Salin Artikel

Saat Penyebaran Paham Radikal Berganti Pola, Pengamat: Dulu Diam-diam, Kini Terang-terangan…

KOMPAS.com - IA (22), seorang mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.

Mahasiswa angkatan 2019 itu diciduk di sebuah kos-kosan di Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Senin (23/5/2022).

Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar mengatakan, IA diduga menjadi simpatisan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UB itu diduga berperan sebagai penyebar propaganda ISIS lewat media sosialnya.

Selain itu, IA juga diduga mengumpulkan dana untuk membantu ISIS di Indonesia.

Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, menuturkan, radikalisme banyak menyasar kalangan anak muda.

Di era modern ini, penyebaran paham radikal berganti pola.

Tak sedikit individu yang terpapar paham radikal dari internet. Lewat internet, mereka bisa leluas mengakses konten-konten radikal yang tersebar di jagat maya.

“Berbeda dengan zaman dulu, yang mana harus tatap muka, dan dilakukan diam-diam, kini sangat terang-terangan,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/5/2022).

Stanislaus menyampaikan, media sosial juga memiliki andil dalam penyebaran radikalisme.

Apalagi, media sosial mempunyai algoritma, yang mana ketika seseorang menyenangi sesuatu, dia akan dibanjiri dengan konten-konten serupa.

Lalu, bagaimana cara agar konten-konten radikal tersebut tak “menginfeksi” orang?


Menurut Stanislaus, pemerintah harus memulai menangkis konten-konten radikal itu.

“Harus ada starting condition. Kemudian, pemerintah dan masyarakat harus satu suara bahwa terorisme adalah musuh bersama dan bukan ajaran agama mana pun,” ucapnya.

Dia menambahkan, dari sisi teknis, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), harus bergerak untuk memberantas konten-konten ajaran radikal.

Selain pemblokiran, Kominfo juga bisa melakukan kontra-narasi yang menyuarakan bahwa terorisme adalah musuh bersama.

“Stakeholder bisa melakukannya dengan menggandeng anak-anak muda untuk membuat konten kontra-narasi. Banyak kan anak muda yang kontennya bagus-bagus,” ungkapnya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia ini menjelaskan, kolaborasi pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan agar radikalisme tak berkembang.

https://regional.kompas.com/read/2022/05/27/064500478/saat-penyebaran-paham-radikal-berganti-pola-pengamat--dulu-diam-diam-kini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke