Salin Artikel

Mengenal Tabuik: Asal-usul dan Tahapan

KOMPAS.com - Tabuik merupakan tradisi yang dilaksanakan di Kota Pariaman, Sumatera Barat.

Upacara Tabuik digelar setiap tahun pada tanggal 1-10 Muharram, dalam kalender Islam.

Tradisi Tabuik dilakukan untuk memperingati kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, dalam Perang Karbala, pada 10 Muharram.

Tradisi ini telah dikenal luas masyarakat daerah lain di Sumatera Barat, sehingga saat tradisi digelar selalu menyedot ribuan orang pengunjung.

Tabuik merupakan keramaian besar di Padang Pariaman.

Kegiatan ini melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak lain di luar daerah Pariaman.

Berikut ini asal-usul dan tahapan Tabuik.

Tabuik

Asal-usul Tabuik

Tabuik merupakan festival tahunan di masyarakat Pariaman. Diperkirakan festival ini telah berlangsung sejak abad ke-19 Masehi.

Tabuik diambil dari bahasa Arab, yakni tabut yang memiliki makna peti kayu.

Orang Pariaman melafalkan menjadi Tabuik, hal ini karena pengaruh dialek Minang, dimana konsonan yang berakhiran t akan dilafalkan menjadi ik. Contohnya, takut menjadi takuik.

Nama tersebut mengacu pada legenda tentang munculnya makhluk kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.

Berdasarkan legenda itu, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan buraq yang tengah mengusung tabut di punggungnya berbentuk menara belasan meter dan dikenal sebagai Tabuik.

Secara harfiah Tabuik artinya peti mati atau keranda yang dihiasi bunga-bunga dan dekorasi lain yang warna-warni dan kelengkapan lain yang menggambarkan buraq (hewan kuda yang berkepala manusia).

Dalam sejarah disebutkan Tabuik berasal dari orang India yang bergabung dalam pasukan Islam Thamil di Bengkulu pada tahun 1826, pada masa kekuasaan Thomas Stamford Rafles dari Kerajaan Inggris.

Setelah perjanjian London pada tanggal 17 Maret 1829, Bengkulu dikuasai Belanda, sedangkan Inggris menguasai Singapura.

Kondisi ini menyebabkan pasukan Islam Tamil di Bengkulu menyebar, di antaranya sampai ke Pariaman.

Sejak saat itu, Tabuik hadir dan menjadi budaya masyarakat Pariaman.

Secara simbolik, Tabuik menggambarkan kebesaran Allah SWT yang membawa terbang jenazah Husein ke langit dengan buraq karena meninggal mengenaskan dalam Perang Karbala.

Sejak 1982, Tabuik sebagai budaya penunjang pariwisata di Pariaman.

Tahapan Tabuik

Tradisi Tabuik bersifat kolosal karena melibatkan banyak orang, mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir pada penyelesaian puncak acara.

Pada 1910 muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga tradisi Tabuik berkembang seperti saat ini.

Tabuik terdiri dari dua macam, yakni Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Keduanya mengacu wilayah yang berbeda.

Tabuik Pasa (pasar) berasal dari sisi selatan sungai yang membelah kota hingga ke tepian Pantai Gandoriah.

Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal mula tradisi Tabuik.

Sedangkan, Tabuik Subarang berasal dari daerah Subarang (seberang), yakni wilayah sisi utara sungai atau daerah yang disebut Kampung Jawa.

Tradisi Tabuik dimulai pada tanggal 1 Muharram, namun puncak acara tidak lagi pada tanggal 10 Muharram.

Puncak acara dapat dilakukan pada taggal 10-15 Muharram yang disesuaikan dengan akhir pekan.

Ada tujuh tahap rangkaian ritual Tabui, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.

Pada puncak acara, Tabuik diarak menuju Pantai Gandoriah lalu dihoyak atau digoyangkan dan diambil semua benda-benda berharga yang dipasang pada Tabik.

Tahap selanjutnya, Tabuik dilarung ke laut sambil saling dibenturkan yang dilakukan pada saat matahari mulai tenggelam atau menjelang magrib.

Pantai Gandoriah menjadi pusat prosesi Tabuik.

Sumber:

rri.co.id, tribunpekanbarutravel.tribunnews.com, dan himatika.fst.uinjkt.ac.id

https://regional.kompas.com/read/2022/09/09/221047378/mengenal-tabuik-asal-usul-dan-tahapan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke