Salin Artikel

Ganjar Disomasi Warga Solo Terkait Sistem PPDB SMA yang Dinilai Diskriminatif

SOLO, KOMPAS.com - Warga Solo, Jawa Tengah melayangkan somasi kepada Gubernur Jawa Tengah terkait dengan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA yang dinilai diskriminatif.

Somasi itu dilayangkan warga bernama Bambang Ary Wibowo.

Dalam somasinya itu, Bambang meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk melakukan perbaikan sistem zonasi.

Menurut dia setiap menjelang penerimaan siswa baru tingkat dasar dan menengah dari pengamatan tiga tahun terakhir ada 'kegagapan'.

Selain itu juga banyak pelanggaran 'hak asasi' peserta didik yang dilindungi undang-undang.

"Surat teguran (somasi) ini sengaja dibuat dengan memperhatikan sejak tahun 2019 terkait penerimaan siswa baru di satuan pendidikan tingkat menengah atas atau SMA/SMK di Solo tahun 2022. Sengaja dipilih satuan pendidikan SMA, khususnya penerimaan di SMA negeri di Solo karena dari hasil pengamatan akan menimbulkan banyak pelanggaran "hak asasi" peserta didik yang dilindungi undang-undang," katanya dikonfirmasi Kompas.com,  Minggu (3/7/2022).

Adapun undang-undang yang dilanggar, kata dia di antaranya UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA). Pasal 9 ayat (1) UUPA menegaskan "Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat".

Kemudian terhadap diskriminasi diatur dengan tegas dalam UUPA pasal 76A huruf a di mana "Setiap orang dilarang memperlakukan anak secara diskriminasi yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya".

Sedangkan yang dimaksud hak anak diatur dengan jelas pada pasal 1 nomor 12 UUPA dimana "Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi orangtua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan pemerintah daerah".

"Dasar teguran kami jelas dipayungi hukum yang berlaku di Indonesia. Bagaimana anak-anak di Solo khususnya yang tinggal/domisili di Kecamatan Pasar Kliwon dan Laweyan sejak tahun 2019, sesuai data yang saya miliki, menjadi korban dari pelaksanaan PPDB sistem zonasi. Penggunaan istilah anak-anak karena lulusan SMP masih berusia di bawah 18 tahun serta masuk dalam lingkup UUPA," terang dia.

Menurut dia. sejak dahulu sebelum PPDB zonasi diberlakukan, kondisi SMAN di Solo tidak merata penyebarannya di lima kecamatan. Di mana dari 8 SMAN yang ada komposisi terbanyak di Kecamatan Banjarsari yang memiliki lima SMAN.

Disusul Jebres dengan dua SMAN dan Serengan satu SMAN.

"Ada dua kecamatan yaitu Pasar Kliwon dan Laweyan yang sama sekali tidak memiliki SMAN," pria yang juga pengacara dari firma hukum.

Menurut Bambang, pelanggaran yang muncul terutama bagi peserta didik yang bertempat tinggal di Kecamatan Pasar Kliwon dan Laweyan.

Berbekal pengalaman beberapa tahun terakhir, banyak siswa SMA yang memilih jalur di sekolah negeri diterima di SMAN di luar Solo.

Bahkan, dirinya mencontohkan kejadian anaknya yang mendaftar SMAN di Solo tahun 2019 dengan jarak 2-3 kilometer justru diterima di SMAN 1 Mojolaban, Sukoharjo yang jaraknya lebih dari 8 kilometer dari rumah.

"Kejadian serupa terulang kembali di tahun berikutnya sebagaimana keluhan masyarakat," kata Bambang.

Oleh karena itu, dirinya meminta Gubernur Jawa Tengah dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng melakukan evaluasi terkait peraturan teknis di tingkat daerah berkenaan PPDB SMAN.

Khususnya di Kecamatan Pasar Kliwon dan Laweyan serta Solo pada umumnya agar tidak ada diskriminasi.

Kemudian, membuat aturan terkait penerimaan PPDB di jalur prestasi, zonasi mengutamakan anak-anak di wilayah Solo dibandingkan dari luar Solo terkait dengan meratanya penyebaran penerimaan calon didik baru. Serta keterbatasan jumlah sekolah yang menjadi pilihan.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/04/192241578/ganjar-disomasi-warga-solo-terkait-sistem-ppdb-sma-yang-dinilai

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke