Salin Artikel

6 Fakta Pasar Legi Solo, Berdiri Pada Masa Pemerintahan Raden Mas Said

KOMPAS.com - Pasar Legi Solo terletak di Jalan Letjen S Parman No 19, Setabelan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Pasar Legi Solo atau yang juga disebut Pasar Legi merupakan pasar induk terbesar di Kota Surakarta atau dikenal juga Kota Solo.

Pasar Legi merupakan pasar tradisional.

6 Fakta Pasar Legi Solo

1. Asal-usul Nama Pasar Legi

Nama Pasar Legi tidak lain berasal dari pasar yang ramai setiap hari pasaran "Legi" atau lima hari sekali.

Pasar ramai saat orang-orang dari pedesan datang untuk berjualan sekaligus berbelanja.

Pada zaman dahulu mbok-mbok atau kaum perempuan datang berjalan kaki dari desa menuju Pasar Legi, hal ini karena belum ada kendaraan umum pada saat itu.

Mereka berangkat sekitar pukul dua malam dengan membawa obor sebagai penerang jalan.

Dalam setiap rombongan ada beberapa laki-laki untuk bergantian menggendong hasil bumi sekaligus sebagai keamanan.

Dari kejauhan, rombongan ini tampak barisan bakul yang berjalan sambil ngobrol untuk mengurangi rasa kantuk dan lelah.

2. Sejaran Berdiri Pasar Legi

Pasar Legi didirikan pada masa pemerintahan KGPAA Mangkunegoro I atau Raden Mas Said.

Mangkunegoro I mendirikan pasar dan masjid sebagai wujud keseimbangan ekonomi dan religi.

Pendirian pasar disambut para masyarakat yang saat itu mayoritas merupakan petani, karena mereka memiliki ruang untuk memasarkan hasil panen.

Mangkunegoro I juga membebaskan pajak pedagang untuk menarik pedagang dan meramaikan pasar.

Setiap hari pasaran, yakni Legi, pedagang dari berbagai daerah seperti Boyolali, Kartasura, Karanganyar, Klaten, Sragen, Walikukun (Ngawi) datang ke Pasar Legi Solo.

3. Pedagang Pasar Legi Menggunakan Kereta Api

Pada periode 1870-an, masyarakat dari Ngawi dan Klaten mulai dapat menggunakan kereta api kelas tiga untuk pergi ke Pasar Legi. Mereka dan turun di Stasiun Balapan.

Sedangkan masyarakat yang tidak terjangkau kereta api dapat menggunakan gerobak, cikar, atau andong untuk menjual hasil panen di pasar.

Saat itu secara administratif, Pasar Legi di bawah pengawasan Mangkunegaran

4. Pedagang Oprokan

Pedagang oprokan adalah pedagang yang membuka dagangan di tanah beralasakan karung atau daun. Selain itu, ada juga yang menjajakan daganganya menggunakan payung gubuk tanpa dinding.

Hingga pemerintahan Mangkunegro VII (1916-1944), pedagang Pasar Legi masih berupa pedagang oprokan yang membuat barisan untuk berdagang.

Pada 1936, Pasar Legi Solo baru dibangun menjadi pasar permanen dengan tembok berwarna putih. Bagian depan pasar berupa pertokoan yang terbuat dari bahan beton.

Selokan pembuangan air diperbaharui, halaman yang terbuat dari aspal yang panas saat terkena matahari diganti dengan beton.

5. Renovasi Pasar Legi

Setelah renovasi pada tahun 1936, Pasar Legi mengalami renovasi lagi pada tahun 1992.

Namun pada tahun 2018, Pasar Legi terbakar yang menghabiskan ratusan kios milik para pedagang.

Kemudian, Pasar Legi dibangun kembali dengan bangunan lantai tiga dan diresmikan pada awal tahun 2022.

Pembangunan pasar yang berkonsep hijau dan moderen juga untuk mengubah stigma pasar kumuh, kotor, dan sesak yang sering melekat pada pasar tradisional.

6. Aktivitas 24 Jam

Pasar Legi beraktivitas selama 24 jam dengan pedagang pasar berganti-ganti.

Fungsi Pasar Legi adalah pasar kota yang memiliki aktivitas pasar induk hasil bumi dan sayuran yang mencakup regional dan nasional.

Pasar Legi saat ini dimiliki Pemerintah Kota Surakarta di bawah pengelolaan Dinas Pasar Surakarta.

Sumber

dinasperdagangan.surakarta.go.id dan eprint.ums.ac.id

https://regional.kompas.com/read/2022/10/13/213105678/6-fakta-pasar-legi-solo-berdiri-pada-masa-pemerintahan-raden-mas-said

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke