Salin Artikel

Lawan Mitos Sebabkan Tuli, Lebah Trigona Jadi Budidaya yang Menguntungkan

GORONTALO, KOMPAS.com –  Banyak masyarakat di Bone Bolango mempercayai bahwa madu trigona, lebah tanpa sengat (stingless bee) dapat menyebabkan ketulian.

Banyak warga percaya lebah mungil ini dapat masuk ke lubang telinga yang menyebabkan tuli, dan juga membuat lengket rambut jika hingga di kepala. Jika bertemu lebah ini warga cenderung menghindarinya.

Hal ini yang menjadi tantangan dalam pengembangan budidaya trigona yang dilakukan Pemerintah Desa Sogitia Kecamatan Bone Kabupaten Bone Bolango.

Tawaran budidaya madu trigona ini awalnya berasal dari Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) kepada warga yang berada di desa penyangga kawasan konservasi, namun tidak ada orang yang mau mengambil tawaran ini.

“Kami sudah berusaha menyosialisasikan budidaya madu trigona ini, namun warga kurang merespon. Kami lakukan edukasi dan melawan mitos sejak tahun lalu,” kata Sumitro Lopuo, Ayahanda Sogitia.

Ayahanda adalah sebutan masyarakat Gorontalo untuk kepala desa atau lurah.

Upaya Sumitro Lopuo ini tidak sebatas ucapan dalam pertemuan, ia dan aparat desanya bahkan memberikan kotak-kotak kayu yang akan dijadikan rumah koloni lebah tak bersengat ini ke warga, namun upaya ini tidak membuahkan hasil. Setiap rumah diberikan 2 kotak, tapi warga tidak menerima.

“Masalahnya ya anggapan madu dari lebah trigona atau dalam bahasa kami disebut tahudu dipercayai dapat menyebabkan tuli, apalagi dikonsumsi anak-anak,” ujar Sumitro Lopuo.

Upaya melayani masyarakat desanya ini tidak berhenti, Sumitro kemudian mendekati kumpulan anak muda putus sekolah dan belum bekerja.

Kepada mereka, Sumitro menjelaskan potensi keuntungan budidaya trigona.

Penyebab tuli

Dari komunikasi ini akhirnya terjaring 15 orang, kepada mereka inilah kemudian kotak-kotak lebah trigona ini dibagikan. Kotak kecil dari bahan kayu berukuran 30x10x15 cm dibagikan kepada mereka. Kotak-kotak ini hanya diletakkan di halaman rumah, diberi naungan agar tidak kehujanan atau kepanasan yang berlebihan.

Tidak sampai di sini Sumitro mengenalkan trigona ini, ia harus mencari koloni lebah di alam agar bisa dipindahkan ke kotak-kotak kayunya.

Ia datangi setiap rumah warganya, memeriksa bagian-bagian rumah jika ada lubang yang dihuni trigona.

Bahkan bagian belakang rumah seperti dapur dan kandang diperiksa untuk mendapatkan koloni lebah mungil ini.

Sumitro yakin banyak sekali koloni trigona di sekitar desanya, hanya saja warga masih memandang rendah satwa ini karena dianggap penyebab tuli.

“Kami mendapatkan beberapa koloni dan berhasil memindahkan ke kotak kayu. Kami juga sempat membeli koloni di Makassar per kotaknya Rp 750 ribu,” ucap Sumitro Lopuo.

Bibit lebah ini dikirim ke Gorontalo menggunakan jasa pengiriman pesawat, butuh 2 hari untuk sampai di Gorontalo.

Budidaya trigona ini merupakan upaya Pemerintah Desa Sogitia untuk memanfaatkan potensi desanya yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Jauh sebelum ada ide ternak trigona ini, sejumlah warga desa bahkan telah menjadi pencari madu liar di dalam kawasan konservasi ini.

Ternyata ternak trigona ini memiliki tantangan tersendiri, yaitu kehadiran semut. Semut ini dapat menyerang koloni yang menyebabkan trigona kabur meninggalkan kotak kayu.

Untuk mencegah kejadian ini, dibutuhkan pemeriksaan rutin dan segera menanganinya jika ada serangan.

Selain trigona yang baru diternak, sebagian warga Desa Sogitia juga dikenal sebagai pencari madu liar di di dalam belantara.

Setidaknya ada 3 orang yang secara tradisional mencari madu liar di tengah hutan, mereka mengandalkan alat sederhana untuk memanjat sarang lebah di atas pohon dan menurunkan madunya dengan hati-hati.

Keterampilan memanen madu liar ini didapat dari pengalaman bersama orangtua atau saudaranya.

Tidak semua orang memiliki kemampuan memanen madu liar, jika salah menanganinya akan terjadi serangan ribuan lebah.

Sengatan lebah dapat membahayakan manusia, apalagi yang berada di tengah hutan tidak segera mendapat penanganan medis.

Para pencari madu liar ini bisa menghabiskan waktu berhari-hari di tengah hutan untuk mengumpulkan madu sebelum balik ke desanya.

Jelajah mereka tidak hanya di sekitar hutan yang berdekatan dengan desa, bahkan di hutan yang masuk wilayah kabupaten lain pun dijalani.

Permintaan madu yang tinggi dan memiliki harga jual yang baik ini menjadi daya tarik para petani desa mengembara mencari koloni lebah liar.

Pemerintah desa kemudian mencari upaya lain yang dapat dilakukan warganya agar bisa memberi pekerjaan dan penghasilan kepada warganya.

Upaya ini bertemu dengan kepentingan Balai TNBNW yang juga memprogramkan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa penyangga.

Akhirnya disepakati untuk mengembangkan ternak trigona. Lebah ini sangat mudah dikembangkan.

Cukup menyediakan pakannya berupa bunga-bunga di sekitar rumah, trigona akan terbang mencari nektar dan menyimpannya dalam kotak-kotak kayu.

“Kami mengemabngkan trigona jenis biroi yang memiliki madu manis asam. Saat ini sudah ada 50 kotak yang dikelola anak muda, dalam 3-4 bulan lagi mereka akan panen perdana,” ujar Sumitro Lonuo.

Dukungan ternak trigona ini juga diberikan Balai TNBNW dengan menyerahkan peralatan yang dibutuhkan para petani lebah trigona yang tergabung dalam Kelompok Tani Pohalaa.

“Taman Nasional Bogani Nani Wartabone memiliki 117 desa penyangga, salah satunya adalah desa Sogitia. Kami memberikan hibah untuk pengembangan ternak lebah, semoga ini dapat memudahkan bekerja, memacu produksi dan meningkatkan kesejahteraan,” kata Supriyanto Kepala Balai TNBNW.

Menurut Supriyanto, pasar madu sangat bagus, bahkan harganya sangat baik. Di sisi lain ternak trigona bisa dilakukan oleh siapa saja dengan memanfaatkan kebun yang ada. Kotak-kotak kayu bisa dibuat oleh warga lokal.

Dukungan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran warga dalam menjaga lingkungan, termasuk pelestarian kawasan konservasi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Dengan beternak lebah ini diharapkan warga akan menjaga habitat hidup satwa ini dengan menyediakan aneka tanaman berbunga.

Warga yang telah memiliki penghasilan  dan mampu meningkatkan kesejahteraan akan lebih fokus mengembangkan usahanya. Mereka juga akan melestarikan hutan yang berada di desa mereka.

Madu trigona di Gorontalo saat ini dijual dengan harga Rp150 ribu untuk kemasan 350 gr, untuk madu Apis dorsata dijual dengan harga Rp100 ribu kemasan 350 gr dan 150 ribu kemasan 500 ml.

Untuk madu lebah Apis dorsata, Sumitro Lopuo bekerjasama dengan para pencari madu liar yang berjumlah 25 orang. Mereka mencari madu di dalam hutan.

Permintan madu liar ini sangat tinggi, tidak hanya dijual dalam kemasan, petani madu ini juga menjual grosir atau curah. Sudah ada ribuan kilogram madu Apis dorsata yang telah dikirim, teruma ke Sulawesi Selatan dan Kalimantan. Untuk curah, ia mematok harga Rp200 ribu perkilogramnya.

Madu ini diminati warga Kota Gorontalo dan sekitarnya, pasarnya sangat bagus, bahkan sudah dipasarkan ke berbagai kota di Pulau Sulawesi.

“Ada juga pesanan dari luar negeri, dari Malaysia” ujar Sumitro Lopuo.

Sumitro mengungkapkan, ada desakan dari beberapa petani madu di luar daerah yang menganggap harga jual madu Gorontalo terlalu rendah.

Mereka mendesak petani madu Sogitia untuk menaikkan harga jualnya.

“Harga jual madu kami dianggap paling murah, mereka keberatan dan meminta kami menaikkan harga,” ujar Sumitro.

Sumitro menjelaskan, harga madu di Manado untuk kemasan 460 ml dijual dengan harga Rp 250 ribu, sementara di Gorontalo kemasan 500 ml hanya dijual Rp 125 ribu.

Akibat perbedaan harga yang menyolok ini, ia mengaku sering diprotes pedagang luar daerah.

“Sekarang sudah kami naikkan madu 500 ml dengan harga Rp150 ribu untuk eceran, itupun kami masih diprotes. Akhirnya kami jelaskan bahwa daya beli masyarakat Gorontalo tidak sebaiknya Manado atau Makassar,” tutur Sumitro.

Tantangan lain yang harus dihadapi Sumitro adalah menguatkan pemahaman masyarakat tentang khasiat madu, para konsumen harus selalu diedukasi tentang khasiat madu alami.

Kini warga Desa Sogitia mulai mengenal ternak madu trigona, lainnya juga masih mencari madu liar di hutan. Cairan yang memiliki rasa manis khas ini mempunyai khasiat bagi kesehatan.

Dengan beternak lebah trigona dan memanfaatkan hutan untuk mendapatkan madu lair, warga tidak perlu lagi menebang kayu atau membuka ladang di dalam kawasan konservasi. 

Menjaga hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone akan berdampak pada penghasilan mereka, memberi harapan baru untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/09/214606178/lawan-mitos-sebabkan-tuli-lebah-trigona-jadi-budidaya-yang-menguntungkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke