Salin Artikel

‘’Kalau Krayan Masih Dianggap Bagian NKRI, Mari Datang Lihat Situasi Langsung’’

NUNUKAN, KOMPAS.com – Aksi blokade jalur perbatasan RI – Malaysia di Long Midang Krayan – Ba’kelalan Serawak Malaysia, masih berlangsung sejak masyarakat Adat Dayak Lundayeh, memulai aksinya pada Selasa (5/7/2022).

Sampai hari ini, masyarakat dataran tinggi Krayan masih belum mendapat penjelasan dan respon dari berbagai stakeholder atas tuntutan mereka.

Camat Krayan Ronny Firdaus mengatakan, sampai hari ini, baru ada respon dari Badan Nasional Penanggulangan Perbatasan (BNPP) yang mencoba berkomunikasi dengan warga perbatasan.

‘’Tempo hari ada BNPP melakukan zoom meeting dengan warga kami. BNPP merekomendasikan agar Pemprov Kaltara, yaitu Gubernur Kaltara segera mengambil sikap dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Sarawak agar membuka ruang dan kesempatan terkait perdagangan tradisional yang selama ini berlangsung di Krayan,’’ujarnya, saat dihubungi, Selasa (12/7/2022).

Belum ada reaksi nyata dari Pemerintah Kabupaten Nunukan ataupun Pemerintah Provinsi Kaltara atas aksi blokade jalur perbatasan yang memang merupakan urat nadi perekonomian warga perbatasan ini.

Belum ada satupun kunjungan atau kebijakan yang didengar masyarakat, termasuk dari Konsulat Jenderal RI di Serawak untuk memutuskan keberlangsungan perdagangan tradisional yang terhenti sejak Pandemi covid-19.

‘’Masyarakat masih menantikan bagaimana pemerintah merespon ini. Mereka ingin pengambil kebijakan datang langsung melihat kondisi Krayan. Menyaksikan situasinya langsung, bukan hanya mendengar informasi. Pesan mereka adalah mari kita bicarakan persoalan ini di Krayan,’’kata Ronny.

Krayan juga bagian NKRI

Pada dasarnya, warga Krayan sudah sangat lama bersabar, mereka yang termarginalkan dan tinggal dengan segala keterisoliran tidak pernah mengeluh selama perdagangan tradisional bisa berjalan normal seperti sebelum pandemi Covid-19.

Masalah kekurangan pasokan pangan, harga yang teramat mahal karena barang barang didatangkan dengan pesawat, sudah sangat biasa.

‘’Hanya saja, mereka terus bertahan dari gempuran pandemi dan ketika keadaan tersebut dibatasi dengan perdagangan yang dikendalikan koperasi, hal ini membuat warga menjerit karena harga semua kebutuhan semakin tak terjangkau,’’jelas Roni.

Sebenarnya, Selasa ini DPRD Provinsi Kaltara mengagendakan zoom meeting dan mengundang semua tokoh adat dihadirkan.

Hanya saja, para tokoh adat Agabag sudah komitmen tidak akan merespon apapun yang dibicarakan jarak jauh.

‘’Mereka sudah sangat bosan zoom meeting. Para Ketua Adat mengatakan, mari datang langsung, lihat situasi kami. Kalau mereka (pengambil kebijakan) masih merasa Krayan adalah bagian NKRI, seharusnya datang kemari. Supaya memahami situasi mengapa warga mengambil sikap memblokade jalur perbatasan,’’katanya.

Cara warga Krayan atasi kekurangan bahan pokok


Ketersediaan bahan pokok memang diakui terjangkau untuk wilayah ibu kota kecamatan di Krayan.

Sebagai contoh, gula pasir di wilayah kecamatan bisa diperoleh dengan harga Rp 38.000 per kilogram.

Namun ketika sudah sampai di wilayah pedesaan atau pelosok, harga akan menjadi Rp 45.000 per kilogram. Demikian juga dengan harga bahan pokok lain.

Suplai bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu masalah, di mana antrean terus terjadi saban hari, dengan jatah 3 liter per kendaraan.

‘’Ada jalan alternatif di wilayah Krayan Barat yang tembus ke Ba’rio. Masyarakat biasa memesan bahan pokok di Malaysia, dan menggendongnya melalui hutan. Mereka berangkat pukul lima pagi dan pulang pukul delapan malam,’’kata Roni lagi.

Di Ba’rio, warga Krayan akan menunggu di pinggir sungai tepat di titik perbatasan RI – Malaysia.

Di wilayah tersebut, akan ada perahu kayu dari Malaysia membawa pesanan sembako atau BBM sesuai pesanan.

Sistem ini sebenarnya sudah menjadi tradisi perdagangan warga perbatasan selama bertahun tahun.

‘’Itu kenapa masyarakat Krayan meminta sistem perdagangan tradisional kembali berjalan. Membuka ruang seluas-luasnya bagi para pengusaha Krayan dan Malaysia untuk saling berjualan, sehingga kebutuhan Krayan aman dan harga juga tidak mencekik seperti saat ini,’’lanjutnya.

Blokade jalur perbatasan di Krayan membuat pembangunan benar-benar terhenti.

Mereka tidak lagi bisa mendapat material bangunan yang selama ini diperoleh dari Malaysia.

Krayan, sampai hari ini belum bisa lepas dari ketergantungan mereka terhadap Malaysia.

‘’Beruntungnya kalau untuk beras, gudang-gudang kami dipenuhi hasil panen padi yang tidak bisa dijual ke Malaysia,’’katanya lagi.

Tanggapan Pemprov Kaltara

Menjawab belum adanya kunjungan pejabat pemerintah daerah ke Krayan padahal blokade sudah terjadi sepekan, Sekprov Kaltara Suriansah mengatakan, Pemprov bersama sejumlah kepala dinas hari ini melakukan pemaparan kasus ke DPRD Provinsi.

‘’Memang kami belum turun ke Krayan. Kami masih membicarakan masalah yang dihadapi di sana, kami rumuskan mekanismenya seperti apa, kami petakan itu bersama para anggota dewan,’’katanya.

Persoalan Krayan, menurutnya, bukan persoalan sepele karena meyangkut urusan dua negara.

Setiap kebijakan yang diambil harus hati-hati, sehingga tidak menimbulkan kontra dan merugikan masyarakat.

‘’Kami segera komunikasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perdagangan. Kami tentu tidak mau salah langkah dalam masalah ini,’’kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/12/174639178/kalau-krayan-masih-dianggap-bagian-nkri-mari-datang-lihat-situasi-langsung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke