Salin Artikel

Masuk Daftar Situs Terancam Punah di Dunia 2022, Ini 7 Fakta Menarik Pulau Sumba

Hal itu diketahui melalui publikasi The World Monuments Watch pada Februari 2022 lalu.

Pulau Sumba terancam punah karena adanya perubahan pada gaya hidup masyarakat di sana.

Perubahan gaya hidup itu berimbas pada mulai memudarnya nilai-nilai budaya dan tradisional di tengah masyarakat.

Salah satu yang menjadi sorotan dalam temuan itu terkait dengan tradisi rumah adat Sumba.

Rumah-rumah itu mendapatkan ancaman kepunahan, salah satunya karena rentan kebakaran.

Bencana kebakaran ini pernah terjadi pada tahun 2017 yang menghanguskan 30 rumah adat di Desa Tarung.

Tahun 2018 kebakaran terjadi lagi dan menghanguskan 16 rumah adat di Desa Bondo Morotuo.

Upaya rekonstruksi rumah adat itu juga tidak mudah, karena tergantung pada keterampilan manual dan pengetahuan budaya.

Dari keterangan tersebut, maka penting bagi masyarakat luas untuk mengenal lebih jauh tentang Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur ini.

Berikut 7 fakta menarik tentang Pulau Sumba yang disebut-sebut terancam punah di tahun 2022:

1. Punya 4 Kabupaten

Pulau Sumba secara administratif masuk dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan luas mencapai 10.710 kilometer persegi.

Di pulau ini terdapat empat kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sumba Timur.

Kota terbesar di Pulau Sumba adalah Waingapu, yaitu ibu kota Sumba Timur.

Di Kota Waingapu ini terdapat bandar udara dan pelabuhan laut yang menghubungkan Sumba dengan pulau-pulau lain di Indonesia.

2. Ditemukan Abad 16 Masehi

Pulau Sumba ditemukan pada abad ke-16 Masehi, tepatnya pada tahun 1522.

Pulau ini pertama kali ditemukan oleh bangsa Eropa yang berasal dari Portugis bernama Victoria.

Kala itu, Victoria bersama awaknya berlayar menuju sabu dan Sumba.

Dalam rombongan Victoria terdapat seorang kapten bernama Antonio Pigafetta, yang kerap mendengar nama “cendana”.

Oleh karena itu, Pigafetta lantas menggambar peta dan diberi nama “Cendam”.

Namun seorang juru gambar peta bumi bernama Jacopo Gastaldi menggambar peta lain yang diberi nama “Subao”.

Ya, kuda mempunyai ikatan historis dengan masyarakat di Pulau Sumba.

Kuda telah menjadi bagian hidup masyarakat di pulau paling selatan Indonesia itu sejak abad ke-18.

Kuda Sumba aslinya berupa kuda poni yang kemudian diberi nama kuda Sandel atau Kuda Sandelwood Pony.

Kuda Sumba ini merupakan kuda pacu asli Indonesia hasil perkawinan silang kuda poni lokal dengan kuda Arab.

Sedangkan nama Sandelwood diambil dari nama cendana yang dalam bahasa Inggris disebut sandalwood.

Cendana pada masa lalu pernah menjadi komoditas utama dari Pulau Sumba yang diekspor ke mancanegara.

Kuda Sandelwood Pony memiliki postur lebih rendah dibanding ras kuda asal Australia atau Amerika.

Tinggi punggung kuda ini sekitar 130-142 sentimeter, yang memudahkan untuk ditunggangi.

Keistimewaan Kuda Sumba terletak pada kaki dan kukunya yang kuat, serta lehernya yang besar.

Daya tahan kuda ini juga istimewa, yang dilengkapi dengan warna buru yang bervariasi, mulai dari hitam, putih, merah, abu-abu, hingga belang.

Salah satu kampung adat yang menyimpan rumah tradisional ini adalah Kampung Adat Praijing di Desa Tebara, Wakabubak, Sumba Barat.

Di kampung ini terdapat 38 rumah adat Sumba. Jumlah ini merupakan yang berhasil bertahan setelah kebakaran hebat tahun 2000 silam.

Rumah adat Sumba biasa disebut dengan Uma Bokulu atau Uma Mbatangu.

Uma Bokulu berarti rumah besar, sedangkan Uma Mbatangu berarti rumah menara.

Rumah adat Sumba berupa rumah panggung dengan atap berundak menjulang bak menara.

Secara umum rumah adat Sumba terbagi dalam 3 bagian, yaitu bagian bawah (Lei Bangun), bagian tengah (Rongu Uma), dan bagian menara (Uma Daluku).

Bagian bawah digunakan untuk memelihara hewan ternak, bagian tengah untuk penghuni, sedangkan menara untuk penyimpanan makanan dan pusaka.

Masyarakat Suku Sumba meyakini bahwa leluhur mereka bersemayam di menara ini sehingga mendapat perlakuan khusus.

5. Marapu sebagai Kepercayaan Lokal

Agama lokal Pulau Sumba disebut dengan Marapu.

Marapu termasuk agama asli Nusantara yang dianut masyarakat di Pulau Sumba.

Dalam ajaran Marapu, masyarakat melakukan pemujaan kepada nenek moyang dan leluhur.

Selain itu, masyarakat Sumba pemeluk Marapu meyakini kehidupan di dunia ini sementara, sedangkan kehidupan kekal ada di alam roh.

Adapun surga dalam kepercayaan Marapu dikenal dengan nama Prai Marapu.

Upacara keagamaan dalam ajaran ini dilengkapi dengan penyembelihan hewan kurban, seerti erbau maupun kuda.

Kain Sumba ini penuh dengan makna dan dibuat dalam waktu yang cukup lama.

Pembuatan satu lembar Kain sumba bisa memakan waktu hingga enam bulan hingga tiga tahun.

Lamanya proses pembuatan itu karena terdapat beberapa tahap, seperti kain haris dianginkan selama satu bulan.

Selain itu kain juga harus disimpan dalam keranjang tertutup untuk mematangkan warnanya.

Selain pembuatannya yang lama, Kain Sumba juga sarat makna yang tergantung pada motifnya.

Kain bermotif kuda menggambarkan kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan.

Sedangkan kain bermotif naga menggambarkan kekuatan dan kekuasaan raja.

Ada juga motif ayam yang melambangkan kehidupan wanita, serta motif burung yang melambangkan persatuan.

7. Surga Wisata

Pulau Sumba memiliki beragam tempat wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi.

Untuk berkunjung ke Pulau Sumba, bisa menggunakan jalur laut yakni melalui Bali.

Sedangkan penerbangan dari Jakarta tidak ada rute langsung, melainkan harus transit.

Pilihan transit ada dua, bisa di Denpasar, Bali atau di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Penerbangan ke Denpasar, Bali dari Jakarta ditempuh selama 1 jam 50 menit, sedangkan dari Jakarta ke Kupang ditempuh selama 3 jam.

Penerbangan dari Denpasar ke Sumba dan Kupang ke Sumba ditempuh dengan waktu sekitar 60 menit.

Ada dua bandara di Pulau Sumba yakni Bandara Tambolaka di Sumba Barat Daya dan Bandara Umbu Mehang Kunda di Sumba Timur.

- Bukit Lendongara

Bukit ini berada di Desa Karuni, Kecamatan Loura. Jaraknya sekitar 20 kilometer dari pusat Kabupaten Sumba Barat.

Bukit ini sangat indah dengan lanskap pemandangannya berupa perbukitan dengan latar belakang laut.

Deretan perbukitan berupa padang savana sangat cocok untuk mengabadikan gambar bagi yang suka fotografi.

- Pantai Kita Mangana Aba

Letak pantai ini berada di utara dan masih satu kecamatan dengan Bukit LDR.

Di pantai itu, terdapat empat bangunan kecil beratap alang-alang tanpa dinding.

Sehingga pengunjung bisa berteduh dari sengatan matahari, sembari menyaksikan keindahan laut, dengan latar belakang Hotel Mario.

Lokasi pantai itu juga dekat dengan Bandara Tambolaka, yang bisa ditempuh dengan waktu 20 menit, menggunakan kendaraan roda empat.

- Kampung Adat Waru Wora

Kampung Adat Waru Wora terletak di Desa Patijala Bawa, Kecamatan Laboya, Sumba Barat.

Di kampung ini terdapat 35 rumah adat Sumba yang dihuni sekitar 102 kepala keluarga.

- Bukit Cendana Hill

Bukit Cendana Hill berada di Desa Cendana, Kecamatan Mamboro, Kabupaten Sumba Tengah.

Lanskap Bukit Cendana, sepintas mirip Bukit LDR di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Tapi, di Bukit Cendana hamparan padang sabana lebih luas dengan pemandangan sekeliling bukit dan laut.

Udaranya pun terasa sejuk, meski matahari tepat berada di atas kepala. Siapapun yang berkunjung ke bukit ini akan betah berlama-lama.

Sumber:
Kompas.com
Tribunnewswiki.com
Indonesia.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/03/06/192830478/masuk-daftar-situs-terancam-punah-di-dunia-2022-ini-7-fakta-menarik-pulau

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke