Salin Artikel

Cerita Dadang dan Wawan, Datang dari Garut ke Palembang untuk Menjual Bendera

PALEMBANG, KOMPAS.com - Terik matahari siang itu begitu menyengat. Seorang pria paruh baya duduk di bawah hamparan bendera dan umbul-umbul di sepanjang jalan Pom XI, Palembang, tepatnya di depan gedung DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Senin (8/8/2022).

Tangannya yang sudah mulai berkeriput memegang nasi bungkus, siap menyantap makan siang sembari sembari menunggu pembeli bendera menghampiri dagangannya.

Ketika melihat mobil ataupun motor yang menepi di atas trotoar, pria bernama Dadang Bentar (51) tersebut langsung menghentikan jam istirahatnya untuk melayani pembeli.

“Mau yang kecil apa yang besar? kalau yang ini (ukuran kecil) Rp 20.000, ukuran besar Rp 40.000,” kata Dadang yang belum sempat meneguk air minum setelah makan.

Bendera yang dijual Dadang pun tak mutlak dengan harga yang sudah ditetapkan. Para pembeli masih bisa menawar bendera yang dijualnya.

Bila harga yang dijual masih sedikit menguntungkan, Dadang rela melepasnya. Paling tidak, Dadang bisa mendapatkan ongkos pulang ke kampung dan makan siang untuk hari esok.

“Nanti kalau terlalu mahal orang tidak mau beli. Dari pada tidak laku, mending dijual saja,” ujarnya.

Dalam sehari, Dadang bisa mengantongi uang sekitar Rp 300.000 hingga Rp 500.000 dari hasil penjualan bendera.

Di kampung halamannya di Kabupaten Garut, Jawa Barat, Dadang bekerja di sebuah pabrik konveksi.

Sejak 2007, Dadang selalu datang ke Palembang setiap mendekati perayaan 17 Agustus untuk menjual bendera merah putih.

“Biasanya satu bulan sebelum (HUT RI) sudah di sini. Nanti setelah 17 Agustus baru pulang lagi ke Garut,”ujar Dadang

Dadang tak hanya seorang diri datang ke Palembang. Beberapa rekannya dari Garut juga ikut mengadu nasib berdagang bendera di sepanjang jalan Pom XI.

Hari kemerdekaan Indonesia, adalah kesempatan tahunan bagi Dadang dan rekannya untuk mendapatkan rupiah lebih banyak dibandingkan bekerja di pabrik konveksi.

“Kalau di pabrik kan gaji harian cuma berapa, tapi kalau jual bendera bisa dapat lebih kalau laku banyak. Ya, setidaknya masih bisa menabung dikit untuk keluarga,” ujarnya.

Pada tahun ini, pembeli bendera Dadang cukup banyak dibandingkan dua tahun belakangan saat pandemi Covid-19.

“Kalau sekarang luman banyaklah, satu hari bisa sampai 40 bendera. Tapi kalau dua tahun kemarin sepi sekali, pulang ke kampung barangnya masih banyak,” ungkapnya.

Sama halnya dengan Wawan (50). Dia pun merasa, saat mendekati perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77, pembeli lebih banyak.

Sama seperti Dadang, Wawan yang merupakan seorang buruh bangunan juga alih profesi setiap momen 17 Agustus datang.

“Nanti setelah selesai 17 Agustus, baru kerja bangunan lagi. Tiap tahun memang sering jualan bendera, hasilnya cukup untuk keluarga,” kata Wawan.

Bendera yang dijual oleh Wawan pun dibawa dari Garut. Bila nanti bendera yak habis terjual, Wawan akan membawanya ke pasar 16 Ilir.

“Di pasar nanti biasanya ada yang menampung, jadi ketika pulang barang sudah habis,” ujarnya.

Wawan juga mengaku, hasil jualan bendera di tanah rantau cukup menghidupi keluarganya di Garut. Ia berharap pandemi Covid-19 dapat segera melandai sehingga penjualannya kembali normal.

“Sebelum Pandemi biasnaya bisa sampai 100 bendera laku, tapi tahun ini lebih baik dari pada tahun sebelumnya. Yang beli dikit, jadi kalau pulang terpaksa rugi,” ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/08/164306178/cerita-dadang-dan-wawan-datang-dari-garut-ke-palembang-untuk-menjual

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke