakwa Hermanto Sitepu dan 469/Pid.B/2022/PN Stb atas nama terdakwa Terang Ukur Sembiring. 

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasie Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Yos A Tarigan mengatakan, ke-8 tersangka itu dikenakan undang-undang yang sama, yakni UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Kasus ini bergulir hingga akhirnya pada Rabu (30/11/2022), hakim Halida Harini membacakan putusannya kepada para terdakwa.

Terdakwa Terang Ukur Sembiring, Jurnalista Surbakti, Rajisman Ginting divonis hukuman penjara selama 3 tahun. Kemudian, terdakwa Suparman Perangin-angin divonis penjara 2 tahun.

Keempat terdakwa dikenakan denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan. Keempat terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 10 UU RI No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO.

Mereka terbukti bersalah karena penghuni kerangkeng itu digunakan untuk tenaga kerja di lokasi pabrik pengolahan kelapa sawit tanpa imbalan dan upah. 

Vonis tersebut jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut 8 tahun penjara.

Sementara itu, terdakwa Dewa Perangin-angin, Hendra Surbakti, divonis hukuman 1 tahun 7 bulan.

Keduanya terbukti secara sah melakukan tindak pidana secara bersama-sama menyebabkan perasaan tidak enak, menderita sakit, dan merusak kesehatan orang lain yang mengakibatkan kematian. Dewa dan Hendra secara sah melanggar Pasal 351 ayat 3 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

https://regional.kompas.com/read/2022/12/31/153434178/kaleidoskop-2022-bupati-langkat-terkena-ott-kpk-hingga-miliki-kerangkeng

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke