Salin Artikel

Mengenalkan Pramoedya Ananta Toer untuk Kalangan Muda di Tanah Kelahirannya Blora

Dari sekian banyak karyanya, dua di antaranya telah dialihmediakan ke sebuah film yang berjudul Bumi Manusia dan Perburuan.

Tak main-main, film 'Bumi Manusia' diperankan oleh Iqbaal Ramadhan. Sedangkan film 'Perburuan' diperankan oleh Adipati Dolken.

Sebagian masyarakat yang mengagumi Pram, pasti sudah tahu kalau sastrawan tersebut dilahirkan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Namun di kota kelahirannya sendiri, kajian-kajian tentang Pramoedya Ananta Toer tampaknya tidak begitu rutin dan banyak digelar.

Padahal, apabila kajian-kajian tentang Pram dilakukan secara rutin, tidak menutup kemungkinan para Pramis (sebutan penggemar Pram) akan berbondong-bondong untuk mendatanginya. Dan, Blora sebagai kota kelahiran Pram, akan lebih dikenal masyarakat luas karena adanya potensi tersebut.

"Harusnya jadi daya tarik wisata, jadi daya tarik literasi orang mau mengerti Pram. Kalau mau mengerti tentang karya-karya besar Pram, sebagaimana kisah-kisah itu yang basisnya tentang kemanusiaan, ya harusnya datangnya ke Blora dan harusnya itu jadi identitas kota Blora," ucap Muhammad Faisal saat ditemui Kompas.com di Blora beberapa waktu lalu.

Muhammad Faisal yang merupakan seorang peneliti muda menilai, karya-karya Pram masih sangat relevan untuk dikaji dan dikembangkan oleh anak-anak muda masa kini.

Bahkan, dirinya yang tinggal di ibu kota Jakarta menilai beberapa karya Pram masih terus dikaji ataupun dibaca oleh pemuda-pemudi yang ingin tahu tentang sastra Pram pada masa itu.

"Jadi sebetulnya Pram sebagai sosok dan karya-karyanya itu masih dikaji dan masih dibaca, buku-bukunya kalau di ibukota juga masih ditempatkan di rak-rak terdepan dan masih dibaca oleh generasi muda," ujar dia.

"Yang dicari malah sebetulnya kajian-kajian yang ngaji Pram, itu masih minim. Jadi bukunya dibaca jelas, tinggal pembedahannya saja," imbuh dia.

Faisal yang juga merupakan seorang doktor psikologi sosial politik menyebut, paham kiri yang disematkan kepada Pramedya Ananta Toer oleh pemerintahan waktu itu tampaknya sudah tidak menjadi pembahasan penting bagi anak-anak muda saat ini.

Sebab, sejumlah negara yang waktu itu dikenal sebagai negara komunis ataupun sosialis yang identik dengan paham kiri, saat ini tidak lagi sepenuhnya menerapkan sistem pemerintahan yang seperti itu.

"Ya kalau sekarang kan paham kiri sudah dianggap tidak ada, kiri yang mengarah kepada revolusi gitu ya, karena negara-negara komunis pun sekarang sudah mengadopsi sebagian sistem ekonominya menjadi kapitalis, ya Rusia ya China," kata dia.

"Jadi (paham) kiri sekarang berusaha diterjemahkan menjadi gerakan yang berbeda, misal (paham) kiri itu cenderung kalau di Amerika ataupun di Eropa arahnya ke gerakan lingkungan hidup atau anti industri," imbuh dia.

Founder Youth Laboratory Indonesia tersebut bahkan meluangkan waktunya selama beberapa hari pada bulan Agustus di Kabupaten Blora untuk melakukan riset kualitatif tentang kehidupan dan literasi anak-anak muda Blora.

Sehingga balik lagi, apabila anak-anak muda Blora mengkaji tentang Pram, maka tak menutup kemungkinan Blora akan dikenal lebih luas lagi sebagai kota literasi dan dapat berkembang lebih pesat lagi.

"Kayak misalnya pameran Pram yang ada di Jakarta yang sampai di extend dua kali, kalau enggak salah sempat diadakan juga di Surabaya, harusnya benda-benda yang ada di pameran itu balik ke Blora, dan jadi museum di sini dan jadi tempat pengajian Pram, ngaji tentang Pram, ngaji tentang keindonesiaan," jelas dia.

Bahkan, di Sumatra Barat kata Faisal, kajian-kajian Tan Malaka marak dikaji oleh anak-anak muda.

"Tapi basisnya bukan untuk pemberontakan atau revolusi konteksnya, tapi konteksnya untuk mengkritisi zaman yang semakin industrialis, semakin orientasi profit, atau mengkritisi manusia yang semakin individualis," terang dia.

Selama berada di Blora, penulis buku Generasi Phi dan Generasi Kembali ke Akar tersebut juga sempat berkunjung dan berbincang dengan Soesilo Toer, adik dari Pramoedya Ananta Toer di rumah pribadinya.

Namun, selama bertemu dan berbincang dengan Soesilo Toer, dirinya cukup menyayangkan kondisi dari kakek yang usianya lebih dari 80 tahun itu.

"Aku sangat menyayangkan kondisi rumahnya, yang sebetulnya Mbah Soes itu menyimpan banyak begitu memori kolektif sejarah dan peristiwa, yang sebetulnya aku berpikir bila memang kondisi rumah lebih bersih gitu kan, dan ada secara rutin direkam dan kita perlu lho merekam tokoh-tokoh sepuh kita itu," urai dia.

"Kisah-kisah mereka walaupun kadang berulang dan kadang sepele, tapi kalau kita rekam dengan video dan itu menjadi konten yang nanti terdokumentasi dengan baik, itu menjadi menarik dan bisa membuat orang dari luar kota itu pengin datang ke rumah dan perpustakaan itu," sambung dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/31/154757278/mengenalkan-pramoedya-ananta-toer-untuk-kalangan-muda-di-tanah-kelahirannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke