Salin Artikel

Tak Ada Sertifikat Karantina, 1.153 Burung dari Afrika dan Malaysia Tertahan di Kargo Bandara Kualanamu

MEDAN, KOMPAS.com - Sebanyak 1.153 ekor burung dari Afrika dan Malaysia belum bisa keluar dari terminal kargo Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang sejak Senin (28/2/2022) malam karena tidak memiliki sertifikat karantina.

Kepala Kantor Bea dan Cukai Kualanamu Elfi Haris mengatakan, pada Senin (28/2/2022) malam, pihaknya mendapat pengajuan impor burung dari Malaysia sebanyak 1.153 ekor, terdiri dari 14 jenis burung termasuk peacock (merak), macau, dan burung-burung kecil menyerupai lovebird.

"Ribuan burung itu sampai saat ini belum keluar, karena belum ada surat dari karantina. Burung tersebut belum bisa di-SPPB (surat persetujuan pengeluaran barang)," kata Elfi saat ditemui pada Rabu (2/3/2022).

Saat dikonfirmasi hingga Jumat (4/3/2022) pagi, Elfi pun mengatakan bahwa belum ada perkembangan baru terkait nasib ribuan burung impor tersebut.

Elfi menjelaskan, untuk pengiriman komoditi tertentu seperti binatang hidup, harus memiliki perizinan dari instansi lain, dari (Balai) Karantina Pertanian dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

Sejauh ini, lanjut Elfi, izin dari BKSDA, SATS-LN, sudah lengkap. Sementara dokumen sertifikat karantina belum ada.

"Izin dari karantina itu yang bentuknya sertifikat karantina, istilah kita KH7. Itu diterbitkan karantina diupload ke INSW. Kalau itu sudah ada di INSW, bea cukai pasti akan merilis. Dokumen yang diajukan ke bea cukai akan merekomendasikan dengan dokumen dari karantina di INSW. Kalau sudah rekom, bea cukai akan merilis. Saat ini dokumen itu belum terbit," katanya.

Elfi juga menyebutkan, dokumen KH7 atau sertifikat karantina bisa tidak terbit karena ada penolakan dari karantina.

Pihaknya yakin saat ini pihak karantina sedang meneliti, memeriksa tingkat kesehatan ribuan burung tersebut.

Setelah semua burung dipastikan sehat, barulah sertifikat karantina tersebut akan diterbitkan dan diberikan ke bea cukai.

"Apakah dia menjadi media pembawa hama atau tidak. Kalau ini media pembawa hama, pasti akan ditolak masuk ke Indonesia. Kalau tidak, pasti (dokumen sertifikat karantina) akan diberikan ke bea cukai," katanya.

Dijelaskannya, pihaknya sudah berdiskusi dengan pihak karantina yang mana memiliki waktu tiga hari untuk memastikan apakah ribuan burung ini akan direekspor atau dikembalikan ke negara asal karena ternyata ditolak, atau dimusnahkan .

Elfi mengatakan, burung-burung tersebut berasal dari Afrika dan Malaysia.

"Sebagian besar sudah dikumpul di Malaysia dulu, baru ke Indonesia," katanya.

Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan Lenny Hartati Harahap ketika dikonfirmasi melalui telepon mengatakan sampai saat ini terhadap ribuan burung itu masih dilakukan tindakan atau proses karantina, yakni pemeriksaan kesehatan burung tersebut.

"(Sampai saat ini) masih dalam proses tindakan karantina ya, penelitian terkait kesehatannya," ujarnya singkat.

"Jadi kita tunggu saja dulu hasilnya seperti apa. Proses karantina itu pemeriksaan kesehatan. Itu perlu waktu. Kita kan mencegah penyebaran penyakit hewan karantina, tugas kita mendeteksinya. Kalau nanti dinyatakan sehat, baru boleh keluar. Berapa lama tergantung pemeriksaannya dan jumlahnya," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/04/094721578/tak-ada-sertifikat-karantina-1153-burung-dari-afrika-dan-malaysia-tertahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke