Salin Artikel

Elpiji Subsidi 3 Kg Langka dan Mahal, Warga Bima Pilih Kayu Bakar

BIMA, KOMPAS.com - Harga elpiji subsidi ukuran 3 kilogram di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), tembus hingga Rp 30 ribu per tabung.

Lonjakan harga LPG bersubsidi ini disebabkan kelangkaan di pangkalan. Akibatnya, beberapa warga terpaksa menggunakan kayu sebagai bahan bakar.

Ida, ibu rumah tangga di Desa Mpili, Kecamatan Donggo mengeluhkan, dirinya susah mendapatkan gas ukuran 3 kg di wilayahnya.

Dia menceritakan, tak jarang harus berkeliling ke beberapa desa untuk bisa mendapatkan gas elpiji berusbsidi. Ketika dapat pun, harga gas melon itu cukup mahal. Padahal harga normal sesui HET yakni Rp 18 ribu per tabungnya.

"Yang jual eceran, per tabungnya Rp 25-30 ribu. Sudah harganya segitu, terus susah didapat," kata Ida saat ditemui Kompas.com, Jumat (19/8/2022).

Ibu satu anak ini mengatakan, sudah sebulan terakhir ini gas 3 kilogram mulai langka di wilayahnya.

Hal ini membuat sebagian masyarakat kelimpungan untuk mendapatkan salah satu gas subsidi itu. Pasalnya, agen gas yang biasa menjadi langgananya di wilayah itu selalu kehabisan stok.

Ia dan warga lainya terpaksa menempuh perjalanan jauh hanya untuk mendapatkan satu tabung. Ketika dapat pun, harganya cukup mahal.

"Sudah sebulan gas ini langka, harganya juga mahal sampai Rp 30 ribu per tabung dengan ukuran 3 kg. Untuk mendapatkannya, kita cari sampai dapat hingga di wilayah Bolo," ujar Ida.


Meski langka dan harganya mahal, namun Ida tetap berupaya untuk mendapatkan gas elpiji subsidi kendati di luar wilayah meski harus adu cepat dengan konsumen lain.

"Sekarang kalau nggak pesen dulu atau cepet-cepetan, pasti tidak kebagian," tuturnya.

Warga beralih ke kayu bakar

Kenaikan harga gas subsidi yang dibarengai kelangkaan sangat berdampak untuk warga. Salah satunya, warga terpaksa beralih ke kayu bakar untuk memasak.

"Persoalan memasak ini tidak bisa ditunda-tunda, tapi karena gasnya semakin sulit dicari, ya mau bagaimana lagi. Kami terpaksa pakai kayu bakar," ujarnya

Melihat kondisi itu, Ida berharap ketersedian gas elpiji 3 kilogram dapat kembali normal. Mengingat komoditas bahan bakar gas itu sudah sangat vital bagi kehidupan sehari-hari.

"Diharapkan pasokan gas khusus di Kecamatan Donggo sesuai kebutuhan. Pertamina harus rutin mendistribusikan elpiji ini, sehingga kita tidak lagi kebingungan," tuturnya

Namun yang paling penting, menurutnya, yakni masyarakat setempat ingin mendapatkan fasilitas yang sama dengan warga di desa lain lain untuk mendapatkan LPG bersubsidi.

Mereka berharap adanya pangkalan elpiji baru di wilayahnya, sehingga warga tak lagi harus menempuh perjalanan jauh untuk memperoleh elpiji bersubsidi.

"Kasihan kami harus pergi jauh-jauh untuk membeli gas. Untuk itu, kami minta di desa ini harus ada pangkalan gas. Dengan adanya pangkalan itu, masyarakat juga bisa mendapat elpiji sesuai HET," harapnya

Sementara itu, kelangkaan elpiji 3 kg yang terjadi dalam sebulan terakhir ini sangat disesalkan warga. Sebab, gas melon bersubsidi ini sudah menjadi andalan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

Masyarakat sendiri juga mengaku bingung, kenapa di saat isu kelangkaan elpiji 3 justru harganya melambung tinggi.

Iskandar, warga Desa O'o mengatakan, kelangkaan gas tersebut dipicu aksi nakal oknum pemilik agen yang menjual gas jatah kalangan keluarga miskin ke warung eceran.

"Informasi yang saya dapat seperti itu. Selain dijual bebas di kios-kios kecil, gas berubsidi ini justeru banyak dinikmati kalangan masyarakat mampu," kata dia

Dia berharap pemerintah dan PT Pertamina (Persero) bisa melakukan operasi pasar terhadap langka dan mahalnya elpiji 3 kg.

"Pemerintah terkait segera terjun ke lapangan mengecek kebenaran informasi tersebut. Bila benar ditemukan fakta bahwa ada agen dan pangkalan nakal, cabut saja perizinannya," ujar Iskandar.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/20/075506878/elpiji-subsidi-3-kg-langka-dan-mahal-warga-bima-pilih-kayu-bakar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke