Salin Artikel

Destinasi Pariwisata Super Prioritas Borobudur untuk Siapa?

Mungkin juga narasumber berita telah mendapat informasi yang salah dari stafnya, demikian pikir saya.

Setelah mengecek dari sumber berita lain, saya menjadi sadar bahwa angka itu tidak salah, yaitu Rp 750.000.

“Nggak bener ini," komentar saya dalam hati.

Tetapi kemudian ada informasi yang lebih lengkap, bahwa tarif sebesar itu dikenakan bagi orang yang ingin naik candi, bukan untuk masuk ke dalam kawasan candi.

Kalau sekadar masuk kawasan candi, tarif per kepala hanya Rp 50.000 untuk umum dan Rp 5.000 untuk pelajar dalam rombongan.

Tujuan mengenakan tarif setinggi itu adalah untuk mengurangi jumlah pengunjung yang naik ke candi, yang terdiri dari beberapa lantai, agar bangunan candi tidak rusak karena beban yang berat.

Diperkirakan, banyak orang yang dapat ditampung agar candi tidak terbebani secara berlebihan adalah 1.200 orang per hari.

Disebutkan juga bahwa pembatasan pengunjung itu untuk mencegah vandalisme dan perbuatan iseng pengunjung yang membuat candi menjadi kotor, seperti menaruh sampah di sela-sela batu candi.

Saya jadi teringat beberapa puluh tahun yang lalu, saat bersama istri dan dua anak, mengunjungi sebuah kastil (castle) atau istana kuno di dekat kota Birmingham, Inggris.

Kastil itu tampak megah dari jauh, berwarna gelap keabu-abuan, di tengah taman dan hamparan rumput yang hijau.

Setelah membayar tiket, kami memasuki ruang demi ruang di dalam kastil. Penerangan cukup baik, menghilangkan kesan angker seperti yang sering terdengar.

Pengunjung melihat kamar-kamar penghuni kastil, lengkap dengan perabotan yang juga kuno, namun terawat. Ada ruang-ruang tertentu yang pengunjung dilarang masuk.

Setelah lelah berkeliling, kami beristirahat sejenak di taman, sambil menikmati bekal yang dibawa dari rumah.

Tidak lupa membeli sedikit cemilan di kedai yang ada. Ada perasaan puas dan gembira telah mengunjungi sebuah kastil di Inggris itu, walau kecil dan tidak terkenal.

Terkait dengan konteks tulisan ini, yaitu Candi Borobudur, tiket masuk kastil itu cukup murah bagi mahasiswa asing seperti saya.

Dan jauh lebih murah dibandingkan dengan tempat-tempat wisata komersial lain yang ada di sekitar situ.

Kesan saya, agar dikunjungi turis, tiket masuk ke obyek wisata kuno jangan mahal. Kemudian jangan ada pembedaan akses berdasar biaya.

Jangan sampai orang kaya dapat menyaksikan warisan budaya bangsa dengan naik candi hingga menggapai stupa, sedang orang kebanyakan hanya melihat dari kejauhan.

Ini akan menimbulkan kesan tidak adil bagi anak-anak, dan akan menjadi bahan gunjingan negatif yang terus menerus.

Pembatasan jumlah pengunjung boleh saja, namun atas dasar waktu pendaftaran atau pada sudut-sudut yang paling rentan, seperti yang diterapkan di kastil Inggris tadi.

Dapat antrean enam bulan lagi untuk naik candi tidak menjadi masalah, karena orang mengerti apa tujuan pembatasan itu.

Tidak naik ke tingkat paling atas juga tidak masalah karena orang juga tidak ingin melihat bagian paling atas candi roboh.

Demikian catatan saya tentang isu besar hari-hari ini. Pemerintah akan meninjau kembali keputusan tentang biaya naik candi Borobudur.

Jangan pernah lupa untuk mendengar suara rakyat, di samping pendapat para cendekiawan.

Adapun pertanyaan saya pada judul tulisan ini, saya tidak tahu jawabnya. Tentu pemerintah akan menjelaskannya secara terbuka kepada rakyat, karena biaya untuk pembangunan destinasi pariwisata super prioritas (DPSP), Candi Borobudur salah satunya, berasal dari rakyat pembayar pajak.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/07/054500078/destinasi-pariwisata-super-prioritas-borobudur-untuk-siapa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke