Salin Artikel

Soal Siswa SD dan MTs Tewas Dikeroyok dan Di-bully, Pengamat: Jangan Dianggap Kasus Sepele dan Kecil

KOMPAS.com - Belum lama ini, publik dihebohkan dengan adanya seorang siswa Sekolah Dasar (SD) di Binjai, Sumatera Utara, berinisial MIA (11), tewas diduga dianiaya enam temannya sekolahnya.

Korban tewas di pelukan ibunya pada Selasa, 24 Mei 2022 lalu.

Kejadian serupa juga terjadi di Kotamobagu, Sulawesi Utara, seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTS) berinisial BT (13), tewas diduga setelah di-bully oleh temannya.

Akibat kejadian itu, korban merasa kesakitan di bagian perut, kemudian orangtuanya membawa ke sebuah rumah sakit di Kotamobagu.

Pada Sabtu (11/6/2022), siswa tersebut sempat dirujuk ke rumah sakit lainnya. Namun, pada Minggu (12/6/2022), anak tersebut meninggal dunia.

Terkait dengan kejadian itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, dalam kejadian ini tidak hanya pihak sekolah yang bertanggung jawab, tetapi semua pihak termasuk pemerintah.

Sebab, sambungnya, kasus semacam ini merata di mana-mana.

"Semua pihak yang terlibat mesti bertanggung jawab, pemerintah juga, jangan dianggap sebagai kasus sepele dan kecil," kata Ubaid, kepada Kompas.com, melalui pesan WhatsApp, Selasa (14/6/2022) pagi.


Menurut Ubaid, banyaknya kasus kekerasan di sekolah karena pemerintah tidak pernah menganggap serius persoalan ini.

Kata Ubaid, hasil riset JPPI 2021-2022 tentang Right to Education Index, yang paling buruk adalah soal savety learning environment (lingkungan belajar yang aman).

"Sekolah ramah anak masih sebatas retorika kebijakan saja dan belum well implemented (dilaksanakan dengan baik) di lapangan. Pengawasan yang buruk dan tidak adanya early warning system (sistem peringatan dini) ini juga turut andil dalam soal ini," jelasnya.

Untuk menciptakan savety learning environment di sekolah, kata Ubaid, harus didorong oleh kebijakan pemerintah untuk menerapkan di semua sekolah soal sekolah ramah anak ini, jangan hanya di sekolah-sekolah tertentu yang jadi percontohan yang tidak pernah dievaluasi.

"Ini bisa dikembangkan dengan membangun cara pandang, sikap, dan praktik toleransi aktif, anti kekerasan, peduli lingkungan, empati, dan setia kawan.


Bukan itu saja, sambungnya, sekolah juga harus memberikan jaminan perlindungan dan rasa aman kepada semua anak.

Agar kejadian kekerasan di sekolah tidak terjadi lagi, Ubaid pun meminta sumber daya manusia guru juga harus dibenahi, sebab pendekatan kekerasan dalam pendidikan acap kali menginspirasi anak-anak untuk melanggengkan kekerasan dalam sehari-hari.

"Pendekatan dalam pembelajaran juga harus ramah anak dan dihilangkan model-model kekerasan," ungkapnya.

Kata Ubaid, dalam kasus ini peran orangtua sangat dibutuhkan untuk mencegah kekerasan yang terjadi di luar sekolah.

"Lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat adalah tiga area dalam ekosistem pembelajaran yg harus terintegrasi. Di luar sekolah, peran keluarga dan lingkungan masyarakat juga harus mendukung pencegahan kekerasan," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/14/103611978/soal-siswa-sd-dan-mts-tewas-dikeroyok-dan-di-bully-pengamat-jangan-dianggap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke