Salin Artikel

Perjuangan Abraham Jadi Pilot Pertama Asal Dataran Tinggi Krayan

Krayan, merupakan daerah terisolasi yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Wilayah ini hanya mampu dijangkau dengan pesawat terbang dari pusat pemerintahan Kabupaten Nunukan.

Abraham mengalami pasang surut sebelum lulus menjadi pilot maskapai Smart Aviation yang melayani penerbangan perintis di wilayah 3 T (terdepan, terluar dan tertinggal).

"Saya sempat mengalami fase kritis di mana semangat benar-benar down, dan sama sekali tidak punya lagi harapan," ujarnya melalui sambungan telephone, Jumat (4/3/2022).

Perjuangan Abraham memang tidak mudah, ia dihadapkan pada beban mental dan moral terhadap kedua orangtuanya, Metro Aris Bangau dan Ibunya Awrin Matius.

Ia mengaku, orangtuanya tidak terlalu setuju dengan kemauannya menjadi pilot.

Banyaknya kabar kecelakaan pesawat yang disiarkan berbagai media mengakibatkan keinginan Abraham ditentang.

Kendati demikian, ia justru semakin ingin menjadi pilot untuk memberikan kehormatan bagi orangtua, apalagi belum ada penduduk Krayan yang menjadi pilot.

"Sejak kecil saya tinggal di Long Bawan. Saya sering melihat pesawat di bandara, sejak itu saya berpikir betapa hebatnya bisa mengangkasa dan menjelajah di udara. Itu kenapa saya ingin betul jadi pilot," tuturnya.


Harta benda habis demi sekolah penerbang

Tekad dan kemauan kuat Abraham akhirnya membuat kedua orangtuanya luluh dan membiarkan anak bungsu dari lima saudara ini mencoba peruntungannya.

Pada 2016, Abraham coba mendaftar di Sekolah Penerbang Perkasa Flight School yang ada di Cilacap, Jawa Tengah.

"Saya beri tahu orangtua bahwa saya diterima, mereka merelakan saya menempuh studi di Jawa, di mana saat itu merupakan kali pertama saya keluar dari Pulau Kalimantan,"lanjut Abraham.

Ia menamatkan pendidikan penerbangan selama tiga tahun. Selama itu pula, orangtuanya menjual harta benda untuk mendukung cita-cita Abraham.

"Orangtua saya adalah petani, demi mendukung saya menjadi pilot, mereka jual sawah, tanah dan rumah di Long Bawan Krayan. Semua habis ludes terjual, sehingga orangtua kembali ke rumah kakek di Desa Padat Karya, Krayan Barat," imbuhnya.

Stress dan down

Lulus dari sekolah Perkasa Flight School pada 2018, Abraham melanjutkan perantauan ke Jakarta. Di sana ia mengajukan lamaran ke sejumlah maskapai penerbangan.

Hal yang memberatkan adalah ketika maskapai tempat ia melamar kerja semua mengharuskan pembayaran tidak murah untuk rating.

"Ada yang minta Rp 1,3 miliar sampai Rp 1,5 miliar untuk mendalami spesialisasi penerbangannya. Orangtua sudah habis-habisan begitu, mana bisa lagi membebani mereka," kenangnya.

Syarat yang memberatkan tersebut, membuat semangatnya turun. Abraham mengaku stress berat dan berada pada fase paling rendah dalam kehidupannya.

"Beban moral kita adalah bagaimana orangtua kita sudah habiskan harta benda demi cita-cita kita, tapi justru kita belum bisa membuktikan itu. tingkat stressnya tinggi sekali. Saya setahun menganggur di Ibu Kota, bisa dikatakan itu fase paling kritis saya," jelasnya.


Abraham mengaku sangat bingung. Segala usahanya selama ini, seakan justru membuat orang tuanya kecewa.

Biaya hidup di Jakarta juga tidak murah, sehingga ia memutuskan untuk pulang ke Kalimantan. Namun ia mengaku tidak berani pulang kampung.

"Saya memutuskan tinggal di Tarakan di rumah kakak. Sampai Agustus 2020, saya memutuskan bekerja sebagai GH (Ground Handling) di Bandara Tanjung Selor," katanya.

Nasib dan takdir tidak ada yang tahu. Pekerjaan GH ternyata membawa Abraham bertemu dengan CEO Smart Aviation, Pongky Majaya.

Saat itu, Abraham bertugas menjadi sopir untuk Pongky. Dengan senang hati, Abraham membawakan barang, mengantarkan kemana pun tujuan Pongky sampai akhirnya berhasil mengobrol dan membicarakan talenta serta mimpinya.

"Mungkin obrolan saya klop (cocok), atau entah karena tangan Tuhan yang menggerakkan. Beliau (Pongky) meminta saya bergabung dengan Smart Aviation tahun 2022. Saya berangkat tes ke Jakarta dan akhirnya lolos, lalu bergabung dengan maskapai yang melayani penerbangan ke kampung halaman saya," katanya.

Keadaan tersebut, seakan langsung memulihkan semangatnya yang sempat hilang dan mentalnya yang terasa menyiksa.

Memakai baju pilot dan menggapai cita-citanya merupakan anugerah sekaligus pembuktian diri untuk membalas jasa dan pengorbanan orang tuanya.

"Saat ini, saya masih belum memberikan balasan bagi jasa mereka. Tapi tunggulah, saya akan menjawab dengan berupaya mengabulkan satu persatu harapannya. Mungkin sekarang belum, tapi saya yakin tidak lama lagi," kata Abraham.

Penerbangan pertama Abraham, dilakukan akhir Januari 2022, saat itu pesawat yang ia terbangkan membawa Wakil Gubernur Kaltara Yansen Tipa Padan bersama salah satu anggota DPRD Kaltara, Marly Khamis, dari Tarakan menuju Malinau.

Sampai hari ini, Abraham mencatat 52 jam penerbangan. Ia selalu bangga menjadi bagian dari orang yang melayani penerbangan perintis ke kampung halaman.

Terlebih, Abraham merupakan pilot pertama dari Dataran Tinggi Krayan.

"Sampai hari ini, saya belum pulang kampung kecuali sebatas Bandara Long Bawan Krayan. Setiap saya tiba, masyarakat banyak yang ajak foto, orangtua rela datang ke Long Bawan meski hanya mengobrol beberapa menit saat loading barang, sebelum saya harus terbang kembali ke Tarakan," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/05/085826278/perjuangan-abraham-jadi-pilot-pertama-asal-dataran-tinggi-krayan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke