Salin Artikel

Melihat Bedug Terbesar di Masjid Agung Purworejo, Bukti Syiar Islam di Bumi Bagelen

Bedug ini merupakan salah satu bukti perkembangan syiar Islam di Kabupaten Purworejo atau Bumi Bagelen.

Bedug tersebut berada di serambi Masjid Jami' Darul Muttaqin Purworejo, di Kampung Kauman, Desa Sindurjan, Kecamatan/Kabupaten Purworejo.

Dibuat usai perang Jawa

Petugas keamanan masjid, Toriq Achmad (50) menjelaskan, masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Agung Purworejo ini dibangun pada masa pemerintahan Bupati Purworejo I, Raden Ngabehi Resodiwiryo berjuluk R. Adipati Tjokronegoro I selepas perang Jawa pada medio 1834.

Berdasarkan sejarah, pembuatan Bedug Kiai Bagelen tidak bisa dilepas dengan berdirinya Masjid Agung Purworejo di atas tanah wakaf seluas kurang lebih 70 x 80 meter persegi dengan ukuran 21 x 22 meter persegi ditambah gandok (teras/serambi) berukuran kurang lebih 10 x 21 meter persegi.

"R. Adipati Tjokronegoro I saat menjalankan pemerintahan Kabupaten Purworejo saat itu membangun sejumlah infrastruktur. Salah satunya Masjid Agung Purworejo ini," ucap Toriq saat ditemui, Minggu (10/4/2022).

Sejarah pembangunan Masjid Agung Purworejo yang berada tepat di sisi barat Alun-alun Purworejo ini dikuatkan dengan bukti berupa prasasti yang sampai saat ini masih terpajang di atas pintu utama masjid.

Ia mengatakan, Masjid Agung Purworejo sampai saat ini juga masih aktif digunakan untuk beribadah dan menjadi tujuan para peziarah dari berbagai kota di Indonesia.

Bedug Kiai Bagelen ini adalah magnet utama Masjid Agung Purworejo.

Bedug tersebut memiliki garis tengah bagian depan 194 sentimeter, garis tengah bagian belakang 180 sentimeter, panjang 292 sentimeter dengan keliling bagian depan 601 sentimeter serta bagian belakang 564 sentimeter.

Kemudian diameter tengah depan 194 sentimeter, diameter tengah belakang 180 sentimeter, jumlah paku penambat lulang depan 120 buah, dan paku belakang 98 buah.

"Bedug ini dibuat dari bonggol jati bercabang lima (Pandawa) dari daerah Dukuh Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo," jelasnya.

Pohon jati raksasa itu batangnya juga digunakan sebagai tiang masjid, ranting-rantingnya sebagai atap masjid.

Bedug dibuat di Dukuh Pendowo kemudian diboyong menuju Masjid Agung Darul Muttaqin oleh R Tjokronegoro I dengan memerintahkan seorang ulama Dusun Solotiyang, Desa Maron, Kecamatan Loano bernama Kiai Irsyad.

Bedug raksasa itu kemudian diberi nama Bedug Kiai Bagelen.

Secara umum bedug ini masih berfungsi, dulu selalu dibunyikan sebagai penanda masuk waktu salat 5 waktu, salat Jumat, dan peringatan hari besar muslim termasuk saat detik-detik peringatan hari kemerdekaan Indonesia.

"Kalau sekarang hanya dibunyikan saat salat Jumat dan hari hari besar saja. Sebagai penanda waktu masuk salat 5 waktu dibuatkan bedug sendiri, ukurannya lebih kecil di sebelah utara. Ya untuk menjaga agar tetap awet," jelasnya.

Ia mengaku sudah mengetahui keberadaan bedug raksasa yang ada di masjid tersebut. 

"Bedug ini saya sedikit banyak sudah tahu dari media sosial. Ternyata memang besar sekali," ungkapnya.

Sementara itu, pengunjung lainnya, Zahra Azizah (20) warga Blitar, Jawa Timur mengatakan sudah lama mengetahui sejarah bedug tersebut. 

"Katanya ini dibuat dari bonggol kayu Jati, lulangnya dulu dari kulit banteng, karena dimakan usia kini sudah diganti dengan kulit sapi, perlu sapi ukuran besar sekali untuk kulitnya dipakai bedug ini," ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/04/10/151445778/melihat-bedug-terbesar-di-masjid-agung-purworejo-bukti-syiar-islam-di-bumi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke