Salin Artikel

Harga Minyak Goreng di Kendari Rp 70.000 Per Liter, Pengusaha Kuliner Terancam Bangkrut

Tidak hanya mahal, minyak goreng juga semakin sulit didapat. Kondisi ini membuat resah para ibu rumah tangga.

Murni, salah seorang warga kecamatan Baruga, kota Kendari mengaku terpaksa membeli minyak goreng di pasar tradisional dengan harga tida wajar demi kebutuhan dapur.

Ia menceritakan, sudah keliling kota mencari minyak goreng, bahkan di beberapa toko dan swalayan juga kosong.

"Ada masuk di supermarket, tapi tidak sampai 30 menit sudah habis. Kita dibatasi hanya bisa beli 1 liter, ada juga swalayan berlaku pembelian barang lain Rp 100.000, baru bisa beli minyak goreng 2 liter," tutur Murni kepada kompas.com.

Dampak dari kelangkaan minyak goreng ini juga dirasakan oleh para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Para pelaku UMKM di Kota Kendari harus memeras otak untuk mengimbangi kenaikan biaya produksi. Ada yang mengurangi sampai menghentikan sementara produksi.

Salah satunya, Herna (36), pemilik rumah makan yang berada di Perbatasan Puuwatu, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ia mengaku, kebingungan dan resah dengan harga minyak goreng kemasan saat ini terus melambung naik.

“Sekarang minyak harganya semakin mengerikan, dulu biasa hanya antara harga Rp. 14 ribu, dan Rp. 16 ribu per liter. Sekarang naiknya sudah jauh sekali Rp70 ribu per liter," ungkap Hernia.

Herna terpaksa berpikir keras untuk mensiasati agar menu makanan yang kebanyakan menggunakan bahan minyak, dikurangi kuantitasnya tanpa menaikkan harga.

“Kita juga sekarang bingung kasian. Kita mau kasih naik takut pelanggan lari,” ungkapnya lirih.


Pengusaha kuliner ini berharap pemerintah bisa segera mengatasi persoalan ini, agar pelaku UMKM lainnya bisa tenang melanjutkan usahanya.

Apalagi menghadapi Ramadhan, tentu harga kebutuhan pokok yang lain pasti akan naik.

“Kami berharap harganya bisa kembali normal seperti dulu. Kalau begini terus bisa-bisa gulung tikar, ” ujarnya cemas.

Hal senada juga disampaikan Owner Kedai Diva Konda, Wihayan, yang menjual sup ubi.

Ia mengungkapkan, jika harga minyak goreng tetap mahal ia berencana menutup usahanya itu.

"Kadang tetap menjual, tapi kalau dapat minyak dengan harga normal ataupun terjangkau kalau tidak dapat minyak, yah nda buat dulu sup ubi," kata Wihayan.

Beberapa kali, Wihayan menemukan minyak goreng dengan harga kisaran Rp 30.000 hingga Rp 80.000 per liternya.

"Tidak mungkin kita jual kalau harga minyak akan melebihi keuntungan yang kita dapat, mau kurangi porsi atau naikkan harga juga kasian sama pelanggan," tutur Wihayan.

Ia pun berharap stok minyak goreng bisa kembali normal sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Sementara itu, pedagang sembako di Pasar Baruga Kendari terpaksa menaikkan harga minyak goreng, menyusul stok minyak di tingkat distributor kosong.

Mereka memperoleh minyak goreng dari luar Kota Kendari.

“Kami sudah hubungi pihak distributor di Kota Kendari, namun stok kosong," ungkap seorang pedagang yang enggan menyebutkan namanya.


Pemerintah lambat, pemburu rente muncul

Menanggapi kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng di Kendari, pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Kendari, Syamsul Anam mengatakan, dari sisi produksi nasional, minyak goreng baik curah maupun kemasan sebenarnya cukup untuk kebutuhan konsumen dalam negeri.

Hanya problemnya, ada kebijakan domestic market obligation dan domestic price obligation yang sebenarnya dari sisi tujuan juga bagus, yakni menggaransi petani sawit di satu sisi dan ketersediaan bahan baku di sisi lain. 

Hanya saja kebijakan ini banyak disalah tafsirkan sehingga terjadi kisruh yang mendorong aksi ambil untung baik pada tingkatan rantai distribusi maupun produsen.

"Hemat saya pemerintah sangat lambat, mengantisipasi ini, padahal problem pokok sudah diketahui. Harusnya ini bisa cepat diantisipasi oleh pemerintah daerah terutama memastikan ketersediaan oleh distributor dan atau pengecer," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Muhammadiyah Kendari.

Ia menjelaskan, terjadi kepanikan di tingkat masyarakat tidak bisa disalahkan, itu alamiah jika warga tiba-tiba menyetok karena mereka membaca sinyal pasar dan pemerintah yang maju mundur menangani kelangkaan.

Atas kondisi ini, Syamsul menilai, ada pihak yang diuntungkan, dan ini kondisi awal, selanjutnya akan muncul pemburu rente

"Jadi kita sudah di fase tiga, ketemunya para pemburu rente dengan lambatnya penanganan dari pemerintah," tukas Syamsul.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/14/135749878/harga-minyak-goreng-di-kendari-rp-70000-per-liter-pengusaha-kuliner

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke