Salin Artikel

Cerita Aris, PMI yang 40 Tahun Bekerja di Malaysia, Kagumi Soekarno

Ia merupakan salah satu PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang dipulangkan melalui pelabuhan Tunon Taka Nunukan, Kalimantan Utara, Rabu (17/3/2022), bersama 150 WNI lain.

Masa berlaku paspor ratusan WNI tersebut habis, dan tidak bisa pulang ke tanah air (stranded) akibat lockdown, sebagai kebijakan otoritas setempat dalam penanggulangan Covid-19.

Selalu merasa bangga sebagai WNI

Saat ditemui di Gedung Karantina terpusat untuk kedatangan para eks PMI Malaysia, ia bercerita pengalamannya selama bekerja sekitar 40 tahun di Kunak, Sabah, Malaysia.

Dengan mengisap rokok filternya, ia membuka cerita dengan kekagumannya terhadap Presiden RI pertama, Soekarno.

"Semua pidato dan kebijakan presiden pertama kita itu menjadikan kita bangga sebagai orang Indonesia. Teriakannya membangunkan semangat dan kisahnya selalu terpatri dan selalu menjadi cerita yang abadi," ujarnya, Kamis (17/3/2022).

Asap rokoknya terus keluar dan seakan menjadi efek film dari kisah perjuangan yang dibawakannya.

Ia sebagai orangtua yang menghabiskan sebagian hidupnya di Negeri Jiran, menegaskan memiliki nasionalisme kental yang tak akan luntur. Meski puluhan tahun di Malaysia, logat/dialek Indonesianya masih terjaga.

Ia bahkan tidak terdengar seperti PMI lain, karena justru bahasa Indonesianya tercampur dengan bahasa Bugis yang merupakan suku aslinya.

"Saya menjaga nilai Indonesia. Di kamp tempat saya tinggal, saya pasang parabola dan selalu menonton sejarah Indonesia lewat siaran di TV," katanya lagi.

Ulet dan selalu mencoba memperbanyak kawan

Aris, pertama menginjakkan kaki di Malaysia sekitar tahun 1982, saat usianya masih 30-an tahun.

Di sana, ia membuka lahan dan bekerja di perusahaan kelapa sawit di Kunak sebagai sopir truk untuk mengangkut hasil panen.

"Selain bekerja sebagai sppir, saya kerjakan semua yang bisa dikerja. Hasilnya selalu saya kirim ke keluarga di kampung. Kadang 10.000 ringgit kadang 4.000 ringgit, tergantung banyak kerja yang bisa saya perbuat," tuturnya.

Aris dikenal sebagai pekerja yang ulet dan selalu tidak bisa diam. Selama ada hal yang bisa dikerjakan, ia akan meluangkan waktunya untuk menghasilkan uang.

Sifat tidak kenal lelahnya itu akhirnya menjadikan ia diperhatikan banyak orang. Kenalannya juga tidak sedikit, pekerja kebun di perusahaan sekitar, pedagang, bahkan para aparat polisi setempat.

"Bekerja di perantauan, usahakan punya sebanyak-banyaknya teman. Itu jalan memulai usaha," petuahnya.

Terjebak bisnis illegal

Dengan manfaat banyaknya relasi tersebut, Aris memutuskan menyisihkan gajinya sedikit demi sedikit membuka warung kelontong.

Sifat Aris yang humble dan supel tersebut langsung mendapat kepercayaan dari para supplier Sembako dan rokok.

"Saya dititipi jumlah besar rokok Malaysia tak bercukai untuk dijual di perkebunan. Laris sekali itu barang dan saya tekuni saja. Namanya di kebun, asal menghasilkan uang ya jalani saja," katanya.

Sayangnya, usaha rokok tanpa cukai membawanya berurusan dengan aparat Custom/Bea Cukai.

Ia menjadi target operasi dan rokok-rokok tanpa cukai senilai 10.000 ringgit disita oleh aparat.

"Saya dibawa dan diberi peringatan. Setelah itu dilepas dan kembali fokus bekerja sambil membesarkan warung," imbuhnya.

Selama 40 tahun bekerja, ia tidak pernah absen mengirim uang untuk istri dan anak anaknya di kampung. Ia juga selalu rutin pulang kampung di momen hari raya.

Uang hasil kerjanya, sudah diubah menjadi aset seperti rumah dan sarang burung walet, serta beberapa aset lain.

Sempat dicurigai membawa narkoba

Sejak Malaysia memutuskan mengunci wilayah/lockdown sebagai penanggulangan Covid-19, Aris masih bisa terus bekerja mengembangkan warung.

Perusahaan kelapa sawit tempatnya bekerja bahkan memberikan gaji meski para buruh diistirahatkan akibat pandemi.

"Kemudian saya berpikir untuk pulang kampung saja. Usia sudah tidak lagi muda. Saya ingin berkumpul di kampung halaman, sudah terlalu lama saya pergi mencari uang. Sudah waktunya menikmati apa yang saya dapatkan selama 40 tahun ini," katanya.

Ia kemudian mendaftarkan diri ke KRI Tawau untuk pulang kampung. Dengan pikirannya yang polos dan sederhana, Aris membawa uang di kantung besar celana pendek dan ia lapisi dengan celana panjang kain.

Siapa sangka, gembolan di saku celana pendek tersebut memancing kecurigaan aparat polisi. Ia dibawa ke pos polisi dan menjalani pemeriksaan karena diduga membawa narkoba.

"Uang itu saya taruh di kantong celana pendek. Jumlahnya tidak usahlah ditanya, yang jelas tidak sedikit karena hasil kerja selama pandemi yang sebagian sudah dikirim ke keluarga. Setelah diperiksa dan tidak ada narkoba, saya dilepas dan dipersilakan naik kapal untuk pulang ke Indonesia," ungkapnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/18/103747978/cerita-aris-pmi-yang-40-tahun-bekerja-di-malaysia-kagumi-soekarno

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke