Salin Artikel

Kisah Badut Profesional di Semarang, Harus Ceria di Balik Hati yang Merana

SEMARANG, KOMPAS.com - Sore itu, riuh suara gelak tawa anak-anak disertai tepuk tangan yang keras memenuhi lapangan kecil di kawasan rumah susun (rusun) Desa Plamongan Sari, Pedurungan, Kota Semarang.

Tampak belasan badut berjoget mengikuti alunan musik yang berdendang.

Mengenakan baju warna-warni, dengan penampilan perut buncit, sepatu lebar, sarung tangan dan topi, ditambah pula coretan wajah penuh warna, memberi citra meriah dan ceria.

Aksi demi aksi mereka lakukan secara bergantian. Mulai dari bermain sulap hingga beberapa permainan akrobat.

Siapa sangka, di balik wajah ceria badut-badut yang berjoget ria itu ternyata menyimpan banyak cerita lara.

Hal tersebut disampaikan oleh Hadi Wijanarko. Laki-laki yang dikenal sebagai Om Cipus itu mengaku, menjadi badut merupakan profesi penuh tantangan yang harus dilakukan dengan profesional.

"Istilahnya itu seperti janji yang harus ditepati. Tidak tahu kami mau sedih, sakit, kami harus tetep datang. Ketika kami sudah berdandan, ini harus full senyum. Kami tidak bisa menolak sedihnya kayak apa,” tutur Om Cipus, saat ditemui Kompas.com, Rabu (7/9/2022).

Om Cipus beberapa waktu lalu mengalami pengalaman pahit.

Saat Om Cipus harus tampil menghibur, dirinya mengalami cidera pada kaki.

Mau tak mau, laki-laki asal Semarang ini harus tetap beraksi sesuai perjanjian dengan pelanggannya.

“Saya sakit sampai hampir mau pingsan. Tapi terus terang dengan yang punya hajat, kalau tidak bisa maksimal. Kalau mau digantikan, tapi ternyata teman-teman ini sudah punya fans sendiri-sendiri,” ujar dia.

Tidak hanya itu, Om Cipus juga menceritakan, banyak kawan-kawan di komunitas Badut Semarang Community (Basscom) yang terpaksa harus memasang senyum lebar dikala sedang sedih hati.

Ada yang tetap berangkat saat masih sakit, terdapat masalah keluarga, bahkan kehilangan banyak momen dengan orang-orang terdekat.

"Sebisa mungkin kita harus tetap menghibur," tutur dia.


Berjiwa sosial

Belasan badut profesional yang tergabung dalam Basscom ini ternyata punya visi yang mulia.

Meski masih kerap mendapat stigma negatif, badut-badut ini dengan sukarela berkontribusi melakukan kegiatan sosial untuk masyarakat di Kota Semarang.

Salah satu contohnya, merayakan ulang tahun salah satu warga rusun Plamongan Sari dengan tidak memungut biaya.

“Kami di sini dengan satu tujuan, bersatu dan berbagi. Kami bersama-sama saling menguatkan, bertukar ilmu dan bersatu, kemudian kami berbagi. Ini jadi salah satu bentuk aksi dari Basscom agar bisa bermanfaat bagi masyarakat, di Semarang khususnya,” tutur Om Cipus.

Om Cipus menuturkan, kegiatan tersebut perlu dilakukan agar anak-anak rusun dapat merasakan momen spesial layaknya anak-anak di luar sana.

"Ingin menghibur anak-anak rusun, biar bisa merasakan euforia perayaan ulang tahun," ujar dia.

Mencukupi kebutuhan

Om Cipus telah berprofesi menjadi badut 14 tahun lamanya, tepatnya sejak tahun 2008. Tak bisa dipungkiri, dirinya tengah memiliki banyak penggemar.

Hal ini lah yang membuat Om Cipus bisa terbantu mencukupi kebutuhan kesehariannya. Dalam satu kali penampilan, Om Cipus memberi harga sekitar Rp 500.000 hingga Rp 700.000.

“Itu dalam waktu 1 sampai 2 jam. Tapi, beda lagi kalau pesan sekaligus dengan dekorasinya. Bisa satu kali main Rp 2 juta, itu sudah semua tapi dengan desain simpel. Yang paling mahal Rp 3 jutaan, sudah dekorarsi, badut, sulap full, akrobat, sound dan semua rangkaian acara,” ujar Om Cipus.


Berbeda dengan Om Cipus, Sekretaris Basscom, Ariyanto, lebih membidik segmen masyarakat menengah ke bawah.

Laki-laki yang disapa dengan sebutan Badut Shinjo itu mengaku, saat tampil di perkampungan, dirinya sering memberi harga mulai dari Rp 400.000-an.

“Karena untuk bermain di masrayakat menengah ke atas juga harus memiliki skill yang lebih. Kalau saya di kampung saja tidak apa lah, yang standar tapi sering,” ujar Om Shinjo.

Meski demikian, Om Shinjo mengaku, penghasilan dari profesi badut yang dia tekuni itu bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Dengan itu dirinya berharap, ke depannya, badut bisa mendapat banyak dukungan dan apresiasi dari masyarakat.

“Kami juga ingin membuat, selain ada Semarang hebat, juga menjadi Semarang ceria dan berbahagia,” pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/08/051300878/kisah-badut-profesional-di-semarang-harus-ceria-di-balik-hati-yang-merana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke