Salin Artikel

Kisah Soekarno Jalani Pembuangan di Ende

Ia kemudian dibawa ke Surabaya. Belanda juga membawa istri Soekarno, Inggit serta Ratna Juami, anak angkat mereka. Masuk dalam rombongan, Ibu Amsi yang tak lain mertua Soekarno.

Soekarno harus mejalani pembuangan. Tiga hari sebelum diberangkat ke pelabuhan, Soekarno bertemu ayah dan ibunya. Mereka diberi waktu kesempatan selama 3 menit untuk berpamitan.

Di pelabuhan, kepergian Soekarno dan keluarganya dilepas oleh orang-orang yang berjejal-jejal berbaris dengan melambaikan bendera merah putih yang dibuat sendiri.

Delapan hari perjalanan di atas kapal barang KM van Riebeeck, Soekarno dan keluarganya tiba di pulau terpencil, Flores.

Di pembuangan itu, Soekarno membawa keranjang buku yag menjadi satu-satunya harta pribadi yang dibawa.

Oleh Gubernur Jenderal, Soekarno ditempatkan di Ende, sebuah kampung nelayan yang memiliki 5.000 penduduk. Tepatnya di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja.

Penduduk kampung itu bekerja sebagai nelayan, petani kelapa dan petani biasa. Soekarno kemudian tinggal di rumah milik Haji Abdullah Amburawu.

Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno bercerita jika butuh waktu 8 jam berkendara dengan mobil untuk ke kota terdekat.

Jalan utamanya adalah jalan tanah bekas tebasan hutan yang menjadi kubangan saat musim hujan. Di Ende tak ada telepon, tak ada telegraf. Tak ada juga listrik dan air jeding. Selain itu tak ada hiburan di Ende.

Satu-satunya komunikasi hanya melewati dua buah kapal pos yang datang sebulan sekali.

Soekarno bercerita jika mandi dia akan membawa sabun ke Wola-wola, sebuah sungai dengan air dingin dengan bongkahan batu di tengahnya.

Di sekeliling rumah yang ditempat Soekarno hanyalah kebun pisang, pohon kelapa dan juga jagung.

Sang istri, Inggit bertanya mengapa mereka harus dibuang di Ende, bukan di Digul yang selama ini menjadi lokasi pembuangan para pengikut Soekarno.

"Di Digul, ada 2.600 orang buangan. Tentu aku akan menemukan kehidupan menyenangkan di sana. Dapatkan kau bayangkan apa yang akan diperbuat Sukarno dengan 2.600 pasukan yang sudah jadi itu? Aku akan mengubah wajah negeri Belanda dari Tanah Papua yang terpencil itu," ungkap Soekarno.

Di Ende, Soekarno tak memiliki kawan. Ia juga kehilangan ibu mertuanya yang ikut dalam pembuangan. Ibu Amsi meninggak pada 12 Oktober 1935 setelah lima hari tak sadarkan diri.

Seorang diri, Soekarno membangun kuburannya dan meletakkan batu bata untuk dasarnya. Ia juga menggosok batu kali untuk nisannya.

Karya pertama diilhami oleh Frankenstein berjudul Dr Setan dengan tokok utama Boris Karloff Indonesia yang menghidupkan mayat dengan melakukan tranplantasi hati dari orang yang hidup.

Naskah lainnya adalah Rahasia Kelimutu, Jula Gubi, Kut Kutbi, Anak Haram Jadah, Maha Iblis, Aero Dinamit, Nggera Ende, Amoek, Rahasia Kelimutu II, Sang Hai Rumba, dan 1945.

Soekarno pun mendirikan perkumpulan Sandiwara Kelimutu yang namanya diambil dari nama danau tiga warna di Flores.

Ia menjadi sutradara dan latihan dilakukan selama 2 minggu di bawah poohn kayu dan diterangi sinar bulan.

Pemain adalah warga sekitar tempat pembuangan Soekarno seperti petani hingga montir. Ia sendiri yang melatih para pemain.

Soekarno kemudian menyewa sebuah gudang dari gereja dan mengubahnya menjadi gedung pertunjukan. Ia sendiri yang menjual karcisnya.

Sandiwara tersebut berjalan selama tiga hari dan tampil di depan 500 penonton. Bahkan orang Belanda ikut membeli karcis dan hasilnya untuk membayar sewa gedung.

Soekarno membuat berbagai macam pakaiaan, membuat gambar di dinding belakang panggung, mengatur peralatan di atas panggung hingga melatih dua perempuan untuk bernyanyi keroncong.

Setiap selesai pertunjukan, Soekarno akan membawa semua pemain ke rumahnya untuk makan bersama.

Ia bisa berjam-jam bersandar di pohon sukun (kluwih) yang ada di depan rumahnya menghadap ke laut.

Hingga akhirnya Soekarno menderita sakit kepala luar bias dan merasa tidak sehat. Bahkan ia harus merangkak keluar tempat tidur untuk duduk di bawah pohon sukun menghadap ke teluk.

Hingga suatu hari, Soekarno tidak punya kekuatan untuk duduk di bawah pohon dan tak dapat bangun dari tempat tidur.

Dari hasil pemeriksaan dokter, Soekarno divonis menderita malaria.

Sakitnya Soekarno menjadi perhatian sahabat-sahabatnya di Pulau Jawa. Mereka mengajukan protes ke Volksraad.

Hingga Kolonial Belanda mengumumkan melalui radio jika Soekarno akan dipindahkan ke pengasingan lain.

Setelah lima tahun di Ende, pada Februari 1938, Soekarno dan keluarganya dipindahkan dari Flores. Keberangkatan Soekarno diantar oleh warga Ende di pelabuhan. Ia pun dinaikkan ke kapal dagang menuju Bengkulu.

Pada tahun 1951, untuk pertama kalinya Soekarno kembali ke Ende setelah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Dalam kunjungannya, ia menyatakan keinginannya agar rumah pengasingan itu dijadikan museum.

Pada kunjungannya yang kedua pada tahun 1954, Ir. Soekarno meresmikan rumah itu sebagai “Rumah Museum”.

Rumah Pengasingan tersebut kemudian ditetapkan menjadi Bangunan Cagar Budaya berperingkat Nasional dengan Surat Keputusan bernomor 285/M/2014 pada 13 Oktober 2014.

Sementara itu tempat perenungan Soekarno dikenal dengan dengan nama aman Renungan Bung Karno atau sering disebut Taman Renungan Pancasila.

Lokasinya di Kelurahan Rukun Lima. Di taman tersebut, terdapat patung Soekarno duduk merenung di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke arah laut.

Sementara, pohon sukun yang ada di Tamman Renungan Bung Karno disebut Pohon Pancasila. Pohon yang ada saat ini adalah pohon yang ditanam pada 1981, karena pohon yang asli sudah tumbang sejak 1960.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/17/120200078/kisah-soekarno-jalani-pembuangan-di-ende

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke