Salin Artikel

Cerita Pedagang Asongan di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Sering Diusir dan Selalu Kucing-kucingan dengan Petugas

Renovasi dan rehabilitasi Pelabuhan Tunon Taka, memiliki sejumlah aturan baru yang menurut para pedagang asongan, sangat merugikan mereka.

Mereka tidak bisa lagi menjual di dalam dermaga kedatangan kapal, dan tidak jarang mereka diusir dari area dermaga.

"Saya sejak 2000-an, sejak dermaga pelabuhan masih kayu sudah berjualan. Memang saya juga sadar, ada aturan baru ketika pelabuhan dibangun jadi megah begini. Masalahnya, dari hasil jualan inilah selama ini kami hidup dan bisa menyekolahkan anak," ujar, Ani (50), salah seorang pedagang es sirup merah, ditemui, Jumat (29/7/2022).

Ani selalu menyiapkan dua termos es besar setiap kali kedatangan kapal penumpang.

Tidak peduli dini hari atau subuh, setiap kapal datang, dia sudah ada di dermaga untuk menjajakan minuman sirup merah campur susu, yang dikenal dengan es merah.

Dia selalu berusaha masuk dermaga pelabuhan Tunon Taka, yang selalu dijaga ketat petugas pelabuhan.

"Kucing-kucingan masuknya. Jadi saya bawa termos es ke dermaga tradisional sebelah pelabuhan besar (Tunon Taka). Jaraknya tidak sampai sepuluh menit. Berangkatnya sebelum kapal tiba di pelabuhan, dan petugas belum jaga dermaganya," tuturnya.

Profesi tersebut dilakoninya sejak anak pertamanya masih berusia setahun. Kondisi ekonominya, memaksanya untuk menitipkan anak ke tetangga dan menjual es merah, tepat di depan pintu palka kapal.

Es merah buatannya juga selalu laris manis. Jika dua termos es habis, ia bisa membawa uang lebih Rp 1 juta, dengan senyum bahagia.

"Tapi akhir-akhir ini, seringkali didatangi petugas disuruh pergi. Kami paham mereka punya tugas, tapi kami belum mendapat jalan usaha lain karena ini saja dikerjakan sejak dulu," akunya.

Dari hasil jualan itulah, anak perempuan yang dulunya sering dititipkan ke tetangga, kini sudah mengenyam bangku kuliah di daerah Jawa.

"Kadang dagangan saya dikeluarkan dari dermaga oleh petugas. Bagaimana caranya saya bisa masuk lagi. Saya bayar Rp 10.000 untuk speed boat lewat dermaga yang tidak ada petugas, baru naik kembali. Paling petugas cuman geleng geleng saja," katanya berkelakar.

Ani juga mengakui, bangunan baru Pelabuhan Tunon Taka, menyediakan sejumlah los/lapak untuk para pedagang seperti dirinya.

Hanya saja, biaya sewa bulanannya tidak murah, dan menurut Ani, lokasinya kurang strategis, yang akan berpengaruh terhadap hasil jualannya.

"Mana kami sanggup bayar bulanan di los dalam pelabuhan. Mahal sewanya, kami kan cuman bawa untung sedikit. Sisanya buat biaya anak, dan kebutuhan dapur saja," kata Ani.

Terpisah, Manager Operasional Pelindo Nunukan, Damsi, mengakui, persoalan para pedagang asongan kerap menimbulkan pertanyaan manakala ada sidak atau kunjungan direksi pelabuhan.

"Kita siagakan penjaga di gate gate pelabuhan. Para penjual asongan tidak ada yang masuk lewat pintu masuk pelabuhan. Yang ada lewat jalur laut, mereka bayar speed boat untuk menuju dermaga yang tidak terjaga petugas," kata Damsi.

Ulah para pedagang asongan tersebut, kata Damsi, sebenarnya cukup membahayakan. Mereka bisa saja jatuh dari dermaga saat nekat naik dan dipergoki petugas.

Namun kondisi tersebut, sama sekali tidak menjadikan pertimbangan para pedagang yang telah lama mengasong.

"Sebenarnya pertimbangan larangan berjualan dalam dermaga, lebih pada safety, kenyamanan, sterilisasi, dan ketertiban pelabuhan," tegasnya.

Damsi tidak menampik, seringkali petugas mengeluarkan barang dagangan penjual asongan. Tapi lagi-lagi, mereka sudah ada di atas dermaga, di depan kapal penumpang.

Tidak mudah menertibkan pedagang asongan di dermaga pelabuhan Tunon Taka. Petugas juga merasa serba salah jika melihat kondisi yang ada.

Malah suatu ketika, pernah terjadi salah paham antara petugas dan pengasong, yang akhirnya sampai ke polisi.

"Ceritanya para pedagang asongan ini berbaris macam di pasar menunggu kapal sandar. Mereka membaur dengan para buruh angkut barang. Begitu kapal sandar, mereka berebut naik kapal dan salah seorang ibu dipegang tangannya oleh petugas kami. Dia memberontak sampai memar dan lapor polisi," tuturnya.

Si pedagang lalu menuntut petugas Pelindo membayar ganti rugi biaya pengobatan sebesar Rp 5 juta.

Si petugas dengan bingung mengatakan bahwa gajinya tidak sebesar itu dan menawar agar si ibu menurunkan tuntutannya.

"Akhirnya kami bayar Rp 500.000. Pelindo sudah memberi surat imbauan juga untuk tidak berjualan di atas dermaga. Sudah 22 tahun saya bertugas di Pelindo, baru kali ini ada petugas dilaporkan pedagang asongan," lanjutnya.

Sosialisasi humanis agar para penjual menempati lapak yang disediakan, sudah berulang kali dilakukan.

Di lantai dua gedung pelabuhan Tunon Taka yang baru, terdapat sekitar 20 ruko yang memang disediakan untuk penjual.

"Kalau bicara jumlah pedagang asongan mereka lebih seratus. Kita sudah sediakan lapak di gedung tunggu lantai dua. Tapi memang biayanya sedikit tinggi. satu lapak sewanya Rp 1,8 juta per bulan," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/29/181348778/cerita-pedagang-asongan-di-pelabuhan-tunon-taka-nunukan-sering-diusir-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke