Salin Artikel

Kisah Arya Penangsang Asal Jawa Tengah: Rasa Dendam yang Berujung Petaka

KOMPAS.com - Kisah Arya Penangsang berasal dari Kesultanan Demak, Provinsi Jawa Tengah.

Kisah ini menceritakan tentang perebutan tahta di Kesultanan Demak.

Kisah Arya Penangsang

Aryo Penangsang merupakan adipati yang berkedudukan di Kadipaten Jipang Panolan, Jawa Tengah. Ia memiliki sifat pendendam.

Arya Penangsang merupakan putra Raden Kikin. Ayahnya tewas di tangan Sunan Prawata dalam sebuah peperangan yang memperebutkan tahta Demak untuk menggantikan Sultan Trenggana. Akhirnya, Sunan Prawata dinobatkan sebagai Sultan Demak.

Arya Penangsang ingin merebut tahta Demak dari Sunan Prawata. Keinginan itu bukan muncul begitu saja, tetapi juga untuk membalas dendam atas kematian ayahnya.

Akhirnya, ia mengutus pembunuh bayaran untuk membunuh Sunan Prawata. Ia berharap setelah Sunan Prawata meninggal tahta jatuh ke tangannya.

Rupanya, harapan Arya Penangsang mleset. Tahta Demak justru jatuh ke tangan menantu Sultan Trenggana, Mas Karebet alias Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya.

Dendam Arya Penangsang

Dalam pemerintahannya, Sultan Hadiwijaya memindahkan kerajaan ke Pajang dan mengganti nama menjadi Kesultanan Pajang. Sementara, Demak menjadi kabupaten yang dipimpin Adipati Arya Pangiri.

Dendam Arya Penangsang semakin berkobar mengetahui hal tersebut. Lalu, ia mengutus abdi Jipang untuk membunuh Sultan Hadiwijaya.

Supaya rencana berhasil, Arya Penangsang meminjamkan pusakanya, Keris Ki Brongot Setan Kober, kepada abdi tersebut.

Namun, abdi tersebut tidak berhasil membunung Sultan Hadiwijaya. Mereka malah disuruh pulang dan diberi hadiah.

Mengetahui hal tersebut, Arya Penangsang murka dan hampir membunuh abdi Jipang. Namun, kemarahannya berhasil diredakan oleh Sunan Kudus yang bijaksana.

Sunan Kudus yang membela Arya Penangsang menyusun rencana untuk membunuh Sultan Hadiwijaya, dengan kedok mendamaikan Arya Penangsang dengan Sultan Hadiwijaya.

Lalu, Sunan Kudus mengumpulkan mereka berdua di rumahnya. Sunan Kudus telah menyusun rencana menyediakan kursi yang telah diberi rajah Kalacakra, rajah kesialan sebagai tempat duduk Sultan Hadiwijaya.

Namun, Ki Ageng Pemanahan yang datang bersama Sultan Hadiwijaya berhasil mengingatkan agar sultan tidak duduk di kursi tersebut saat mereka sampai di rumah Sunan Kudus. Tanpa sengaja, kursi itu malah diduduki Arya Penangsang.

Pertemuan yang sedianya menjadi kesempatan Arya Penangsang untuk membunuh Sultan Hadiwijaya pun urung.

Malah, terjadi duel antara Sultan Hadiwijaya dan Arya Penangsang yang kemudian dilerai oleh Sunan Kudus.

Arya Penangsang merasa dibohongi oleh gurunya, Sunan Kudus. Namun, Sunan Kudus mengingatkan kelalaiannya menduduki kursi yang seharusnya diduduki Sultan Hadiwijaya. Aryo Penangsang tersungkur lemas.

Sultan Hadiwijaya yang mengetahui kesialan Arya Penangsang bermaksud melakukan penyerangan balik. Penyerangan dipimpin oleh senopati, yaitu Dhanang Sutawijaya, yang juga anak Ki Ageng Pemahanan sendiri.

Dalam penyerang tersebut, Ki Ageng Pemanahan merundingkan bersama Ki Juru Amertani. Oleh Ki Juru Amertani, Sutawijaya disarankan menggunakan kuda betina putih untuk menggoyahkan kuda Gagak Rimang, tunggangan Arya Penangsang. Selain itu, serangan dilakukan di bentaran Sungai Bengawan Sore.

Arya Penangsang yang baru menyelesaikan tirakat meradang saat menerima surat tantangan dari Kesultanan Pajang. Tanpa berpikir panjang, ia akan menghadapai serangan Pajang.

Prajurit Jipang telah sampai di Sungai Bengawan Sore. Atas saran Ki Juru Amertani dan instruksi Ki Ageng Pemanahan, prajurit Pajang diminta mengejek prajurit Jipang supaya mereka menyeberang sungai Bengawan Sore.

Taktik tersebut berhasil, prajurit Jipang menyeberang Sungai Bengawan Sore.

Prajurit Jipang yang telah kelelahan menyeberang sungai berhasil dikalahkan prajurit Pajang.

Merasa dipermainkan, Arya Penangsang semakin tersulut emosi ditambah dengan kudanya yang sulit dikendalikan karena tertarik dengan kuda betina Dhanang Sutawija yang telah dipotong ekornya.

Kesaktian Arya Penangsang

Situasi tersebut tidak disia-siakan Dhanang Sutawijaya. Ia langsung menghunuskan tombak Kyai Pleret, senjata wasiat Sultan Hadiwijaya, ke perut Arya Penangsang hingga ususnya terburai berlumuran darah.

Arya Penangsang adalah orang yang sakti mandraguna. Dalam kondisi usus terburai, ia masih bisa mengejar Dhanang Sutawijaya. Usus yang terburai hanya disampirkan ke keris Setan Kober.

Dalam pertarung tersebut, Dhanang Sutawijaya hampir kalah. Arya Penangsang bermaksud menghunuskan kerisnya ke dada Dhanang Sutawijaya, namun ia lupa bahwa ususnya tersampir ke keris.

Sehingga sewaktu, Arya Penangsang mencabut keris dari wadahnya, ususnya terpotong. Karena kesaktiannya, ia belum mati walaupun ususnya sudah terpotong. Ia hanya diam tak bergerak.

Ki Ageng Pemanahan tahu bahwa Arya Penasang belum mati kalau belum terhisap ubun-ubunnya. Lalu, Dhanang Sutawijaya melaksanakan perintah ayahnya untuk menghisap ubun-ubun Arya Penangsang. Seketika, Arya Penangsang gugur.

Pesan Moral

Pesan moral dalam cerita tersebut adalah orang yang memiliki sifat bengis maupun pendendam akan mendapatkan musibah.

Arya Penangsang tewas dalam peperangan yang kurang perhitungan dalam bertindak. Hal tersebut terjadi karena hati dan pikirannya telah digerogoti sifat dendam sehingga ia menjadi kalap.

Sumber: www.onisbank.ac.id dan ceritarakyatnusantara.com

https://regional.kompas.com/read/2022/03/04/143255078/kisah-arya-penangsang-asal-jawa-tengah-rasa-dendam-yang-berujung-petaka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke