Salin Artikel

Kisah Penambang Timah Selam di Bangka, Bekerja Tergantung Angin Musim

BANGKA, KOMPAS.com - Angin musim timur berhembus perlahan di perairan laut Batu Atap, Belinyu, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung pada Minggu (31/7/2022) sore.

Cuaca sore itu cerah. Kondisi air laut memang cukup berombak tetapi masih bisa dilewati perahu motor.

Di tengah pemandangan itu, ada beberapa penambang selam yang tengah beraktivitas melakoni pekerjaannya.

"Sekitar tiga bulan lagi, kami sudah harus pindah. Saat angin musim barat masuk, gelombang tinggi dan tak mungkin lagi menambang," kata Zabir (38), penambang Timah Inkonvensional (TI) selam di Pantai Batu Atap, Minggu (31/7/2022).

Zabir telah bekerja sebagai penambang TI hampir 15 tahun. Ia merupakan salah satu kelompok penambang yang beroperasi di Batu Atap. Di lokasi yang sama, diperkirakan ada sekitar 50 kelompok penambang.

Lokasi penambangan mereka selalu berpindah-pindah, karena menyesuaikan kondisi musiman.

"Rata-rata dalam satu musim kami menambang tujuh bulan. Kemudian pindah ke lokasi lain, karena beda teluk pengaruh angin juga berbeda," ujar Zabir.

Ayah dua anak asal Buton, Sulawesi itu mengaku bekerja sebagai penambang sebagai pilihan hidup yang harus dijalani.

Meskipun memiliki risiko yang cukup besar, Zabir tetap merasa bersyukur.

Sulitnya mencari pekerjaan lain menjadi alasan para penambang setia menghadang ombak saban hari.

Zabir bekerja selama enam hari dalam sepekan. Pada hari Jumat, mereka biasanya libur.

Dari pondok-pondok atau camp penambangan, Zabir dan para rekannya berangkat sejak pukul 08.00 WIB dan pulang sekitar pukul 16.00 WIB. Di tengah hari, mereka akan menyantap bekal masing-masing yang dibawa dari rumah.

Dari pantai ke lokasi ponton yang berjarak sekitar dua kilometer, sudah ada perahu motor khusus melayani antar jemput penambang selam. Perahu tersebut dibayar dengan pasir timah yang didapat para penambang.

Sehari-hari Zabir bertugas sebagai pengatur selang. Tugasnya dianggap vital karena berhubungan dengan pasokan udara untuk penyelam yang sedang bekerja.

Selain itu Ia juga harus mengatur selang agar pasir timah bisa tersedot dengan baik dari dasar laut ke atas ponton.

Ponton TI selam merupakan sarana tambang tradisional yang kontruksinya berupa rakit kayu. Setiap TI selam diawaki empat sampai lima pekerja. Masing-masing memiliki fungsinya masing-masing. Ada yang bekerja sebagai penyelam, pengatur selang udara, pengayak pasir timah dan operator mesin.

"Setiap TI selam biasanya punya satu penyelam. Tugasnya menyelam ke bawah dan mengarahkan selang agar pasir timah bisa disedot," ujar Zabir.

Saat kondisi tertentu, Zabir kadang juga harus menyelam. Menyusuri dasar laut dengan kedalaman lima sampai sepuluh meter.

Bahkan pada beberapa lokasi tertentu kedalamannya ada yang mencapai 15 meter.

Untuk membuat satu rakit TI selam, dibutuhkan biaya Rp 80 juta - Rp 90 juta. Rakit menggunakan rangkaian drum plastik yang dipasang di bagian bawah lantai. Kontruksinya menggunakan kayu bulat atau balok yang disambung menggunakan plat besi dan baut.

Setiap TI selam dilengkapi dengan kotak kayu untuk mengayak pasir dan mesin diesel yang senantiasa hidup selama penambangan dilakukan.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/01/105830478/kisah-penambang-timah-selam-di-bangka-bekerja-tergantung-angin-musim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke