Salin Artikel

Siswa Pelaku Perundungan di Malang Alami Trauma hingga Tak Mau Masuk Sekolah

MALANG, KOMPAS.com - Sebanyak 7 siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Jenggolo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang diduga menjadi pelaku perundungan kepada adik kelasnya, mengalami trauma.

Kasat Reskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizky Saputro mengatakan, akibat trauma tersebut, salah satu di antara 7 siswa itu tidak mau masuk sekolah.

Karena trauma itu pula, penanganan hukum kepada 7 siswa yang telah ditetapkan sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH) itu terpaksa ditunda untuk sementara.

"Karena pertimbangan itu, yang tadinya 7 ABH ini rencana mau ditempatkan di tempat khusus, tidak jadi dilaksanakan, sampai kondisi psikologis mereka siap," ungkapnya saat ditemui di Malang, Rabu (30/11/2022).

Pihaknya telah bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Malang dan Provinsi Jawa Timur untuk menangani psikologi para ABH maupun korban.

"Kita bekerja sama untuk melakukan pendampingan psikologis, agar permasalahan ini mendapatkan solusi," jelasnya.

Di samping itu, polisi tetap melanjutkan proses hukum atas dugaan perundungan itu. Wahyu menyebut, pihaknya telah melakukan pemeriksaan kepada 12 orang saksi, meliputi teman-teman korban dan ABH, keluarga korban, wali kelas, dan kepala sekolah SDN 1 Jenggolo.

"Dokter yang merawat korban dan visum et repertum, kemungkinan nanti juga akan kami periksa sebagai saksi ahli," ujarnya.

Wahyu mengimbau agar orangtua dan guru di sekolah yang ada di lingkungan Kabupaten Malang agar turut bekerja sama dalam mengawasi anak-anaknya.

"Sebab kemungkinan, terjadinya peristiwa ini akibat orangtua dan guru tidak bisa mengawasi anak-anaknya," pungkasnya.

Pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk melakukan asesmen pendampingan psikologis itu.

"Mekanisme pendampingan akan dilakukan dengan metode home visit, atau mendatangi satu per satu kediaman siswa masing-masing," ungkapnya melalui sambungan telepon, Rabu (30/11/2022).

Khusus kepada terduga pelaku, Arbani menegaskan proses pendampingan itu bukan berarti menyalahkan masing-masing personal sebagai pelaku perundungan. Sebaliknya, justru akan mengupayakan perbaikan potensi masalah psikologis maupun psikososial yang kemungkinan mempengaruhi terduga pelaku.

"Anak-anak yang melakukan kekerasan atau perundungan seperti ini biasanya dipicu trauma masa kecil. Jadi harus dilakukan pendampingan, agar yang bersangkutan tidak melakukan hal-hal serupa dikemudian hari," terangnya.

Sementara, khusus pendampingan kepada korban, Arbani menyebut masih menunggu rekomendasi dokter. Pihaknya menunggu kondisi kesehatan fisiknya pulih.

"Nanti kalau dokter sudah memperbolehkan, sudah siap menerima kami, dan bisa diwawancara maka akan kami lakukan pendampingan," tutur Arbani.

Sebelumnya diberitakan, MWF (7), salah satu siswa SDN 1 Jenggolo yang masih duduk di bangku kelas II diduga menjadi korban perundungan yang dilakukan oleh sekitar 7 kakak kelasnya yang telah duduk di kelas VI, sepulang dari sekolah, Jumat (11/11/2022) lalu.

Diduga akibat perundungan itu, korban mengalami kejang-kejang dan koma hingga dilarikan ke rumah sakit. Sampai saat ini, korban masih menjalani perawatan di rumah sakit. Ia divonis pembengkakan dan pendarahan otak oleh dokter.

Sementara kepada para teduga pelaku yang berjumlah 7 siswa, polisi telah mentapkan mereka sebagai ABH (anak berhadapan dengan dengan hukum).

https://regional.kompas.com/read/2022/11/30/100509878/siswa-pelaku-perundungan-di-malang-alami-trauma-hingga-tak-mau-masuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke