Salin Artikel

Begalan dalam Tradisi Pernikahan Banyumasan: Asal-usul, Properti, Pelaksanaan dan Makna

KOMPAS.com - Begalan dikenal sebagai salah satu bentuk budaya Banyumasan yang kerap ditemukan dalam sebuah prosesi pernikahan daerah setempat.

Tradisi begalan adalah sebuah prosesi dalam bentuk pertunjukan yang pada awalnya dilakukan pada pernikahan anak pertama (hajat mantu pertama).

Tradisi begalan menjadi salah satu ritual pada upacara pernikahan tradisional Jawa di daerah Banyumas yang unik dan tidak ditemukan di wilayah lain.

Meski kini banyak pasangan menggunakan konsep modern atau campuran, namun tradisi begalan masih kerap ditemukan pada pesta pernikahan masa kini.

Asal-usul Tradisi Begalan

Dilansir dari laman Kementerian Keuangan RI, istilah begalan berasal dari kata begal atau perampokan.

Konon, tradisi begalan pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1850 atau di era pemerintahan Bupati Banyumas XIV, Raden Adipati Tjokronegoro.

Dikisahkan bahwa tradisi begalan berawal dari perjalanan Adipati Wirasaba yang hendak mempersunting putri dari Adipati Banyumas.

Adipati Wirasaba kemudian berangkat dengan membawa berbagai barang-barang untuk acara pernikahan bersama para rombongan.

Namun saat melewati daerah bernama Sokawera, sang Adipati dihadang oleh begal atau perampok yang mengincar barang-barang yang mereka bawa.

Pertarungan pun tidak dapat dihindari yang hasilnya dimenangkan oleh rombongan Adipati Wirasaba.

Rombongan tersebut kemudian melanjutkan perjalanan, dan upacara pernikahan tersebut pun bisa berlangsung dengan lancar.

Kisah Adipati Sokawera yang dihadang oleh begal inilah yang menjadi bagian dari cerita begalan dengan disisipkan nasehat untuk kedua mempelai sebagai bekal dalam menjalani kehidupan pernikahan.

Dalam sebuah pertunjukan begalan, terdapat dua orang tokoh yang akan bermain peran.

Tokoh protagonis disimbolkan dengan sosok Gunareka, sementara tokoh perampok atau pembegal dalam tradisi begalan bernama Rekaguna.

Properti yang digunakan antara lain sepasang pakaian adat khas Banyumas dengan warna dasar hitam, putih, merah dan biru dengan riasan wajah yang sederhana.

Barang-barang yang dibawa tokoh Gunareka berupa sebuah pikulan berisi bubak kawah atau brenong kepang.

Brenong kepang adalah pikulan berisi berbagai alat-alat dapur seperti ilir (kipas), siwur, kukusan, kekeb, pedaringan, layah, muthu, irus, serta padi dan palawija.

Sementara tokoh Rekaguna akan membawa sebuah pedang kayu atau senjata bernama wlira.

Pelaksanaan Begalan

Begalan dilaksanakan sebagai salah satu prosesi dalam sebuah rangkaian pernikahan masyarakat Banyumas.

Pelaksanaannya dilakukan setelah akad nikah, dan bisa menyesuaikan dengan susunan acara.

Begalan dimulai dengan kemunculan sosok Gunareka dan Rekaguna yang memasuki tempat pernikahan.

Adegan begalan diawali dengan menceritakan kisah Adipati Wirasaba yang dihadang oleh para begal.

Gunareka yang dihadang oleh Rekaguna kemudian menerima tantangan dan keduanya lalu melakukan tarian peperangan singkat.

Setelah itu keduanya kemudian menjelaskan maksud pertunjukan dan menyampaikan pesan pernikahan dengan gaya jenaka.

Biasanya pertunjukan begalan diakhiri dengan mempersilahkan para tamu atau penonton untuk berebut barang-barang di dalam pikulan.

Melansir dari berbagai sumber, barang yang dibawa oleh tokoh Gunareka dalam pertunjukan begalan merupakan simbol yang akan digunakan dalam menjelaskan sebuah nasehat pernikahan, yaitu:

1. Pikulan atau wangkring berarti suami istri harus menopang segala kebutuhan dan beban dengan tulus ikhlas dan sesuai dengan kekuatan diri, bukan kekuatan orang lain.

2. Ilir (kipas) bermakna ganda yaitu untuk sumber angin yang berguna untuk mendinginkan nasi dan menyalakan tungku. Makna ilir dalam begalan adalah nasihat untuk mendinginkan suasana dan tidak memanas-manasi orang lain.

3. Siwur memiliki makna agar kehidupan rumah tangga tidak dijalani dengan ngawur atau asal-asalan agar mampu hidup berdampingan dengan lingkungannya.

4. Irig atau saringan bermakna jika mempelai harus bisa menyaring dan berhati-hati dalam menjalani hidup.

5. Kukusan memiliki filosofi sedulur papat limo pancer tentang kesadaran spiritual. Selain itu, ada juga makna bahwa mempelai harus menyikapi panasnya gejolak hidup dengan sabar dan mengambil sisi baiknya saja untuk mendapatkan sebuah kenikmatan hidup.

6. Kekeb atau tembikar penutup penanak nasi berarti pasangan harus menutupi aib satu sama lain.

7. Pedaringan atau kendil menyimpan pesan bagi istri agar bijak dalam menyimpan dan memanfaatkan rezeki yang diberi suami dan bisa memisahkan antara kebutuhan dan keinginan.

8. Layah atau ciri berarti tempat bercampurnya berbagai rasa layaknya omongan orang tentang pasangan yang pedas bagai sambal yang bisa diwadahi dengan baik maka akan tetap terasa enak.

9. Muthu atau ulekan menyimpan pesan agar mempelai dapat memecahkan segala masalah sekeras apapun agar bisa terselesaikan dan mencapai kenikmatan hidup.

10. Irus memiliki makna seseorang yang berumah tangga harus bisa mengolah rasa agar bisa menjadi pelajaran untuk tumbuhnya kedewasaan.

11. Padi bermakna kemakmuran dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, serta sifat agar semakin tinggi semakin merunduk.

12. Palawija yang terdiri dari pala gumantung dan pala kependhem bermakna agar tidak menggantungkan hidup pada orang lain, serta harus bisa memendam rasa sakit hati dan tidak menyimpan dendam.

Sumber:
djkn.kemenkeu.go.id 
repositori.kemdikbud.go.id 
kompas.id 
nasional.kompas.com 

https://regional.kompas.com/read/2022/03/08/185416078/begalan-dalam-tradisi-pernikahan-banyumasan-asal-usul-properti-pelaksanaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke