Salin Artikel

Jateng Punya Potensi ABK Besar, Aturan Perlindungan Didesak untuk Segera Disahkan (3)

Namun besarnya potensi ABK ini justru menimbulkan berbagai permasalahan dalam proses perekrutan, penempatan dan perlindungan ABK khususnya di kapal ikan berbendera asing.

Permasalahan tersebut rawan dimanfaatkan oleh sejumlah manning agency atau perusahaan perekrutan dan penempatan ABK yang banyak tersebar di pesisir Utara Jawa Tengah karena tidak adanya aturan yang jelas.

Carut marutnya tata kelola perekrutan dan penempatan ABK asal Indonesia membuat ABK rentan mengalami penipuan, jeratan utang, penahanan gaji dan penahanan dokumen.

ABK kerapkali mengalami eksploitasi dan kekerasan fisik lantaran dipaksa bekerja dengan jam kerja yang berlebihan.

Permasalahan itu juga terdata dari hasil temuan survei ABK yang bekerja di kapal ikan asing yang sebelumnya dilakukan Kompas.com.

Meskipun survei itu tidak menggambarkan kondisi ABK secara keseluruhan karena hanya diisi oleh 18 responden, tapi survei ini bisa menjadi gambaran awal soal kondisi ABK di Indonesia, terutama ABK dari daerah yang menjadi kantong-kantong ABK seperti pesisir Pantura Jawa Tengah.

Atas kondisi itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah didesak harus mengambil langkah nyata guna memutus mata rantai praktik perbudakan modern yang dialami ABK di kapal ikan asing karena pemerintah punya kewajiban memberikan perlindungan pada ABK.

Desakan datang dari sejumlah pihak. Pemprov Jateng diminta untuk membuat peraturan daerah (Perda) terkait perlindungan ABK mengingat Povinsi Jawa Tengah merupakan episentrum perekrutan ABK di Indonesia.

Selain itu juga juga diminta menyurati pemerintah pusat agar mengesahkan PP turunan perlindungan ABK dari UU Nomor 18 Tahun 2017, tentang perlindungan pekerja migran Indonesia dan melakukan auditing seluruh manning agency yang ada di wilayah Jawa Tengah.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Sakina Rosellasari menanggapi desakan ini.

Ia mengatakan PP tentang Pelindungan ABK belum disahkan oleh pemerintah pusat, pihaknya mengaku masih kesulitan mengimplementasikan aturan di daerah terkait tata kelola perekrutan dan penempatan ABK di kapal ikan asing.

"Selama ini aturan masih mengacu UU Nomor. 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia. Sehingga khusus untuk pelindungan ABK, UU tersebut harus ditindaklanjuti oleh regulasi atau PP turunannya," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (30/5/2022).

Sakina mengatakan draft PP tentang Pelindungan ABK tersebut sebetulnya sudah disampaikan ke Kemenko Marvest, Kemenko Perekonomian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemenhub, dan Kemenaker.

"Namun sampai sekarang memang belum turun. Draftnya sudah ada, tapi belum rilis secara resmi. Karena itu adalah aturan khusus terkait ABK migran baik untuk kapal ikan maupun kapal niaga. Kami memang sedang menunggu terbitnya PP itu," ucapnya.

Pihaknya terus berkomunikasi dengan DPR RI maupun DPRD Jawa Tengah mendorong agar PP Perlindungan ABK tersebut dapat segera diterbitkan.

Sebab, Pemprov Jateng hingga saat ini belum bisa membuat peraturan daerah terkait pelindungan ABK karena PP turunannya tak kunjung diterbitkan.

"Jadi untuk Perda ini tetap ada cantolannya. Misalkan Jabar dan Jatim sudah punya perda lebih ke pekerja migran bukan khusus ABK. Maka untuk Jateng kami sudah berkomunikasi dengan DPRD komisi E atas inisiatif menyusun rancangan Perda penyelenggaraan ketenagakerjaan. Untuk khusus ABK kami tetap menunggu PP tersebut disahkan," ungkapnya.

Sakina tak menampik persoalan ABK banyak terjadi karena tak lepas dari proses perekrutan yang tidak sesuai prosedur atau unprosedural yang dilakukan manning agency.

"Kami memiliki tim satgas penanggulangan pekerja migran unprosedural yang melibatkan Disnaker, BP2MI, Imigrasi dan Polda Jateng. Kami turun bersama memantau manning agen yang tidak sesuai prosedur," jelasnya.

Untuk mengantisipasi ABK yang bekerja dengan jalur unprosedural pihaknya juga gencar melakukan sosialisasi hingga ke tingkat pemerintah desa.

"Kami melakukan daring sosialisasi kepada seluruh kepala desa dan kelurahan di 35 kabupaten kota untuk berikan edukasi. Kalau ada warganya ingin bekerja keluar negeri ada syarat-syarat dan pelatihannya. Jadi ABK harus sesuai prosedur dan kompeten," ucapnya.

Sementara itu pihaknya akan menindaklanjuti terkait temuan survei ABK sebagai bagian dari tanggungjawab pemerintah.

"Kami akan tindaklanjuti karena ini bagian dari pemerintah hadir meskipun akan dibagi sesuai kewenangan masing-masing instansi terkait," ungkapnya.

Pihaknya terbuka apabila ada lembaga yang konsen terkait ABK untuk memberikan masukan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi ABK.

"Lembaga manapun yg konsen terkait abk kami persilahkan memberi masukan dan kami perlu kerjasama. Karena jangan sampai warga kita terkatung katung, haknya tidak tersampaikan dengan baik," ucapnya.

Sakina mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah diiming-imingi gaji besar dan kemudahan keberangkatan keluar negeri karena bisa dipastikan unprosedural.

Namun, pihaknya belum memiliki data lengkap terkait jumlah ABK yang dikirim dari manning agency yang tersebar di Jawa Tengah. Sebab, proses perizinan perekrutan ABK ada dua kewenangan yakni di bawah Kemenhub dan Kemenaker.

"Kasus yang dialami ABK ini memang banyak yang unprosedural. Kami perginya tidak tahu karena berangkatnya kucing-kucingan tidak melaporkan. Kami baru mendata saat mereka pulang dan melapor ketika mendapat kasus," tuturnya.

Apabila terjadi permasalahan ABK ,pihaknya meminta untuk melapor ke kanal aduan seperti posko aduan Disnaker, call center, media sosial ataupun aplikasi LaporGub.

Kepala UPT BP2MI Wilayah Jawa Tengah, Pujiono mengatakan aturan turunan yang secara spesifik mengatur tata kelola perekrutan dan penempatan ABK memang belum diterbitkan.

Sedangkan pada saat yang bersamaan, praktik pengiriman para ABK ke luar negeri terus berjalan dan tidak terdata dalam sistem yang dikelola oleh BP2MI.

Sehingga negara mengalami kesulitan untuk dapat memberikan pelindungan terhadap ABK yang bekerja di luar negeri.

"Keterlibatan pemerintah saat ini belum ada sehingga tidak ada yang bisa memverifikasi dokumen persyaratan dan memastikan surat perjanjian kerja ABK sesuai atau tidak ketika bekerja di laut," ujarnya.

Apalagi selama ini ada dualisme perizinan terkait penyelenggaraan perekrutan dan penempatan ABK yakni melalui Kemenhub berupa SIUPPAK dan Kemenaker berupa SIP3MI.

Bahkan, ada banyak perusahaan yang menempatkan ABK hanya dengan izin dari Pemda.Hal tersebut yang membuat sulitnya pendataan ABK dari mulai perekrutan, penempatan hingga kepulangan.

“Ada irisan kewenangan karena ada beberapa yang bisa memberi izin perekrutan seperti Kemenaker, Kemenhub dan Pemda. Sehingga harus ada pembagian kewenangan yang jelas khususnya tata kelola ABK perikanan,” ujarnya.

Selain itu, tidak adanya proses integrasi data penempatan ABK sektor perikanan yang dikelola berbagai kementerian dan lembaga yang memberikan perizinan.

“Karena data tidak terintegrasi dengan kami jadi kami tidak bisa memastikan jumlah ABK yang dikirim dari Jateng,” ucapnya.

Menurutnya, data perlu diintegrasikan dari BP2MI, Kemenhub, dan Kemenlu kemudian dapat disusun dalam bentuk online yang bisa diakses dan dikelola secara real time.

Lebih lanjut, pihaknya mendorong PP turunan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 terkait Pelindungan PMI segera diterbitkan agar dapat memberikan pelindungan optimal bagi ABK migran.

"Kementerian lembaga yang terlibat sebetulnya sudah mengetahui terkait permasalahan ABK di kapal ikan asing. Maka tata kelola ini harus segera diperbaiki agar tidak menimbulkan banyak korban," ungkapnya.

Selain itu, pihaknya juga mendorong terbentuknya sebuah kebijakan tata kelola perekrutan dan penempatan ABK sektor perikanan yang berorientasi pada mekanisme "one-stop validation system”.

"Sistem ini diharapkan mampu mengintegrasikan berbagai peran penting dan tanggung jawab pemangku kepentingan, yang memiliki kewenangan dalam penanganan dan perlindungan ABK sektor perikanan Indonesia yang bekerja di luar negeri," ucapnya.

Berdasarkan data dari UPT BP2MI Semarang, Jawa Tengah tercatat ada sebanyak 97 kasus ABK di kapal ikan asing yang dilaporkan. Jumlah tersebut tercatat dari Januari 2019 hingga Mei 2022.

Kasus-kasus yang banyak dilaporkan itu antara lain gaji belum dibayar, kecelakaan kerja, melarikan diri, hilang, meninggal dunia dan dokumen ditahan.

Sekjen SBMI, Bobby Anwar Maarif menyebut aturan perlindungan ABK sudah tercantum dalam UU Nomor. 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia.

"Namun sejak dua tahun sejak terbitnya aturan tersebut, pemerintah seharusnya sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan ABK," jelasnya kepada Kompas.com, Kamis (19/5/2022).

Selain itu, Pemprov Jateng juga harus memastikan adanya layanan pengaduan, pengawasan dan penanganan yang adil terhadap kasus eksploitasi ABK termasuk dalam pemenuhan hak para ABK setelah pulang ke Tanah Air.

Sementara itu, Juru kampanye laut Greenpeace Indonesia, Afdillah menambahkan perbudakan modern di atas kapal ikan asing ini merupakan kejahatan yang terorganisir sehingga perlu ditindak tegas.

"Indonesia adalah ladang yang subur rekrutmen ABK karena pengangguran tinggi dan regulasi lemah, sehingga peluang itu dimanfaat perusahaan perekrutan melakukan praktik perbudakan," katanya.

Tulisan berseri ini adalah hasil liputan Riska Farasonalia, kontributor Kompas.com di Semarang, sebagai peserta program pelatihan dan fellowship liputan mendalam praktik perbudakan pekerja migran Indonesia di kapal asing atas kerjasama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang dan Greenpeace Indonesia.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/10/204955978/jateng-punya-potensi-abk-besar-aturan-perlindungan-didesak-untuk-segera

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke