Salin Artikel

Mengenal Tenun Suku Sasak dalam Museum Mini di Desa Sukarara Lombok Tengah

LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Mini Museum Tenun kini hadir di Desa Sukarara, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Museum itu didirikan untuk mempermudah orang mengenali sejarah dan proses produksi kain tenun suku Sasak.

Di dalam museum mini tersebut terdapat berbagai foto motif kain tenun Lombok disertakan dengan barcode yang akan membawa pengunjung ke akun Instagram untuk mendapatkan penjelasan tentang kain tenun tersebut.

Ide pembuatan museum tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi minimnya edukasi masyarakat  terhadap kain tenun di era digital.

"Ide ini sangat sederhana, tapi Insyallah ini akan berdampak besar di era digital. Kita ingin menyampaikan ke setiap orang bagaimana sejarah tenun dengan filosofi  motifnya, dari awal proses pembuatannya hingga menjadi suatu yang barang bernilai," kata Inisiator Mini Museum Tenun, Fitri Rachmawati, Sabtu (24/12/2022).

Fitri mengatakan, pelanggan tidak hanya sekedar memiliki kain tenun, namun dengan adanya mini museum itu, pelanggan akan mengetahui lebih banyak soal kain tenun yang dibeli.

"Banyak dari orang menanyakan kenapa harga kain tenun ada harga tinggi dan rendah, itu karena minim pemahaman soal kain itu sendiri. Dari museum ini kita akan mengetahui, kain tersebut terbuat dari benang apa, tingkat kesulitan pengerjaan motif, lama pengerjaan, hingga pantas dihargai sesuai harga demikian," kata Fitri.

Untuk sementara, ada 18 motif kain tenun yang telah terdokumentasikan dalam museum tersebut. Nantinya, akan ada tambahan motif kain lainnya yang akan dipasang.

"Baru 18 corak kain. Karena ini sejarah, kita perlu waktu untuk mengumpulkan data, kita akan tambahakan nantinya," kata Fitri.

Menurut Fitri, tidak semua kain tenun Lombok bisa dipakai untuk sehari-hari. Sebab, ada kain yang digunakan untuk upacara adat, seperti upacara kematian, upacara pernikahan dan banyak motif lainnya yang digunakan di waktu tertentu.

"Subahnale (motif tenun) biasa dipakai jika ada orang membuat acara pernikahan. Kalo kain tenun Selolot biasanya sering digunakan untuk menghadiri upacara adat kematian," kata Fitri.

Kepala Desa Sukarara, Saman Budi mengungkapkan, dirinya sangat berbangga dengan hadirnya museum di desanya. Dirinya berharap, kehadiran musium tersebut dapat memberikan jangkauan ke pelanggan yang lebih luas.

"Kami sangat berterima kasih kepada para inisiator museum tenun, kami berharap dengan adanya jangkauan pelanggan kami lebih luas baik dari dalam negeri maupun mancanegara," kata Budi.

Budi mengungkapkan, 90 persen warganya merupakan pengrajin tenun.

"90 persen perempuan di desa kami di Sukarara sebagai penenun, kami punya 3.500 KK, 3.200 itu penenun semua," kata Budi.

Ketua Dekranasda Provinsi NTB Niken Saptarini Widyawati menyampaikan apresiasi atas kehadiran museum tenun di Desa Sukarara.

"Ini sebenarnya dibutuhkan para pelanggan atau wisatawan, apa saja produk ungulan kebudayaan kita ditampilkan di platform digital sehingga mereka paham informasi atas kualitas produk kain tenun kita," kata Niken.

Museum tersebut, kata Niken, dapat memberikan wawasan pengetahuan kepada para konsumen sehingga meminimalisir kesalahpahaman atas nilai produk kebudayaan.

https://regional.kompas.com/read/2022/12/27/130652878/mengenal-tenun-suku-sasak-dalam-museum-mini-di-desa-sukarara-lombok-tengah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke