Salin Artikel

Separuh Penduduk Indonesia Kelaparan Tersembunyi, Dedi Mulyadi: Akibat Pergeseran Tradisi

KOMPAS.com - Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Prof Drajat Martianto menyebut bahwa 50 persen masyarakat Indonesia mengalami kelaparan tersembunyi.

Hal itu terjadi karena Indonesia sedang menghadapi tiga masalah gizi, yakni gizi kurang, obesitas dan kurang gizi mikro.

Mengomentari hal itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan, kelaparan tersembunyi terjadi bukan karena minimnya pendapatan masyarakat, tetapi pergeseran pola tradisi memasak nasi di masyarakat.

Kelaparan tersembunyi terjadi karena sebagian masyarkat mengalami kekurangan protein karena sebagian besar makanan yang dikonsumsi kurang bervitamin.

Dedi menilai, problem masyarakat hari ini adalah terjadinya perubahan pola hidup. Pola hidup saat ini bergeser mengarah pada hilangnya tradisi konsumsi bahan pangan alami seperti sayuran, ikan, daging dan buah-buahan.

"Kemudian mereka bergeser pada jajanan instan. Dikonsumsi oleh anak-anak remaja, orang dewasa bahkan hingga sampai orang tua," ujar Dedi.

Menurut Dedi, jajanan instan ini menjadi pengganti tradisi masak yang sehat di rumah. Pola tradisi memasak nasi mengalami pergeseran tajam. Dulu, masyarakat memasak nasi melalui beberapa tahap, mulai pencucian, masak setengah matang (ngagigihan), lalu diaduk dan dikukus untuk pematangan.

"Nah, tradisi ini sekarang sudah hilang. Diganti dengan alat-alat modern," kata Dedi.

Saat ini, lanjut Dedi, beras hanya dicuci lalu dimasukkan ke rice cooker kemudian dimasak langsung dan dikonsumsi. Makanya nasi seperti itu, kata Dedi, mengandung kadar gula tinggi.

"Wajar jika kadar gula tinggi itu menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat," jelas Dedi.

Selain itu, lanjut Dedi, pola konsumsi sayur masyarakat Indonesia dan tradisi konsumsi buah menjadi rendah.

"Dulu masyarakat punya tradisi makan buah alami, langsung dari pohon. Hari ini tradisi tersebut menurun," katanya.

"Ini problem. Sebanyak 50 persen kelaparan terselubung itu adalah bukan karena faktor pendapatan, tetapi tradisi publik mengalami perubahan. Itu karena kemalasan manusia juga," katanya.

Menurut Dedi, pergeseran tradisi memasak dan mengonsumsi makanan itu menjadi penyebab terjadinya penurunan daya tahan tubuh pada anak-anak karena asupan makanannya nyaris tidak berkualitas.

Dedi mengilustrasikan, orang miskin hari ini pasti memiliki minimal uang Rp 5000. Hal itu berdasarkan pengalamannya sering berinteraksi dengan masyarakat miskin.

"Misalnya dari mulung Rp 20.000 dapatlah. Dibelikan telur cukup. Tapi mereka malah beli jajanan, misalnya beli mi rebus satu mangkuk Rp 20.000. Uang itu malah habis hanya untuk beli mi satu mangkuk," kata Dedi.

Revolusi pendidikan

Dedi mengatakan, untuk memperbaiki pola makan masyarakat, harus dilakukan semacam revolusi pendidikan. Dimulai dari anak-anak yang merupakan generasi bangsa.

Dedi mengusulkan agar pihak sekolah memberi jadwal jenis makanan yang dikonsumsi anak-anak sekolah. Setiap hari pihak sekolah menyarankan kepada orangtuanya agar memasak bekal makanan yang mengandung gizi tinggi. Mulai sayuran, buah-buahan, telur, daging dan bahan makanan lain berprotein tinggi.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan memberi pemahaman kepada masyarakat terkait makanan dengan protein tinggi. Sebab saat ini, Dedi menilai hanya sedikit masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang makanan bergizi. Padahal makanan bergizi itu tidak harus dibeli dengan mahal. Bahkan di sekitar rumah pun sebenarnya tersedia.

Misalnya, buah-buahan bisa berupa pisang yang memiliki kandungan vitamin tinggi. Lalu vitamin C tinggi bisa didapat dari jambu batu. Bahan protein tinggi bisa berasal dari belut dan lainnya.

"Jadi sebenarnya, hamparan kadar protein di Indonesia itu tinggi tidak harus berbasis uang, di sekitar rumah juga banyak. Belut misalnya," ujar Dedi.

Selain itu, Dedi mengatakan, negara juga harus mendorong subsidi makanan bagi masyarakat. Memang pemerintah sudah melaksanakannya dengan program PKH untuk masyarakat miskin, meski di lapangan banyak terjadi penyimpangan. Namun program itu juga harus dibarengi dengan memberi pemahaman tentang makanan yang sehat dan bergizi tinggi.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/20/115536978/separuh-penduduk-indonesia-kelaparan-tersembunyi-dedi-mulyadi-akibat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke