Salin Artikel

Kisah Tamuddin, Pembudidaya Rumput Laut Pertama di Nunukan yang Sempat Dituding Gila

Data Dinas Perdagangan Nunukan mencatat, hasil produksi rumput laut berkisar antara 2.500 sampai 3.000 ton per bulannya. Rumput laut tersebut dihasilkan para pembudi daya di perbatasan Indonesia-Malaysia ini.

Namun demikian, tidak banyak yang tahu, sosok penting yang memperkenalkan budi daya rumput laut di Kabupaten Nunukan. Dia adalah Tamuddin (60), warga Desa Binalawan, Sebatik Barat.

Tamuddin merupakan orang yang pertama kali membawa bibit rumput laut ke Nunukan.

"Sekitar 2008, Bapak Tamuddin membawa bibit rumput laut dari kampungnya di Sulawesi, di Bone Selatan. Itu awal mula ada rumput laut di Nunukan," ujar Ismail (31), anak dari Tamuddin, Selasa (24/5/2022).

Saat itu, belum ada masyarakat sekitar yang peduli dengan rumput laut. Bahkan banyak yang tidak tahu kegunaan ataupun pasaran rumput laut. Terlebih lagi, harga rumput laut kering saat itu, hanya dibanderol sekitar Rp 3.000 – Rp 5.000 per kilogram.

Masyarakat perbatasan baru melirik komoditi ini, sekitar tahun 2009 sampai 2010. Saat itu harga rumput laut per kilogramnya mencapai Rp 9.000 – Rp 10.000.

Dikatai gila dan kurang kerjaan

Cerita Ismail dibenarkan Kades Binalawan, Darwis. Dia menegaskan, orang yang pertama kali mengenalkan rumput laut di Nunukan, bernama Tamuddin, perantau asal Bone, Sulawesi Selatan.

"Semua orang Sebatik tahu rumput laut asalnya dari Pak Tamuddin. Dulu dia malah disangka gila karena suka kumpul botol bekas di pinggir laut," katanya.

Meski dituding gila dan kurang kerjaan oleh masyarakat sekitar, Tamuddin tidak pernah peduli dengan anggapan masyarakat.

Ia bahkan dengan tekun merajut tali dan memasang sejumlah botol bekas untuk pelampung, agar tanamannya tidak tenggelam.

‘’Saat itu belum ada pondasi. Bentang rumput laut ditanam di balok kayu, yang ditanam di pinggir laut. Lalu ada tali yang diikatkan di tiang tersebut supaya tidak hanyut,’’imbuhnya.

Begitu berhasil menggandakan bibit dari satu bentang menjadi delapan bentang, Tamuddin kembali menanam semua hasilnya.

Tamuddin tidak menjual panen pertamanya. Pasalnya menunggu panen kedua agar hasil lebih banyak dan dijual dengan nilai lebih.

Selain itu, Tamuddin juga sambil berusaha mencari pangsa pasar yang memberi banderol harga lumayan.

‘’Setelah dijual dengan harga Rp 10.000 per kilogram, masyarakat mulai banyak yang ikut menanam. Mereka yang tadinya mengatai Tamuddin gila, ikutan gila karena meniru apa yang dilakukan Tamuddin,’’ kelakar Darwis.

Mulai 2010, banyak masyarakat terjun untuk menjadi pembudi daya rumput laut. Hasil yang cukup lumayan, membuat mereka bersemangat memenuhi wilayah perairan yang dirasa strategis untuk menghasilkan panen yang baik.

Harga rumput laut memang selalu naik turun mengikuti tren harga pasar. Saat ini, harga sedang bagus dan berkisar antara Rp 19.000. Bahkan beberapa menjual dengan harga di atas Rp 20.000 per kilogram. Tentu dengan kadar kekeringan dan kualitas yang disyaratkan.

‘’Pak Tamuddin sebagai orang pertama yang mengenalkan rumput laut seharusnya mendapatkan penghargaan. Tapi dia mengaku sudah cukup puas bisa membuka jalan dan membiarkan masyarakat sekitar berkembang dengan apa yang dirintisnya itu,’’kata Darwis.

https://regional.kompas.com/read/2022/05/25/070700178/kisah-tamuddin-pembudidaya-rumput-laut-pertama-di-nunukan-yang-sempat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke